1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Kerja Sama Luar Angkasa di Stasiun ISS Redam Dampak Perang?

Michael Hartlep
17 Februari 2023

Program Stasiun Ruang Angkasa Internasional (ISS) terimbas perang di Ukraina. Bisakah kerja sama para astronot dan kosmonot redam dampaknya?

https://p.dw.com/p/4NdtC
Nach Leck an der russischen Sojus-Kapsel M-22
Foto: Sergei Korsakov/Roscosmos State Space Corporation/AP/picture alliance

Alexander Gerst sudah terbang dua kali ke luar angkasa, yaitu di dalam Stasiun Ruang Angkasa Internasional – ISS. Ia menyebut ISS mesin yang paling kompleks yang pernah diciptakan manusia. Tapi bukan itu saja. ISS juga salah satu pencapaian manusia yang paling sulit diraih, demikian diutarakan Alexander Gerst.

Setiap 90 menit sekali, ISS mengitari Bumi pada ketinggian 400 km di antariksa. Di stasiun ini, astronot dari berbagai negara melakukan penelitian di ruangan tanpa bobot, yang tidak bisa dilakukan di Bumi. Stasiun ruang angkasa itu adalah hasil kerja sama selama lebih dari 20 tahun. Ini kerja sama yang sekarang terancam akibat perang di Ukraina.

Program ambisius itu berawal di tahun 1998, dengan perjanjian antara Rusia dan Amerika Serikat (AS). Di masa Perang Dingin kedua negara itu bermusuhan. Setelah perang dingin berlalu, kedua blok ingin menciptakan sesuatu yang baru dengan negara-negara lain. Yaitu sebuah stasiun ruang angkasa, di mana astronot dari berbagai negara bisa menggelar penelitian bersama. 

Pada tahun pertama, sebuah roket Rusia sudah membawa modul pertama ke orbit Bumi. Diikuti setelah itu oleh roket dari AS.

Kosmonaut Sergej Krikaljow dan Juri Gidsenko terbang ke ruang angkasa Oktober 2000, bersama astronot Bill Shepherd. Mereka adalah awak pertama ISS, dan masih harus memasang banyak bagian dari ruang angkasa itu.

Beragam penelitian ilmiah di ISS

Sergej Krikaljow menjelaskan, mereka harus membangun stasiun, menyalakan lampu, dan memasang televisi. Juga mencari semua kabel yang berada di belakang panel dan menambahkan yang dibutuhkan. Walaupun ISS berukuran kecil, stasiun itu punya semua sistem yang dibutuhkan untuk menyokong kehidupan. "Sistemnya sekadar dinonaktifkan dan kami harus memasang sebagian lagi, kemudian mulai mengoperasikan stasiun agar aktif," Krikaljow menambahkan.

Perkembangan Dunia Sains Terancam Serangan Rusia atas Ukraina

Setelah itu, ISS juga masih terus berkembang. Sebanyak 16 negara lanjut mengembangkan modul yang secara berkala dipasang di tubuh ISS. Badan Antariksa AS, NASA mengumumkan pada 2011, stasiun ruang angkasa itu resmi selesai dibangun.

Sekarang ukuran ISS setara dengan sebuah lapangan sepak bola, dan berbobot sekitar 420 ton. Tujuh orang bisa hidup dan bekerja di sini dalam jangka waktu agak panjang. Stasiun dilengkapi tempat memandang ke luar, di mana orang bisa menatap Bumi dari ketinggian 400 km.

Stasiun juga dilengkapi dengan alat-alat kebugaran. Astronot dan kosmonot harus berolahraga dua jam per hari agar tidak terlalu banyak kehilangan massa otot di ruang tanpa gravitasi.

Sekarang sudah lebih dari 240 astronot pernah berkunjung ke ISS dan mengenal situasi tanpa bobot. Astronot Samantha Cristofferetti mengungkapkan, jika datang ke ISS orang datang ke dunia baru. Dia merasa, di stasiun ruang angkasa ada cara hidup yang baru, cara baru untuk bergerak di dalam ruangan. Itu semua harus dipelajari lagi.

