1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Kontroversi Misi PBB Di Kongo Timur

Linda Staude / Nairobi 30 Juli 2013

Pertempuran antara pasukan Kongo dan kelompok pemberontak, terutama pasukan M23 yang ditakuti, berlanjut di sekitar Goma. Pasukan helm biru PBB diperkuat dengan 3000 tentara, penugasannya tetap menjadi kontroversi.

https://p.dw.com/p/19H4e
Foto: Reuters

Kadima Paluku hidup dalam ketakutan, Pasukan pemberontak M23 pernah menduduki kotanya delapan bulan yang lalu. Kini, beberapa kilometer dari Goma, ibukota propinsi Kivu di wilayah timur Republik Demokratik Kongo, pasukan itu kembali merongrong.

Protes Warga Goma

Pasukan pemerintah mengaku telah berhasil mengusirnya, tapi kenyataannya pertempuran belum berhenti.

Karte DR Kongo Nord-Kivu Süd-Kivu Goma Bukavu
Peta RD Kongo

Dalam sebuah pernyataan, jurubicara militer Kongo, Olivier Hamuli mengatakan, „Kami telah mengusir pemberontak dari kawasan Goma. Kami yakin, mereka tidak berani masuk lagi ke kota.“

Pemerintah menurut dia, menyadari keinginan penduduk desa untuk hidup aman seperti sedia kala dan militer akan berjuang agar Kongo damai kembali. Namun Kongo masih tetap jauh dari „situasi damai“ yang diharapkan.

Ratusan warga pun turun ke jalan di Goma, karena marah atas pergolakan yang tiada akhir itu. „Saya ingin agar perang dilangsungkan hingga tuntas. Kami, penduduk Kivu kini sengsara. Kami tak menginginkan sekedar gencatan senjata, tidak juga untuk sehari“

Penugasan Pasukan Tempur PBB

Protes warga ditujukan pada PBB dan misi perdamaian MONUSCO. Warga yang berdemonstrasi merasa dilupakan dan ditinggalkan.

Ban Ki Moon in Goma 23.05.2013
Sekjen PBB, Ban Ki Moon di Goma, Mei 2013Foto: Reuters

17.000 helm biru ditempatkan di Kongo. Penempatan pasukan PBB yang terbesar di seluruh dunia. Tapi di negara yang sangat luas ini, tetap terlalu sedikit untuk melindungi penduduk. Kejahatan tak terkira seperti perkosaan dan pembunuhan massal berulang kali terjadi. Sekitar 2,5 juta orang mengungsi.

Patah semangat, seorang pengungsi mengatakan, „Kami perlu uang, tapi tidak bisa mendapatkannya. Kami terus menderita, tapi tak seorangpun yang memperhatikan. Semua perempuan, anak-anak dan kakek-nenek kami sengsara. Istri-istri kami keguguran. Kami tak temukan kedamaian.“

Pekan lalu, lebih dari 60.000 orang melarikan diri dari Uganda, setelah pembrontak Islam radikal dari negara tetangganya itu menyerang kota-kota di perbatasan. Di Kongo timur yang kaya sumber alam, belasan kelompok bersenjata bertempur untuk merebut kekuasaan. Kadang dengan bantuan pasukan negara tetangga.

Melawan kekerasan dengan kekerasan

PBB akan mengirim 3.000 tentara tambahan untuk meredam pemberontak, bila perlu dengan kekerasan.

Bildergalerie Muttertag International Kongo Save the Children Report
Layanan Kesehatan di kamp pengungsi Palang Merah di KongoFoto: JUNIOR D.KANNAH/AFP/Getty Images

Menteri Luar Negeri Kongo, Raymond Tshibanda menjelaskan, penempatan pasukan tempur adalah kemajuan. „Kami berharap, bahwa misi ini segera dimulai dan efektif, yakni dengan mengawasi perbatasan di timur, mengamankan dan tanpa kecuali, menetralisir semua kekuatan negatif“.

Sementara itu, ada kecemasan di pihak organisasi bantuan. Mereka kuatir, kelompok-kelompok pemberontak itu nantinya akan menyerang kamp-kamp pengungsi dan rumah sakit-rumah sakit, karena tidak membedakan lagi antara pasukan keamanan dan pasukan tempur PBB. Ancaman ini bukannya tidak ada. Juru bicara M23, Vianey Kazarama, mengaku siap menghadapi pasukan tempur PBB. Kelompoknya akan menghadapi kekerasan dengan kekerasan.