1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
KesehatanCina

Cina Bantah Ragukan Keampuhan Vaksin Buatan Sendiri

13 April 2021

Pemerintah Cina membantah klaim toritas kesehatan di Cina yang meragukan tingkat efikasi vaksin buatan sendiri Sinovac dan berniat mencari cara baru meningkatkan keampuhan vaksin.

https://p.dw.com/p/3rt3M
Coronavirus | Illustration zum chinesischen Impfstoff Sinovac
Foto: Pavlo Gonchar/ZUMA Wire/imago images

Untuk pertama kalinya pejabat tinggi Cina mengakui rendahnya keampuhan vaksin corona buatan dalam negeri. "Vaksin-vaksin Cina tidak memiliki tingkat perlindungan yang tinggi," kata Direktur Badan Pengawasan dan Pencegahan Penyakit Cina, Gao Fu, dalam sebuah konferensi di Chengdu.

Lembaganya kini berusaha mencari cara baru meningkatkan efikasi Sinovac dan Sinopharm, antara lain dengan mencampurkannya dengan vaksin lain, tutur Gao.

Namun menurut laporan media berbahasa Inggris milik Cina, The Global Times, Gao menilai komentarnya itu banyak "disalahpahami." Kepada Associated Press, Gao mengatakan dia berbicara tentang tingkat efikasi "vaksin-vaksin di dunia, bukan Cina." Namun dia menolak menjawab secara rinci jenis vaksin yang dia maksud.

Dalam pertemuan di Chendu, Gao banyak membahas keampuhan vaksin berbasis mRNA seperti yang dikembangkan BioNTech/Pfizer. Menurutnya terobosan vaksin DNA memiliki banyak keuntungan. Padahal Desember silam, dia masih meragukan keamanan vaksin mRNA, lantaran untuk pertama kalinya digunakan pada manusia sehat.

Pernyataan Gao mengisyaratkan Cina sedang mengembangkan vaksin baru berbasis mRNA. Hal ini diakui oleh seorang pejabat pemerintah di Beijing. "Vaksin mRNA yang dikembangkan di dalam negeri sudah memasuki tahap kritis pada uji klinis," kata Wang Huaqing, tanpa merinci tenggat waktu pengembangan.

Mencampurkan vaksin demi tingkatkan efikasi

Sejauh ini Cina sudah mengizinkan empat vaksin corona. Kebanyakan menggunakan virus mati sebagai media pemicu kekebalan tubuh. Dua vaksin, Sinovac dan Sinopharm, yang diproduksi pemerintah saat ini sudah disebar di 22 negara, termasuk Indonesia, Meksiko, Turki, Hongaria dan Brasil.

Di Brasil, uji klinis yang dilakukan pemerintah terhadap vaksin Cina hanya menghasilkan tingkat efikasi sebesar 50 persen dalam mencegah penularan. Sementara keampuhannya menghadang gejala berat Covid-19 mencapai 80 persen. Adapun data resmi dari Cina sendiri menunjukkan tingkat efikasi yang lebih tinggi, yakni 79,3% dan 72,5% dalam mencegah penularan.

Sementara sebuah vaksin lain buatan Cina, CanSino, tercatat hanya memiliki efikasi sebesar 65% melawan penularan.

Pemerintah di Beijing sejauh ini sudah menggunakan 161 juta dosis vaksin buatan dalam negeri selama kampanye imunisasi tahun lalu. Cina berencana memberikan vaksin ke setidaknya 40% penduduk hingga bulan Juni.

Juru bicara Sinovac, Liu Peicheng, mengatakan pihaknya mencatat tingkat efikasi berbeda-beda yang dihasilkan uji klinis di berbagai negara terhadap vaksin buatannya. Namun menurutnya hal itu bisa diakibatkan oleh banyak faktor, antara lain usia peserta studi atau galur virus corona.

Dia menyarankan agar pemberian vaksin ditunda selama setidaknya 14 hari antara dosis pertama dan kedua. Dengan cara itu tingkat efikasi Sinovac bisa ditingkatkan.

Badan Pengawas Penyakit Cina saat ini sedang mempertimbangkan untuk menyampur jenis vaksin yang berbeda untuk meningkatkan efikasi. Vaksin yang disebutkan adalah milik BioNTech dan AstraZeneca. Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) setiap vaksin berdaya efikasi di atas 50 persen tetap berguna untuk mengakhiri pandemi corona.

rzn/gtp (ap, rtr)