1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

250909 Liao Frankfurter Buchmesse

25 September 2009

Kembali terjadi skandal sebelum dibukanya Pameran Buku Frankfurt. Cina memberikan larangan keluar negara kepada penulis kritis Liao Yiwu yang juga diundang ke berbagai forum diskusi di Jerman.

https://p.dw.com/p/Jojl
Cina adalah tamu kehormatan Pameran Buku Frankfurt tahun ini.Foto: FrankfurterBuchmesse

Liao Yiwu berusia 50 tahun, musisi dan penulis. Di Cina ia dianggap sebagai oposisi. Dalam hidupnya Liao Yiwu sudah sering merasakan gamparan aparat keamanan . Pertama kalinya ketika ia ditanggkap tahun 1990. Alasannya, Yiwu menulis sebuah buku puisi yang mengutuk peristiwa berdarah di Lapangan Tiananmen. Disana pada tanggal 4 Juni 1989 tentara Cina menyerang para demonstran yang menginginkan demokrasi dan suara lebih dengan tank dan senjata. Ini bukanlah penangkapan Yiwu yang terakhir. Beberapa tahun setelahnya aparat keamanan Cina kembali menahan Yiwu karena sebuah artikel kritis yang ia publikasikan di internet. Secara keseluruhan Yiwu mendekam di penjara selama empat tahun. Hanya karena ia memberikan kritik. Namun penjara tidak dapat menghentikan Yiwu.

"Saya sehat. Saya sudah melakukan banyak hal di hidup saya. Pandangan hidup saya berubah seiring dengan waktu. Pertama-tama saya marah sekali. Saya tidak bisa menerima semua ketidakadilan ini. Tetapi ini sudah berubah. Kalau orang tidak bisa menerima sesuatu, maka orang harus belajar dari hal tersebut. Saya dapat belajar beberapa hal dari penderitaan saya. Di penjara saya belajar main seruling dan disana saya berkenalan dengan orang-orang awam. Ini tidak mungkin saya lakukan kalau saya tidak mendekam di penjara.“

Perkenalannya dengan orang –orang ini di penjara mengubah hidup Yiwu. Ia mulai bersimpati terhadap orang-orang awam. Terhadap mereka yang suaranya hampir tidak pernah didengar oleh pemerintah Cina. Prostitusi, buruh, penjahat kelas teri – semua dapat mengeluarkan suaranya di buku-buku Yiwu. Di Cina hanya orang kaya yang punya suara, orang miskin biasanya tidak didengar suaranya. Demikian kritik Yiwu. Buku-buku Yiwu diterjemahkan di luar Cina, di negaranya sendiri buku-buku ini dilarang.

"Bagi orang-orang di dunia barat, kebebasan menulis tentang apapun sudah menjadi hal yang paling wajar. Tapi di Cina ini masih harus diperjuangkan. Orang harus berusaha untuk mendobrak pintu yang tertutup sedikit demi sedikit. Saya akan terus berjuang agar buku-buku saya dapat diterbitkan disini. Tetapi kalau ini juga tidak berhasil dan karya saya terus disensor, saya akan tetap berkarya. Kalau pun hanya satu orang yang membaca buku saya, maka paling tidak saya sudah mempengaruhi hidup satu orang.”

Liau Yiwu adalah seorang yang berani. Walaupun ia harus menjalani banyak pengalaman buruk, walaupun buku-bukunya disensor dan ia selalu dihalangi untuk pergi ke luar negeri, Laio Yiwu tidak membenci tanah airnya.

"Kebebasan artinya buat saya adalah kebebasan di hati. Saya mempunyai warna kulit kuning. Kadang saya sebal dan rasanya ingin menjadi orang lain. Tetapi darah Cina mengalir di pembuluh darah saya. Bagi saya mengerikan sekali membayangkan hidup di pengasingan. Ini lebih buruk daripada dihalang-halangi ketika ingin meninggalkan tanah air. Saya ingin tinggal di Cina. Disini saya dapat menulis dalam bahasa ibu saya, disini ada banyak orang yang memberikan kehangatan kepada saya. Saya bisa kok dibilang bahagia.”

Kamis kemarin Yiwu mengatakan kepada Harian Jerman „Süddeutsche Zeitung“, bahwa aparat keamanan Cina sudah mengumumkan secara resmi, ia tidak boleh terbang ke Jerman. Cina merupakan tamu kehormatan di Pameran Buku Frankfurt tahun ini yang akan berlangsung dari tanggal 14-18 Oktober. Selain Yiwu ada sekitar 250 tokoh kritis lainnya yang diundang ke pameran buku Frankfurt.

Petra Aldenrath/Anggatira Rinaldi
Editor: Hendra Pasuhuk