1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PolitikVietrnam

Gejolak Politik di Balik Pengunduran Diri Presiden Vietnam

David Hutt
22 Maret 2024

Vo Van Thuong kini menjadi presiden kedua yang mengundurkan diri dalam beberapa tahun terakhir. Ini terjadi di tengah tindakan keras anti-korupsi yang telah menjatuhkan banyak politisi terkemuka di negara Asia Tenggara.

https://p.dw.com/p/4e05l
Vo Van Thuong
Kejatuhan Thuong kemungkinan besar merupakan hasil investigasi yang sedang berlangsung yang melibatkan perusahaan real estate Phuc Son GroupFoto: Richard A. Brook/AP Photo/picture alliance

Sistem komunis satu partai di Vietnam pernah dikenal karena sifatnya yang mudah ditebak. Namun, pengunduran diri mendadak Presiden Vo Van Thuong pada hari Rabu (20/03), setelah hanya satu tahun menjabat, menjadikannya presiden dengan masa jabatan terpendek di negara komunis tersebut. Pengunduran diri ini juga menunjukkan semakin kacaunya politik di Hanoi.

Komite Sentral Partai Komunis Vietnam bertemu pada Rabu (20/03) untuk menerima pengunduran diri Thuong karena "pelanggaran” dan "kekurangan,” kata Partai Komunis secara resmi.

Pengunduran diri tersebut juga disetujui oleh parlemen Vietnam pada Kamis (21/03).

Banyak pengamat Vietnam telah memperkirakan kejatuhannya selama berminggu-minggu.

Thuong kini menjadi presiden kedua yang mengundurkan diri dalam beberapa tahun terakhir di tengah tindakan keras pemberantasan korupsi yang telah menjatuhkan banyak politisi terkemuka di negara Asia Tenggara tersebut.

Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru! 

Selama 18 bulan terakhir, tidak hanya dua presiden yang dipaksa mengundurkan diri, tetapi dua wakil perdana menteri dan satu lagi anggota Politbiro juga diberhentikan. Politbiro yang dipilih pada Kongres Nasional terakhir pada 2021 telah dikurangi dari 18 anggota menjadi 14 anggota, menjadikannya yang terkecil dalam sejarah saat ini.

Apa yang melatarbelakangi kejatuhan presiden?

Kejatuhan Thuong kemungkinan merupakan hasil dari penyelidikan yang sedang berlangsung dan melibatkan perusahaan real estat Phuc Son Group. Perusahaan itu dituduh melakukan korupsi besar-besaran di provinsi Quang Ngai, di mana Thuong menjadi ketua partainya antara 2011 dan 2014.

Menurut beberapa laporan media, salah satu kerabat Thuong dituduh menerima suap sebesar €2 juta (Rp34,2 miliar) dari grup real estate tersebut. Ketua Komite Rakyat Provinsi Quang Ngai saat ini, Dang Van Minh, dan mantan ketuanya, Cao Khoa, ditangkap pada awal Maret karena skandal ini.

Nguyen Xuan Phuc, pendahulu Thuong sebagai presiden, mengundurkan diri tahun lalu karena "pelanggaran dan kesalahan” yang dilakukan pejabat di bawah kendalinya, yang diyakini merujuk pada korupsi di pemerintahan selama pandemi COVID-19.

Nguyen Phu Trong
Nguyen Phu Trong, Sekretaris Jenderal Partai Komunis, melancarkan kampanye antikorupsi besar-besaran yang telah menjatuhkan banyak politisi paling berkuasa di Vietnam.Foto: SNA/IMAGO

Thuong mulai menjabat dengan mengklaim bahwa ia "bertekad untuk memerangi korupsi" sejalan dengan apa yang disebut kampanye antikorupsi "tungku yang menyala-nyala" dari Nguyen Phu Trong, sekretaris jenderal Partai Komunis.

Meskipun Truong menjadi ketua partai pada 2012, ia baru mengkonsolidasikan kekuasaannya pada 2016 setelah mengalahkan saingan utamanya, Perdana Menteri Nguyen Tan Dung, pada Kongres Nasional tahun itu.

Dung secara luas dipandang sebagai tokoh sebuah faksi di Partai Komunis yang dianggap menerima korupsi sebagai cara untuk mengikat aparat partai. Mereka juga dipandang menghindari ideologi sosialis.

Mengapa ada kekhawatiran mengenai ketidakstabilan politik?

Trong, yang menghabiskan sebagian besar kariernya di sayap teoritis Partai Komunis, telah berupaya mengembalikan ideologi dan "etika sosialis” ke latar depan politik. Ia melancarkan kampanye anti-korupsi besar-besaran yang kini telah menjatuhkan banyak politisi paling berkuasa di negara tersebut.

Meskipun kampanye tersebut pada tingkat tertentu telah membersihkan politik, kampanye tersebut juga telah melemahkan norma-norma dan menstabilkan mekanisme sistem satu partai yang represif dan hierarkis di Vietnam, sehingga menyebabkan ketidakstabilan yang semakin besar.

Sejak tahun 1990-an, Partai Komunis telah menjalankan fungsinya dengan menerima sejumlah aturan tidak tertulis dan terkodifikasi, termasuk batasan dua masa jabatan bagi politisi senior, usia pensiun 65 tahun, dan pemisahan kekuasaan antara empat jabatan politik utama di negara tersebut.

Pada 2018, Trong membatalkan peraturan terakhir ketika, selain menjadi ketua partai, ia untuk sementara menjadi presiden, menyusul kematian mendadak kepala negara yang sedang menjabat.