Astronot dan kosmonot melakukan lebih dari 3.000 eksperimen ilmiah dan mengumpulkan pengetahuan baru tentang hidup di luar angkasa. Dalam situasi tanpa bobot di luar angkasa, mereka menanam sayuran, juga menguji metode terapi kedokteran, yang bisa digunakan untuk mengobati kanker. 

Dari ISS mereka juga mengamati perubahan iklim di Bumi. Dan mereka meneliti materi dengan teknologi canggih, yang nanti di masa depan, mungkin bisa digunakan untuk membangun stasiun di bulan. 

Pemandangan bumi dari luar angkasa

Tapi yang paling istimewa dalam hidup di stasiun ruang angkasa bagi para astronot adalah pemandangan ke Bumi. Astronot Jerman Alexander Gerst mengatakan, ia yakin, akan merindukan pemandangan ke luar dari jendela ke arah bumi, yang sangat mengagumkan dan cantik. "Saya selalu terharu, misalnya saat melihat terbit dan terbenamnya matahari. Padahal saya sudah melihatnya berkali-kali," papar Gerst.

Seberapa banyak astronot akan mendapat kesempatan mengalami itu semua, tidak ada yang tahu. Sejumlah modul pada Stasiun Ruang Angkasa ISS sudah tergolong tua. Sekarang saja, sudah ada kerusakan dan kebocoran. Selain itu, pengoperasian stasiun sangat mahal. 

Kontrak dengan mitra internasional resminya berjalan hingga 2024. Badan Antariksa Eropa, ESA dan NASA ingin memperpanjangnya hingga 2030. Masalahnya sekarang, Rusia yang jadi pemrakarsa progam itu, memicu ketegangan besar karena menyerang Ukraina. Sanksi yang ditetapkan AS sejak Rusia menyerang Ukraina tahun, yang juga berdampak pada perjalanan luar angkasa Rusia. 

Tahun lalu Presiden AS, Joe Biden mengatakan, "Kami memperkirakan, kita akan mengurangi lebih dari 50% impor teknologi canggih Rusia. Dan itu akan jadi pukulan bagi kemampuan mereka untuk melanjutkan upaya memodernisasi militer mereka. Itu akan berdampak buruk bagi industri antariksa mereka, termasuk progam luar angkasa."

Sebagai reaksinya, Badan Antariksa Rusia, Roskosmos, mengancam akan mengakhiri kerja sama di ISS, dan mencabut bagian yang menjadi milik Rusia. Direktur Roskosmos, Dimitry Rogosin mengingatkan lewat Twitter, bahwa negara-negara Barat tergantung pada Rusia.

Alasannya, roket-roket Rusia bertugas mendorong ISS secara teratur hingga kembali ke jalur rotasi yang direncanakan. Itu sangat diperlukan, karena setiap harinya, stasiun ruang angkasa ISS bergerak mendekati bumi sekitar 70 meter akibat gesekan dengan molekul-molekul gas di luar angkasa. 

Tapi Roskosmos juga tergantung pada NASA. Sebagian besar listrik yang digunakan di ISS berasal dari modul-modul milik AS.

Kepala direktorat misi Human Exploration and Operation (HEO) pada NASA, Kathy Lueders mengatakan, bagi NASA akan sangat sulit untuk beroperasi sendiri. ISS adalah kerja sama internasional, yang diciptakan dengan dan sebagai kerja sama internasional, dengan saling ketergantungan. Itulah yang membuat program ini mengagumkan.

Badan Antariksa Barat sudah lama berusaha mengurangi ketergantungan pada Badan Antariksa Rusia. Misalnya dengan cara membuka kemungkinan bagi perusahaan swasta untuk ikut berperan. Mereka mengembangkan perjalanan ke ruang angksa, yang mengangkut manusia dan berbagai logistik, dan mampu mendorong ISS untuk kembali ke jalur rotasinya.

Tapi itu semua masih butuh waktu. Jika semua pihak ingin mempertahankan program ISS, maka Rusia dan negara-negara Barat untuk sementara tidak punya alternatif, selain bekerja sama. (ml/as/inovator)