1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Apakah BRICS Ingin Saingi Kelompok G7?

29 Maret 2023

Dengan pertumbuhan ekonomi tercepat, peran geopolitik negara-negara BRICS kian menguat. Kelompok lintas benua itu kini menawarkan forum diplomatik dan pendanaan pembangunan di luar aliansi Barat.

https://p.dw.com/p/4PNbq
KTT BRICS 2017 di Cina
KTT BRICS 2017 di Xiamen, Provinsi Fujian, Cina.Foto: Wu Hong/AP Images/picture alliance

Akronim BRICS awalnya dipopulerkan sebagai ungkapan optimistik bagi negara-negara yang kala itu mencatatkan pertumbuhan ekonomi paling pesat. Kini, Brasil, Rusia, India, Cina dan Afrika Selatan malah menjelma menjadi pesaing Barat dalam diplomasi dan investasi

"Mitos kelahiran BRICS sebagai kekuatan ekonomi yang berkembang pesat mulai sirna,” kata Günther Maihold, Wakil Direktur German Institute for International and Security Affairs (SWP), kepada DW.

"Negara-negara BRICS saat ini sedang mendapat momentum geopolitik.” Menurutnya, kelima negara berusaha memosisikan diri sebagai perwakilan negara-negara miskin, dan "model alternatif terhadap G7,” ujarnya merujuk pada kelompok negara terkaya di dunia itu.

Kelompok G7 didirikan pada 1975 dan beranggotakan Amerika Serikat, Jerman, Inggris, Prancis, Jepang, Kanada dan Italia, serta ditambah Uni Eropa.

Adapun akronim BRICS awalnya diperkenalkan oleh Jim O'Neill pada 2001, saat menjabat ekonom kepala di bank investasi AS, Goldman Sachs. Saat itu, kelima negara secara stabil mencatatkan pertumbuhan ekonomi di atas rata-rata.

Bank Pembangunan Baru (NDB)
Kantor pusat Bank Pembangunan Baru (NDB) di Shanghai, CinaFoto: Ji Haixin/MAXPPP/dpa/picture alliance

Bagi kritik, BRICS hanyalah siasat pemasaran oleh Goldman Sachs, karena dinilai tidak mencerminkan kesatuan geografis, budaya atau politik. 

Tapi apa yang berawal sebagai taktik dagang kini menjelma menjadi wadah kerja sama antarpemerintah, serupa G7. Pada 2009, empat negara menggelar KTT pertama di Yekaterinburg, Rusia. Setahun kemudian, Afrika Selatan bergabung dan menambahkan huruf S pada BRICS. 

Pesaing baru Bank Dunia

Kerja sama itu membuahkan Bank Pembangunan Baru (NDB) yang disuntik modal sebesar USD 50 miliar. 

Dengan mengembangkan mekanisme bantuan bagi negara yang mengalami gagal bayar, lembaga tersebut tidak hanya tampil sebagai alternatif bagi Bank Dunia, tapi juga Dana Moneter Internasional.

Tanpa mekanisme berbelit ala IMF, sejumlah negara di dunia mendaftar keanggotaan di NDB. Pada 2021, Mesir, Uni Emirat Arab, Uruguay dan Bangladesh tercatat sebagai anggota, meski dengan iuran yang lebih rendah ketimbang negara-negara BRICS. 

Daya pikat BRICS yang tinggi diakui Menteri Luar Negeri Afrika Selatan, Naledi Pandor, awal Maret silam. "Arab Saudi adalah salah satunya,” kata dia, "termasuk Meksiko, Aljazair dan Nigeria.”

"Setelah kita menentukan kriteria pinjaman, kami akan mengambil keputusan,” imbuhnya, merujuk pada KTT Agustus mendatang. 

Ukraine: Are new alliances dividing the world?

Mencegah meluasnya aliansi pro-Cina

Pada 2021 lalu, nilai Produk Domestik Brutto (PDB) Cina mencapai USD 18 triliun. Adapun PDB India berkisar USD 3,1 triliun. Setelah pandemi Covid-19, pertumbuhan di Brasil, Afsel dan Rusia mengalami kemacetan.

Günther Meihold, analis keamanan di Jerman, menilai aliansi BRICS belum bisa dianggap sebagai pesaing Barat, melainkan forum bagi menguatnya kedaulatan dan otonomi di belahan Bumi selatan.

Dalam dunia bipolar antara Cina dan Rusia melawan AS dan Eropa, negara-negara seperti Afrika Selatan, India atau Brasil hanya "ingin mengupayakan kondisi yang lebih baik.”

Cina sebaliknya berusaha menggunakan wadah diplomatik tersebut untuk ambisi politiknya sendiri, tukas Maihold. Dia merujuk pada mediasi perang di Ukraina dan latihan militer gabungan dengan Rusia di Afrika Selatan.

Maihold yakin, negara-negara Barat "memantau perkembangannya dengan seksama,” dan sudah menyiapkan langkah tandingan. "Pada KTT G7 di Jerman 2022 lalu, mereka secara simbolik mengundang Afrika Selatan dan India. Hal ini sukses mencegah munculnya kesan persaingan antara G7 melawan BRICS.”

(rzn/pkp)

Astrid Prange
Astrid Prange de Oliveira Editor DW dengan fokus pada tema Brasil, globalisasi, agama, etika, hak asasi manusia