1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Jualan Telur lewat "Live Streaming"

Tamara Anthony
24 April 2021

Banyak peternak dan petani Cina alami kesulitan jual produk akibat pandemi COVID-19. Agar tetap mendapat untung, mereka beralih ke cara berdagang yang baru.

https://p.dw.com/p/3sT91
gambar menunjukkan 10 telur dalam kotak
Penjualan telur semakin modernFoto: DW/T. Skrobeck

Wu Xian Sheng dulunya hidup miskin. Tapi sekarang putra petani itu mengemudikan mobil Tesla terbaru. Produk yang dijualnya adalah telur bebek. Kunci kesuksesannya, ia terus-menerus berhubungan dengan kliennya lewat layanan "live-streaming."

Lewat aplikasi TikTok ia menunjukkan pekerjaan sehari-harinya secara langsung. Misalnya bagaimana para pekerja di pabrik miliknya mengepak telur-telur bebek.

"Kanal untuk penjualan ini sangat bagus." Jauh lebih baik daripada lewat cara tradisional, dengan agen dan perantara, yang juga ingin mendapat komisi," ungkap penjual "online" itu.

Telur bebek asin yang dikukus jadi makanan selingan yang sangat disukai di Cina. Sekarang Wu Xian Sheng sudah meningkatkan produksinya empat kali lipat.

"Sekarang kami mengolah 200.000 telur per hari," katanya. Itu juga jumlah telur yang mereka jual per hari.

Kursus spesial bagi petani

Di Cina sekarang juga ditawarkan pelatihan bagi petani secara live streaming. Bukan hanya TikTok yang terjun ke sini. Alibaba dan JD, yaitu toko online Cina serupa Amazon, juga ikut serta. Mereka menawarkan penyuluhan dalam hal penjualan langsung bagi petani muda.

Para petani bisa berlatih di sejumlah studio yang sudah dipersiapkan. Antara lain petani Song Denfang yang menjual ubi manis. Ia merasa sangat sulit untuk berbicara berjam-jam di depan kamera. Oleh sebab itu ia mendapat dukungan dari sejumlah pelatih perempuan.

"Saya bercakap-cakap dengan para 'influencer' saat menjual produk. Mereka membantu membuat suasana lebih santai. Pertama kali melakukannya, saya sangat gugup. Tapi lama-kelamaan sudah lebih santai."

Wadah online ikut beruntung

Song Denfang kini menjual lebih dari 50% ubi manisnya secara online. Platform online mendapat komisi 1% dari penjualan. Tapi mereka juga mengorganisir transportasi.

"Logistik JD bagi kami sangat praktis. Jika ada orang memesan 'online', JD yang menyelesaikan seluruh proses. Kalau harus melakukan sendiri, sangat rumit," ungkap Song Denfang.

Selama krisis Corona, transportasi jadi masalah besar. Itu tidak mungkin diselesaikan setiap petani. Di seluruh Cina, berton-ton hasil panen tertumpuk tidak terjual.

Inisiatif penjualan "live streaming" seperti yang digagas Sang Junfus, datang pada waktu yang tepat. Sekarang, petani Song Denfang, yang biasanya pendiam, sudah terbiasa dengan kamera yang terus mengikutinya di rumah kaca tempat budidaya.

Di masa krisis Corona, Februari/Maret 2020, tidak ada yang boleh pergi ke pasar atau toko-toko. Jadi orang berbelanja online. Demikian cerita Song Denfang. "Mereka mendapat buah dan sayuran yang segar. Bahkan lebih segar daripada di supermarket. Itu bahkan diantar langsung ke rumah."

Kembali ke pedesaan

Wu Xiang Sheng yang berdagang telur bebek dulu tidak bisa membayangkan tinggal di kawasan pedesaan Cina. Sekarang, sejak mulai melakukan "live streaming," pandangannya berubah.

"Lewat platform ini, kita juga bisa berkomunikasi dengan dunia. Menyebarkan kuliner dan kebudayaan kita ke seluruh dunia. Kami sangat antusias dengan cara penjualan ini."

Siapa pula yang menyangka, video live bisa menarik begitu banyak follower dan kesuksesan bisnis. (ml/yp)