1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Belgia Mencoba Mengelola Sejarah Gelap Kolonialisme

Monir Ghaedi
3 Februari 2021

Sekelompok aktivis Belgia menuntut penanganan masalah ras dan kolonialisme yang lebih serius. Beberapa bulan lalu, Belgia mulai mencoba mengelola sejarah gelap kolonialismenya di Afrika.

https://p.dw.com/p/3ol1K
Aksi protes rasisme dan politik sejarah kolonialisme Belgia di Brussels
Aksi protes rasisme dan politik sejarah kolonialisme Belgia di BrusselsFoto: DW/D. De Lorenzo

Pertengahan tahun lalu, Belgia juga sempat dilanda aksi protes anti rasisme Black Live Matters, setelah seorang anak muda warga Belgia berkulit hitam meninggal dalam tahanan polisi. Tuntutan makin deras agar negara yang punya sejarah kolonialisme yang kejam melakukan lebih banyak terkait hal ini. Parlemen Belgia lalu membentuk komisi khusus untuk mempelajari masa lalu kolonialnya.

Pada bulan Juli tahun lalu, Raja Philippe mengirim surat kepada presiden Republik Demokratis Kongo dan menyampaikan 'penyesalan terdalam' atas '' tindakan kekerasan'' yang telah dilakukan oleh Belgia di masa lalu.

Setelah lama menolak, sekolah-sekolah akhirnya mengumumkan bahwa pelajaran tentang kolonialisme dan dekolonisasi akan dimasukkan dalam kurikulum sekolah. Namun bagi banyak orang, langkah-langkah kecil yang diambil Belgia masih belum cukup untuk mendorong perubahan yang signifikan.

Pejuang kemerdekaan dan pemimpin Kongo Patrice Lumumba menuju Gedung PBB di New York, 1960.
Pejuang kemerdekaan dan pemimpin Kongo Patrice Lumumba menuju Gedung PBB di New York, 1960. Januari 1961 dia dibunuh perwira Belgia dalam sengketa politik di negaranya.Foto: picture-alliance/AP Photo

Pembunuhan Patrice Lumumba, simbol kekejaman kolonialisme Belgia

Patrice Emery Lumumba adalah pejuang kemerdekaan Kongo yang menjabat sebagai Perdana Menteri pertama Republik Kongo, setelah deklarasi kemerdekaan dari penjajahan Belgia dan pemilu tahun 1960.

Namun di tengah kekalutan politik dan perebutan kekuasaan, setahun kemudian Lumumba dan dua politisi lain dibunuh Januari 1961 di bawah operasi yang dirancang anggota militer Belgia. Jasadnya tidak pernah ditemukan. Menurut penyelidikan yang dilakukan komisi parlemen Belgia yang dibentuk tahun 1991, jasadnya sengaja dihilangkan para pembunuhnya dengan menggunakan larutan asam. Para pelakunya tidak ada yang diajukan ke pengadilan, dengan alasan sudah berusia lanjut.

"Apa yang menyebabkan pembunuhan Patrice Lumumba, adalah persepsi supremasi; mentalitas 'kami lebih baik dari Anda, kami bisa datang ke negara Anda, ambil sumber daya Anda dan bunuh para pemimpin Anda'," kata Branda Audima dari kelompok Intal Solidarity, sebuah LSM yang bekerja untuk meningkatkan kesadaran tentang aspek dan dampak kolonialisme.

Barulah September tahun lalu, Belgia setuju untuk memfasilitasi pemulangan satu-satunya bagian tubuh Patrice Lumumba yang tersisa ke Kongo: giginya. Gigi itu diam-diam disimpan oleh mantan perwira polisi Gerard Soete.

Patung pemujaan Leopold II di Brussels
Patung pemujaan Leopold II di Brussels sekarang jadi sasaran aksi protes anti rasismeFoto: DW/D. De Lorenzo

Secercah harapan lokal

Sebuah alun-alun kecil di Brussels tahun 2018 menjadi pengingat peristiwa gelap itu: Lumumba Square. Di sana ada papan kecil yang menceritakan kisahnya. Inilah satu dari sedikit monumen yang menampilkan kebrutalan pemerintahan kolonial Belgia di Afrika.

Sementara banyak sekali patung dan tugu peringatan, yang mengagungkan masa lalu Belgia sebagai penguasa kolonial. Misalnya pencatatan sejarah tentang Raja Leopold II yang kontroversial - yang secara kejam menaklukkan Kongo. Di bawah pemerintahannya, sekitar 10 juta warga Kongo saat itu terbunuh.

"Saya ingat penyelidikan ekstensif atas pembunuhan Lumumba ... meskipun ada perdebatan panjang, tapi tidak ada yang benar-benar dilakukan," kata Dr. Karel Arnaut dari Universitas Leuven. Dia mengajar dan meneliti isu antarbudaya, migrasi, dan minoritas, dan belum kehilangan harapan.

"Apa yang kita lihat hari ini di Belgia, adalah munculnya banyak inisiatif lokal dan akar rumput yang bertujuan untuk memerangi warisan kolonialisme," kata Karel Arnaut.

Akhir Januari lalu, Dewan Kota Ghent menyetujui desakan yang menyerukan penggantian nama jalan Leopold II. Sebelumnya, patung Leopold II sudah disingkirkan setelah ada aksi protes lokal.

"Ini yang membuatku berharap," kata Karel Arnaut.

(hp/ gtp)