1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Ashtiani Iran

4 Januari 2011

Tanpa disangka-sangka, Sakineh Mohamadi Ashtiani, yang terancam hukuman rajam sampai mati menyatakan akan menuntut dua jurnalis Jerman, pengacaranya dan seorang aktivis HAM Iran di Jerman.

https://p.dw.com/p/ztNC
Sakineh Mohammadi AshtianiFoto: AP

Pekan ini ada dua hal yang mendorong perhatian kepada Sakineh Ashtiani, perempuan Iran yang dijatuhi hukuman mati. Yang pertama adalah, bahwa puluhan politisi dan tokoh Jerman menuntut pimpinan Iran untuk membebaskan dua jurnalis Jerman yang ditahan setelah tanpa ijin mencoba mewawancarai putra Sakineh Ashtiani. Selain itu, karena Ashtiani dalam sebuah siaran televisi menyatakan akan menuntut kedua jurnalis tersebut, karena seperti ia ungkapkan: "mereka telah mempermalukan dirinya dan negaranya."

Mendengar itu, banyak orang bereaksi penuh iritasi dan kemarahan. Dan itu beralasan. Terlihat jelas, Ashtiani dipaksa mengatakan hal itu. Di Iran, pemaksaan serupa sering terjadi. Penting juga diperhatikan, bahwa akibat pernyataan Ashtiani, kasus penahanan kedua jurnalis Jerman itu menjadi semakin pelik.

Sebersit latar belakang: Juli tahun lalu, pengadilan banding di Tabriz mengukuhkan hukuman rajam yang dijatuhkan kepada Sakineh Ashtiani, dengan alasan terlibat dalam pembunuhan suaminya dan telah berzinah. Putusan pengadilan itu menyulut protes internasional. Banyak seniman, tokoh, politisi dan aktivis Hak Azasi Manusia menuntut Iran agar membatalkannya. Para penguasa Iran menepis protes itu, menilainya sebagai campur tangan yang tidak dapat diterima dalam urusan dalam negeri.

Tidak jelas bagaimana munculnya ide pada kedua jurnalis Jerman itu, seorang wartawan dan fotografer dari harian Bild, untuk berangkat ke Tabriz dan mewawancarai putra dari Sakineh Ashtiani. Yang jelas, niat untuk melakukannya cukup naif. Keduanya ditangkap 10 Oktober tahun lalu dan sejak itu berada dalam tahanan. Upaya diplomatis untuk membebaskan kedua jurnalis itu sampai kini tidak membuahkan hasil.

Kemungkinan Ashtiani akan menuntut membuat masalahnya semakin rumit. Di Republik Islam Iran, nyawa manusia tidak ada harganya. Pemerintah ultra-konservatif yang dipimpin Presiden Mahmud Ahmadinedjad akan menggunakan apa saja yang dapat mengukuhkan kekuasaannya.

Menurut Amnesty International, Iran merupakan negara ke dua setelah Cina, yang paling banyak menjatuhkan hukuman mati. Setelah Revolusi Islam 1979 di Iran, hukuman gantung dan hukuman rajam sampai mati berulangkali diselenggarakan. Tapi suara protes hampir tak terdengar.

Sejak 2008 jumlah hukuman mati yang dijatuhkan semakin banyak. Kini seluruh dunia menyoroti Iran dengan seksama. Dampaknya? Protes meluas terhadap segala bentuk pelanggaran HAM dan protes ini bagaikan duri di mata Iran.

Untuk memusnahkan legitimasi kritik internasional, mesin propaganda Iran memperalat ketakutan yang dihadapi Sakineh Ashtiani dan putranya. Kita tidak boleh terkicuh oleh manuver ini. Protes luas telah menunjukan hasil, dan berhasil membatalkan pelaksanaan hukuman mati dalam sejumlah kasus. Bahkan hukuman mati yang dijatuhkan kepada Sakineh Ashtiani berhasil ditunda berkat gencarnya protes dari masyarakat di seluruh dunia.

Jamsheed Faroughi
Jamsheed Faroughi

Jamsheed Faroughi/Edith Koesoemawiria
Editor: Hendra Pasuhuk