Tiga tahun kemudian, ia memenangkan masa jabatan ketiga yang hampir belum pernah terjadi sebelumnya sebagai sekretaris jenderal meskipun saat itu ia berusia 77 tahun, jauh melampaui usia pensiun yang diharapkan.

Namun, ia diperkirakan menderita stroke pada 2019, dan kesehatannya yang buruk menjadi sumber rumor pada Januari ketika ia tidak tampil di depan umum selama beberapa minggu.

Keinginannya untuk menjadikan ketua partai lebih kuat dari biasanya dan untuk mengkonsolidasikan kekuasaan di antara sekelompok kecil loyalis telah meningkatkan pertaruhan suksesi politik, karena Trong diperkirakan akan mengundurkan diri pada Kongres Nasional berikutnya pada 2026. Siapa pun yang menggantikannya akan memiliki kekuasaan yang jauh lebih besar dibandingkan sebagian besar sekretaris jenderal sebelumnya.

"Konsekuensi dari pelanggaran yang dilakukan Trong terhadap aturan partai, ditambah kesehatannya yang buruk, adalah meningkatnya ketidakpastian mengenai proses suksesi,” kata Tuong Vu, profesor dan direktur Pusat Penelitian AS-Vietnam di Universitas Oregon.

"Hal ini pada gilirannya sangat mempengaruhi stabilitas rezim karena berbagai faksi berusaha mendapatkan keuntungan agar anggotanya dapat menduduki posisi teratas di Kongres berikutnya,” katanya kepada DW.

Pengunduran diri yang mencurigakan?

Meskipun pengunduran diri Thuong terjadi karena dugaan korupsi ketika ia menjadi ketua partai di provinsi Quang Ngai hampir satu dekade yang lalu, beberapa pihak mempertanyakan apakah tuduhan tersebut benar-benar merupakan berita baru bagi para petinggi Partai Komunis, karena sebelumnya petinggi Partai Komunis Vietnam menyetujui pengangkatan Thoung sebagai presiden pada tahun lalu, hal ini memunculkan indikasi bahwa pengunduran diri Thuong terkesan dipaksakan.

"Seseorang benar-benar menggali masa lalunya, yang menunjukkan bahwa hal itu bermotif politik,” kata Zachary Abuza, seorang profesor di National War College di Washington.

Usai pengunduran diri Thoung, seperti tradisi yang ada di Partai Komunis, pimpinan senior akan memulai pembicaraan mengenai keputusan personalia yang akan dibuat pada Kongres Nasional di awal tahun 2026.

Mereka kini harus memutuskan pengganti Thuong sebagai presiden. Jika Partai Komunis tetap berpegang pada peraturannya sendiri bahwa presiden baru harus menjalani masa jabatan penuh sebagai anggota Politbiro, maka hanya ada lima kandidat, meskipun ada kemungkinan bahwa partai tersebut akan melanggar peraturan tersebut sekali lagi.

Perdana Menteri Pham Minh Chinh dan Ketua Majelis Nasional Vuong Dinh Hue kemungkinan besar tidak akan tertarik, karena jabatan presiden memiliki posisi yang lebih rendah dalam hal kekuasaan politik dibandingkan jabatan mereka saat ini, kata Le Hong Hiep, peneliti senior di Institut ISEAS–Yusof Ishak, Program Studi Vietnam di Singapura.

Siapa kandidat Presiden Vietnam selanjutnya?

To Lam,yang saat ini menjabat menteri keamanan publik menjadi kandidat potensial. Jabatan kepresidenan mungkin akan mempermudahnya untuk mendapatkan pengecualian terhadap aturan batas usia agar dapat mencalonkan diri sebagai sekretaris jenderal pada 2026.

Namun, menduduki kursi kepresidenan akan mengurangi kapasitasnya pada kampanye antikorupsi, sehingga berpotensi merugikan ambisinya untuk menduduki jabatan puncak di Partai Komunis.

Para analis memperkirakan kursi kepresidenan kemungkinan besar akan diambil oleh Truong Thi Mai yang saat ini menjabat sebagai anggota Sekretariat Partai Komunis, Trong, atau seseorang yang berada di posisi bawah.

Sosok terpilih sebagai Presiden Vietnam nantinya juga akan berdampak pada siapa yang menggantikan Nguyen Phu Trong sebagai Sekretaris Jenderal pada 2026. Trong dianggap sebagai sumber dari sebagian besar ketidakstabilan politik Vietnam.

Thuong, presiden yang baru saja mundur, adalah satu dari lima kandidat yang memenuhi syarat untuk menggantikan Trong sebagai Sekretaris Jenderal Partai, kata Abuza. Dengan mundurnya Thoung, hanya tersisa empat kandidat.

Namun, menurut Hiep, Perdana Menteri Chinh mempunyai tuduhan korupsi yang menghantui dirinya, dan Mai memiliki "basis kekuasaan yang relatif lemah."

Hal ini membuat To Lam, yang memimpin kampanye antikorupsi, berada di posisi terdepan, sehingga membuat beberapa orang curiga bahwa menteri keamanan publik mungkin punya andil dalam kejatuhan rekan-rekannya.

"To Lam jelas berperan dalam pengunduran diri Vo Van Thuong, dan sebelum dia, Nguyen Xuan Phuc,” kata Vu dari Universitas Oregon.

"Kampanye antikorupsi telah memungkinkan To Lam untuk mengumpulkan kekuasaan pribadi, meninggalkan dia sekarang, jika dia mau, sebagai penerus Trong jika dia mundur di Kongres berikutnya,” tambahnya. 

rs/pkp