1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

28 Juta Anak Kehilangan Tempat Tinggal

7 September 2016

Menurut laporan terbaru UNICEF, mereka antara lain adalah pengungsi anak dan pencari suaka. 45 persen pengungsi anak berasal hanya dari Suriah dan Afghanistan.

https://p.dw.com/p/1Jx10
Albanien Kinder Straßenkinder Tirana
Foto: Getty Images/G.Shkullaku

Anak-anak membentuk sekitar sepertiga populasi dunia. Tapi mereka juga jadi separuh dari jumlah seluruh pengungsi di dunia. Demikian laporan terbaru UNICEF, yang diterbitkan Selasa (6/9). Jumlah pengungsi anak meningkat dua kali lipat dalam dekade terakhir. Demikian ditekankan laporan berjudul "Uprooted: The growing crisis for refugee and migrant children".

"Yang paling penting adalah fakta bahwa pengungsi anak adalah anak-anak, dan harus diperlakukan sebagai anak-anak," kata Ted Chaiban, Direktur Badan Urusan Anak-Anak PBB tersebut. "Mereka harus dilindungi. Mereka perlu akses untuk dapat pelayanan, seperti pendidikan."

Merkel pemimpin yang perhatikan masalah kemanusiaan

Bersamaan dengan itu, kepala Badan PBB Urusan Pengungsi (UNHCR) Filippo Grandi menyatakan kepada harian Italia La Repubblica, sejauh ini, Kanselir Jerman Angela Merkel adalah pemimpin yang paling memperhatikan isu kemanusiaan.

Ia menekankan juga, menjadi seorang pemimpin berarti juga memperhatikan perasaan khawatir rakyatnya, dan mampu mengatasinya. "Tapi pada saat bersamaan tetap punya rencana dan visi jangka panjang, yang selalu melibatkan tantangan terhadap solidaritas," kata Grandi.

Walaupun menghadapi banyak kritik, juga dari kalangan partainya sendiri, Merkel tetap berpegang pada politik pengungsi yang sudah dijalankan, sambil meningkatkan keamanan bagi rakyat Jerman, mengingat tetap adanya ancaman teroris yang menyusup di antara pengungsi.


Sebagian pengungsi anak meminta suaka

Dari 28 juta anak yang kehilangan tempat tinggal, 10 juta di antaranya jadi pengungsi, dan sekitar sejuta jadi peminta suaka yang statusnya belum diputuskan. Sisanya terpaksa lari dari kampung halaman karena konflik dan tetap berada di negara sendiri.

Menurut laporan itu, 45% pengungsi anak berasal hanya dari dua negara: Suriah and Afghanistan.

Lagi pula, semakin banyak anak-anak yang berada di pengungsian mengadakan perjalanan tanpa orang tua. Sekitar 100.000 dari mereka meminta suaka di 78 negara tahun 2015. Tiga kali lipat jumlahnya di tahun 2014.

Menurut laporan, diperkirakan sekitar 20 juta anak berikutnya jadi imigran karena didesak antara lain oleh kemiskinan dan kekerasan antar kelompok kriminal.

Pengungsi anak hadapi banyak bahaya

Pengungsi dan anak-anak imigran menghadapi serangkaian bahaya seperti tenggelam saat menyeberang lautan, kelaparan, dehidrasi, penculikan, pemerkosaan dan pembunuhan. Saat tiba di negara lain, mereka kerap menghadapi diskriminasi dan xenofobia.

Penulis laporan mengungkap: "Dunia mendengar cerita pengungsi anak, satu demi satu, dan dunia bisa menyokong anak itu. Tapi jika kita bicara tentang jutaan, itu menyulut rasa marah dan memperjelas pentingnya solusi masalah yang jadi penyebabnya," kata Emily Garin.

UNICEF menyerukan komunitas internasional untuk menyediakan proteksi, edukasi dan layanan kesehatan untuk anak-anak ini. Ia juga menyerukan pemerintah untuk melihat awal masalah dan mencari penyelesaian yang menyebabkan pergerakan masal imigran dan pengungsi.

ml/vlz (dpa, afp, ap)

"Not every refugee comes in good intentions"