1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Ketahanan Pangan

20.000 Ton Beras Bulog Terancam Busuk, Mau Diapakan?

Detik News
3 Desember 2019

20.000 ton beras Bulog terancam busuk akibat disimpan terlalu lama dan mengalami penurunan mutu. Perum Bulog tengah putar otak, mulai dari menjual murah beras yang masih layak konsumsi, hingga diolah menjadi ethanol.

https://p.dw.com/p/3U7ku
Säcke mit Reis
Foto: Fotolia/Rhombur

Perum Bulog menghitung ada 20.000 ton cadangan beras pemerintah (CBP) yang terancam dibuang. Puluhan ribu ton beras tersebut disimpan lebih dari empat bulan, sehingga berpotensi mengalami penurunan mutu seperti pembusukan. Sesuai Peraturan Menteri Pertanian Nomor 38 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Cadangan Beras Pemerintah, maka beras tersebut harus dimusnahkan.

Siapa yang ganti rugi?

Karena beras yang terancam dimusnahkan adalah CBP, maka Bulog meminta ganti rugi pemerintah, dalam hal ini Menteri Keuangan.

"Karena ini uang negara, harus diganti oleh Kementerian Keuangan. Alhamdulillah Permentan-nya ada tapi di Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nggak ada. Jadi di PMK-nya nggak ada. Jadi nggak bisa diselesaikan," kata Direktur Operasional dan Pelayanan Publik Perum Bulog Tri Wahyudi di Aston at Kuningan Suites, Jakarta, 29 November 2019.

Masalahnya di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) belum ada aturan untuk menganggarkan ganti rugi tersebut.

"Ini kami sudah usulkan. Kami sudah jalankan sesuai Permentan. Tapi untuk eksekusi disposal, anggarannya tidak ada. Kalau kami musnahkan gimana penggantiannya," ujarnya.

Dia menjelaskan bahwa saat ini Kemenkeu melalui Badan Kebijakan Fiskal (BKF) masih dalam tahap mengkaji payung hukum tersebut. Itu menurutnya bakal memakan waktu. "Sekarang masih dikaji di BKF. Dan bisa lama sampai 6 bulan," sebutnya.

Sri Mulyani
Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani.Foto: picture-alliance/AA/S. Corum

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati merespons permintaan Perum Bulog untuk diberikan ganti rugi atas beras 20 ribu ton yang terancam di-disposal atau dibuang.

Dirinya mengatakan akan membahas hal tersebut saat rapat nanti dengan Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto. Dia belum mengetahui detail permintaan dari Perum Bulog. Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu pun belum bisa memberikan keterangan lebih jauh.

"Nanti kita lihat kalau sudah dirapatkan di Menko ya. Saya lihat semuanya," kata dia di kantornya, Jakarta Pusat, di hari yang sama.

Baca juga: Musim Kemarau Melanda, 100 Ribu Hektar Sawah Kekeringan

Alternatif dijual murah

Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso (Buwas) menegaskan bahwa 20.000 ton beras yang turun mutu atau terancam busuk tak dibuang begitu saja.

"Jadi tidak berarti semua dibuang, tidak," ungkap Buwas di kantornya, Jakarta, Selasa (3/12/2019).

Ia menyebutkan ada beberapa alternatif yang dapat diterapkan untuk beras-beras tersebut. Pertama, yakni dijual dengan harga murah jika dinyatakan masih layak konsumsi. Lalu, dialihfungsikan menjadi tepung atau pakan ternak. Terakhir jika memang tak layak konsumsi maka beras tersebut dapat diolah jadi ethanol.

"Apakah ini bisa digunakan, dijual dengan harga yang diturunkan. Karena sudah tidak lagi standar premium. Atau sudah tidak bisa digunakan, beras kita ubah jadi tepung. Atau juga bisa kita jual untuk pakan ayam, diubah. Tentu harganya akan selisih, turun. Atau yang dinyatakan sama sekali tak layak konsumsi baik hewan apalagi manusia maka akan dimanfaatkan untuk apa? Umpama yang paling rendah sekarang itu bisa dibuat menjadi ethanol," terang Buwas.

Dalam menentukan alternatif tersebut, Buwas menunggu hasil pengecekan dari laboratorium, BPOM, dan juga rekomendasi Kementerian Pertanian (Kementan).

"Ada tahapannya. Melalui proses pemeriksaan laboratorium, dan Badan POM. Dan juga memperoleh rekomendasi Kementan," pungkas Buwas.

Baca juga: Cegah Gagal Panen, Indonesia Semai Awan di Daerah Kekeringan

Tagar #TangkapEnggar menggema

Pada tahun 2018 Kementerian Perdagangan (Kemendag) yang dipimpin oleh Enggartiasto Lukita menerbitkan izin impor beras. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia melakukan impor beras sebanyak 2,25 juta ton sepanjang tahun 2018 dengan nilai US$ 1,03 miliar.

Kebijakan impor tahun lalu itu jadi bahan perbincangan dan dituding menjadi penyebab stok 20.000 ton beras Bulog saat ini terancam busuk. Lantas, bagaimana kebenaran itu?

Menjawab hal tersebut, Direktur Operasional dan Pelayanan Publik Perum Bulog, Tri Wahyudi menegaskan bahwa kebijakan impor beras tahun lalu tak menjadi penyebab 20.000 ton beras turun mutu.

"(Impor) nggak ada pengaruh," tegas Tri di kantornya, Jakarta, Selasa (3/12/2019). Menurutnya, impor tersebut justru memperkuat stok cadangan beras pemerintah (CBP).

"Dengan stok impor nggak masalah, justru menguatkan stok pemerintah," kata Tri.

Apalagi melihat kondisi cuaca yang hingga saat ini belum juga menunjukkan curah hujan yang baik untuk musim tanam padi.

"Kita lihat sekarang hujan sudah datang belum? Bulan-bulan ini sudah harus tanam belum?" imbuh dia.

Dengan kondisi cuaca ini, menurut Tri justru stok beras eks-impor itu malah mengamankan CBP. "Dengan stok sebesar ini buat kita tenang saja, karena ada potensi tanam dan panen mundur. Kalau kemarin hujan di bulan Agustus mungkin Januari sudah panen. Sekarang belum hujan kan? Liat saja Pantura masih kering, jadi belum. Bayangkan kalau bulan Desember baru tanam, panennya mundur," pungkas Tri.

Sebagai informasi, sejak kemarin, Senin (2/12/2019) tagar #TangkapEnggar juga ramai di Twitter. Cuitan yang menggunakan tagar tersebut berisikan komentar warganet atas kebijakan impor yang diberikan Enggar. Kebijakan itu dinilai memberi andil terhadap 20.000 ton beras Bulog yang terancam busuk.

(pkp/gtp)

Baca selengkapnya: detiknews

20.000 Ton Beras Bulog Terancam Busuk hingga Mau Dibuang

20.000 Ton Beras Bulog Terancam Busuk, Mau Diapakan?

20.000 Ton Beras Bulog Terancam Busuk, Muncul #TangkapEnggar