1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Honduras Seret AS Ke Dalam Dilema

2 Juli 2009

Honduras kini menyeret AS ke dalam dilema. Militer yang gagap menjerumuskan Honduras ke jalan buntu.

https://p.dw.com/p/IfgC

Krisis di Honduras setelah dilancarkannya kudeta militer yang kini dampaknya mengimbas ke AS menjadi tema komentar dalam tajuk sejumlah harian internasional.

Harian Italia La Repubblica yang terbit di Roma dalam tajuknya berkomentar : Belum dapat diramalkan, bagaimana kelanjutan krisis di negara yang ibaratnya terletak di halaman depan AS itu. Presiden AS Barack Obama paling tidak menghadapi dua masalah. Yang pertama, ia harus memulihkan kembali legitimasi demokrasi di Honduras. Sekaligus menegaskan kepada para jenderal yang dididik di AS, bahwa zamannya republik pisang sudah berlalu. Di sisi lainnya, Obama juga harus mencegah , jangan sampai krisis setelah kudeta di Honduras itu, justru memperkuat posisi presiden Venezuela, Hugo Chavez di Amerika Latin. Presiden Honduras yang digulingkan, Manuel Zelaya harus dikembalikan ke jabatannya tapi tanpa pemungutan suara. Dan ia juga harus mundur, jika bulan November mendatang Honduras memilih presiden yang lain.

Harian Spanyol El Mundo yang terbit di Madrid berkomentar : Militer di Honduras yang gagap dengan kudetanya menggulingkan presiden Manuel Zelaya, menggiring negara itu ke jalan buntu. Para pelaku kudeta justru menjadikan Zelaya sebagai pahlawan, padahal sebetulnya dia adalah biangnya kejahatan. Kudeta militer itu juga menimbulkan dampak, bahwa negara yang sebelumnya bertikai yakni AS dan Venezuela kini berpihak kepada Zelaya. Jika militer menangkap Zelaya pada saat ia kembali ke Honduras, muncul bahaya negara itu akan diisolir oleh Organisasi Negara-negara di Benua Amerika. Satu-satunya jalan pemecahan adalah, mengizinkan Zelaya pulang kembali, dan melengserkannya lewat jalur hukum.

Tema lainnya yang masih menjadi fokus komentar adalah penarikan mundur tentara AS dari kota-kota di Irak.

Harian Perancis Dernieres Nouvelles d'Alsace yang terbit di Strassburg berkomentar: Intervensi militer AS memang membebaskan Irak dari cengkraman diktator Saddam Hussein. Namun juga memecahnya diantara kelompok etnis dan religius yang saling bermusuhan. Hal itu, diyakini akan memicu pendirian negara Kurdistan yang secara faktual memang sudah terbentuk. Tidak ada lagi yang dapat menjamin stabilitas dan kesatuan Irak. Sebab jumlah tentara dan militer Irak kalah oleh jumlah milisi etnis dan religius. Aksi kekerasan juga mencapai rekor tertinggi baru. Roh jahat bagi pecahnya Afghanistan kini mulai mengancam. Dari sekarang kita harus mempertanyakan, bagaimana sikap tentara AS jika pecah kerusuhan besar berikutnya.

Terakhir harian liberal kiri Hungaria Nepzabadsag yang terbit di Budapest berkomentar: Warga Kurdi yang bermukim di tengah dan di pinggiran ladang minyak dan gas di Kirkuk dan Mossul mengharapkan, pembagian baru kekuasaan dan sumber daya alam di Irak pasca Saddam Hussein, dapat membantunya mewujudkan berdirinya negara sendiri yang sudah lama diimpikan. Kegembiraan kaum Kurdi menanggapi penarikan pasukan AS itu, jauh lebih kecil dibanding kegembiraan kaum Syiah dan Sunni di Irak. Uang tetap memerintah dunia. Pimpinan di Bagdad bersikeras, tidak akan mengizinkan ekspor setetespun minyak atau satu meter kubik gas dari wilayah itu, tanpa izin dari pusat. Sebagai dampaknya, kaum Kurdi kini bertikai dengan kaum Sunni. Dan di kawasan Kurdi kini terjadi gelombang serangan bom mobil yang menewaskan ratusan orang.


AS/dpa/afpd

Editor : Asril Ridwan