1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
EkonomiBangladesh

Bangladesh Berharap pada Energi Nuklir dari Rusia

10 Januari 2023

Bangladesh bersiap menyambut pembangkit nuklir pertama tahun depan. Proyek raksasa itu bergantung sepenuhnya pada teknologi dan pembiayaan dari Rusia. Analis mempertanyakan keamanan dan kemampuan finansial Dhaka.

https://p.dw.com/p/4LuWB
Mati listrik di Dhaka
Mati listrik di DhakaFoto: Mahmud Hossain Opu/AP Photo/picture alliance

Udara yang berdebu tidak menyurutkan minat pengemudi mobil untuk menepi dan membeli es krim di sebuah sudut di barat daya Bangladesh. Hanya saja, para pembeli yang datang bukan warga lokal, melainkan tenaga kerja asal Rusia.

Sejak 2017, Bangladesh membangun pembangkit listrik tenaga nuklir pertama di dekat perbatasan India dengan bantuan Rusia. Dua blok pertama dijadwalkan mulai beroperasi pada akhir 2023, adapun reaktor kedua akan tuntas setahun setelahnya.

Perusahaan pemerintah Rusia, Rosatom, ditunjuk untuk membangun pembangkit dan melakukan transfer teknologi. Sebanyak 90 persen pendanaan proyek berasal dari utang senilai USD 11,3 miliar, yang rencananya akan mulai dibayar Bangladesh selama dua dekade sejak 2027.

Noyon Ali, 22, pedagang es krim di Rooppur, menilai proyek raksasa ini turut merangsang pertumbuhan ekonomi lokal. "Banyak restoran, salon kecantikan dan toko-toko komersil lain yang bermunculan di sini untuk memenuhi kebutuhan warga Rusia dan tenaga kerja Bangladesh yang berdatangan dari penjuru negeri," ujarnya.

Menurut laporan media-media lokal, sebanyak 33.000 tenaga kerja didatangkan, termasuk 4.000 warga Rusia. Tingkat kepadatan warga asing yang tinggi ini membuat Rooppur mendapat julukan "Russpur" atau kota Rusia dari warga lokal.

Pembangkit nuklir pertama Bangladesh direncanakan memiliki kapasitas 2.400 megawatt. Jika selesai, negeri sejuta sungai di Asia Selatan itu akan menjadi negara ke-30 yang memanfaatkan energi nuklir. Proyek di Rooppur diharapkan bisa menjadi jalan paling ramah iklim bagi Bangladesh untuk mengamankan pasokan listrik di dalam negeri, kata Ijaz Hossain, dose di Universitas Mesin dan Teknologi Bangladesh (BUET) di ibu kota Dhaka.

Namun begitu, keterlambatan konstruksi, lonjakan ongkos pembangunan dan kekhawatiran perihal keamanan reaktor menyurutkan dukungan publik bagi megaproyek tersebut.

Ragam masalah

Pemerintah di Dhaka membenarkan bahwa pembangkit nuklir di Rooppur tidak akan rampung sesuai jadwal. Keterlambatan diklaim diakibatkan oleh pandemi Covid-19 dan keterbatasan komponen. Menurut rencana teranyar, pembangkit baru akan beroperasi pada pertengahan 2024 nanti.

Atomstroiexport (ASE), perusahaan Rusia yang fokus pada konstruksi pembangkit nuklir, mengaku "akan melakukan semua upaya" agar pembangkit di Rooppur siap beropasi ketika pasokan pertama bahan bakar nuklir tiba tahun ini. Meski begitu, produksi listrik "bergantung pada banyak faktor dan tidak semua berada dalam kuasa kami," kata Alexey Deriy, manajer proyek Atomstroiexport, merujuk pada insiden Desember silam, ketika kapal Rusia yang mengangkut bahan bakar nuklir dilarang berlabuh di Bangladesh karena mendapat sanksi AS.

Masalah Energi Nuklir Yang Belum Terpecahkan Sejak Separuh Abad Lalu

Ragam keterlambatan yang memicu lonjakan biaya pembangunan memperkuat kritik terhadap pemerintah di Dhaka. Namun Deriy bersikeras, kendati biaya pembangunan yang tinggi, ongkos pengoperasian pembangkit akan lebih murah selama 60 tahun masa hidupnya.

Shafiqul Islam, Guru Besar Ilmu Nuklir di Massachusetts Institute of Technology (MIT), AS, mengatakan, analisanya menunjukkan pembangkit listrik di Rooppur tergolong kompetitif dari segi komersial, dibandingkan pembangkit listrik tenaga minyak atau energi terbarukan. Namun begitu dia pun mewanti-wanti terhadap lonjakan ongkos akibat keterlambatan proyek.

ASE saat ini giat melatih tenaga ahli Bangladesh yang berjumlah 660 orang. Secara keseluruhan, sebanyak 1.120 tenaga ahli dan 350 pegawai tambahan akan menjalani pelatihan oleh Rosatom.

Kendati begitu, minimnya pengalaman Bangladesh dalam menanggulangi bencana nuklir turut menjadi kekhawatiran publik. "Saya tidak ingin membayangkan jika terjadi kecelakaan," kata Md. Milon, seorang warga logal.

Kekhawatiran tersebut bukan tanpa alasan. Rooppur dibangun di tepi Sungai Padma yang rajin dilanda banjir. Tapi Shafiqul Islam dari MIT meyakini risiko kecelakaan tergolong kecil berkat teknologi rekator generasi ketiga yang digunakan Rusia. Meski demikian, dia menyarankan agar pemerintah tidak tergesa-gesa membangun pembangkit baru.

"Kita harus menunggu generasi terbaru teknologi nuklir yang lebih aman, terjangkau secara finansial dan muda dikelola," katanya.

rzn/pkp (Reuters)