1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Hidrogen Sebagai Bahan Bakar Mobil dan Pemanas Ruangan

Miltiades Schmidt
26 Maret 2022

Harga bahan bakar meningkat drastis di seluruh dunia. Kawasan Desa Bosbüll di Jerman utara ingin prioritaskan hidrogen dan tunjukkan bahan bakar ini punya masa depan hijau.

https://p.dw.com/p/48NG5
Bus hidrogen
Bus hidrogenFoto: DW

Di sebuah desa di bagian paling utara Jerman terdapat proyek model pertama, di mana sebuah kawasan bertekad untuk bertahan tanpa bahan bakar fosil, dan sepenuhnya menggunakan hidrogen. 

Sejak beberapa pekan belakangan, dua bus berbahanbakar hidrogen digunakan untuk mengangkut penumpang. Untuk proyek itu, dibangun khusus beberapa tempat pengisian bahan bakar hidrogen.  

Bagi Sven Hänsel yang berprofesi sebagai pengemudi bus, jenis bus berbahanbakar hidrogen bagus karena tidak ribut. "Orang hanya mendengar motor listrik dan putaran gigi persneling." Ia menambahkan, mesinnya tidak bising. 

Hidrogen sebagai Sumber Energi Berkelanjutan?

Sampai-sampai jika penumpang di bus mengobrol, dia bisa mendengar percakapan mereka. "Kadang kurang enak. Tapi lama-kelamaan saya tidak mendengar lagi obrolan penumpang, dan hanya memperhatikan situasi lalu lintas”, ujar pengemudi bus berbahan bakar hidrogen ini.

Kendala pompa pengisian bahan bakar

Daniel Marx, pimpinan perusahaan DB Regio Bus Nord mengungkapkan, saat ini masalah aktualnya adalah sulitnya mengisi bahan bakar. "Tepatnya, antara bus dan instalasi tidak ada koneksitas," begitu dikatakan Daniel Marx. Ini masalah piranti lunak, tapi bisa diselesaikan dengan beberapa aktualisasi.

Inti proyek hidrogen adalah instalasi elektrolisis. André Steinau, yang menggagas proyek model bernama eFarm itu, punya perusahaan instalasi elektrolisis dengan biaya pembuatan senilai beberapa juta Euro. Di perusahaan itu, hidrogen diekstrasi dari air di dalam wadah raksasa. Untuk itu dibutuhkan banyak energi listrik.

André Steinau menjelaskan, mereka tidak ingin menyia-nyiakan listrik. Ide mereka adalah, menyimpan listrik untuk dipakai nanti, kalau energi terbarukan tidak bisa diakses. "Selain itu kami juga akan mencari penggunaan di mana energi tidak hanya dikembalikan ke jaringan listrik, melainkan ke sektor-sektor lain seperti mobilitas dan penghangat ruangan," demikian dijelaskan André Steinau. 

Metode yang digunakan saat ini: dengan bantuan listrik dari tenaga angin, hidrogen dipisahkan dari air yang sudah dibersihkan. Ini kemudian diangkut ke tempat pengisian bahan bakar hidrogen. 
 
Dalam proses untuk mendapatkan hidrogen, terbentuk suhu tinggi. Panas kemudian dialirkan ke jaringan lokal untuk disalurkan. Dengan cara itu, rumah-rumah penduduk dapat dihangatkan saat musim dingin, tanpa melepas emisi CO2.   

Suhu tinggi jadi produk awal

Tepatnya rumah-rumah di desa Bosbüll, yang berlokasi tak jauh dari sana. Max Böhm yang berprofesi sebagai pengrajin di desa itu sudah merasakan keuntungannya. 

Suhu hangat itu jadi hasil awal proyek. Untuk bus-bus, ini juga baru awalnya, kata Max Böhm, sambil menambahkan, tentu lebih baik lagi, jika di sini ada satu atau dua mobil pribadi berbahanbakar hidrogen. 

"Saat ini, dari segi harga belum memungkinkan bagi setiap orang, atau bagi kami untuk membeli mobil hidrogen seperti itu," kata Max Böhm. Tapi ia bisa membayangkan, di masa depan itulah yang akan terjadi. 

Sebuah mobil berbahanbakar hidrogen harganya dua kali lipat dari mobil jenis atau model serupa yang berbahanbakar diesel. Oleh sebab itu baru 30 unit yang ada di kawasan itu.  

Bahanbakarnya juga relatif lebih mahal. Untuk perjalanan 500 km, orang harus membeli bahan bakar seharga 50 Euro. Sedangkan kalau mobil diesel, hanya 47 Euro, dan pada mobil listrik bahkan hanya 25 Euro. 

Perlindungan iklim perlu dana besar

André Steinau mengatakan, “Kita juga harus sadar, perekonomian yang berorientasi pada perlindungan iklim harganya mahal, dibanding yang berbahanbakar fosil." Itulah perlindungan iklim. Sekarang semua orang ingin menyelamatkan bumi, dan sekarang kita berada di awal teknologi yang sudah lama ada, tapi belum diproduksi massal. "Sudah ada penggunaannya, tapi jika massal akan lebih murah,” demikian dijelaskan André Steinau.

Diprediski dalam beberapa tahun ke depan, penggunaan energi yang ramah iklim sudah akan lebih ekonomis, seperti halnya energi biasa. Banyak orang di  kawasan utara Jerman ini percaya kemungkinan itu. Karena sudah bisa dilihat, tekniknya dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari. (ml/inovator)