1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Wiederbelebung der türkisch-israelischen Beziehungen?

Ayhan Simsek27 Maret 2013

Perdana Menteri Israel Netanyahu menyampaikan maaf kepada Perdana Menteri Erdogan. Sinyal positif ini bisa memperbaiki hubungan Israel-Turki yang belakangan renggang.

https://p.dw.com/p/1852s
--- 2012_08_02_erdogan_netanjahu.psd
Symbol Erdogan NetanjahuFoto: AP

”Saya melihat ada banyak alasan, mengapa Turki dan Israel harus bersahabat,” kata Presiden Israel Shimon Peres hari Minggu lalu (24/03) dalam sebuah wawancara dengan televisi Turki. Sebelumnya, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu secara resmi meminta maaf atas penyerbuan kapal Turki yang menuju Jalur Gaza oleh pasukan khusus Israel tahun 2010. Sembilan aktivis Turki tewas dalam insiden itu.

Ozgur Unluhisarcikli, Direktur German Marshall Fund di Ankara melihat ada perkembangan positif dalam hubungan kedua negara. Tapi masih perlu waktu, sampai hubungan itu pulih. ”Jangan menggantung harapan terlalu tinggi”, katanya kepada Deutsche Welle. Ia menambahkan, situasi politik memang memaksa kedua negara untuk memperbaiki hubungan. Tapi hubungan strategis erat antara Israel dan Turki, seperti yang pernah terjadi tahun 1990-an, tidak akan ada lagi.

Ada beberapa alasan mengapa pemerintah Turki sekarang melaksanakan politik luar negeri yang lebih mandiri. Ekonomi Turki sedang berkembang pesat. Raya percaya diri Turki makin besar dan mereka mulai melepaskan diri dari ketergantungan pada Amerika Serikat.

Perdana Menteri Recep Tayyip Erdogan secara terbuka mengeritik kebijakan Israel dan mendapat simpati dari dunia Arab. Sejak serangan militer Israel ke Jalur Gaza tahun 2008 dan 2009, Turki memang mulai menjauhkan diri dari Israel. Turki ingin menjadi kekuatan regional yang lebih mandiri.

Perubahan Politik

Mantan Duta Besar Israel untuk Turki, Alon Liel menjelaskan, kesulitan hubungan antara Turki dan Israel akhir-akhir ini adalah akibat terjadinya perubahan politik. Di Turki, muncul Partai Keadilan AKP yang menjadi kekuatan dominan.

”Sekarang Turki sudah berubah. Dengan munculnya AKP yang memimpin pemeritahan, suasananya sekarang lain”, kata Liel. ”Tuntutan AKP kepada Israel adalah: buatlah terobosan dalam perundingan dengan Palestina. Ciptakan Perdamaian.” Selama tidak ada kemajuan positif dalam perundingan antara Israel dan Palestina, sulit terjadi pendekatan antara Turki dan Israel.

Ketegangan antara Israel dan Turki mencapai puncaknya tahun 2010. Pasukan Israel menyerbu kapal ”Mavi Marmara” yang membawa barang bantuan untuk Palestina. Ketika itu, Israel memberlakukan blokade atas kawasan Palestina. Sembilan orang tewas dalam aksi itu. Tidak lama setelah insiden Mavi Marmara, Turki dan Israel menghentikan kerjasama dalam berbagai bidang, antara lain kerjasama pertahanan dan kemananan.

Diplomasi Obama

Menurut Alon Liel, pendekatan baru antara Israel dan Turki terjadi karena ada tekanan dari Presiden Amerika Serikat Barack Obama. Ketika berkunjung ke Israel, Obama meminta Perdana Menteri Netanyahu agar mulai merintis pemulihan hubungan dengan Turki. ”Ini kemenangan Obama”, kata Liel.

Ozgur Unluhisarcikli setuju dengan pandangan itu. Menurut Unluhisarcikli, Amerika Serikat perlu dua mitra yang kuat di kawasan Timur Tengah. ”Ketegangan antara Israel dan Turki tidak hanya membawa masalah baru bagi Obama. Ketegangan ini juga merusak rencana AS untuk memiliki dua mitra yang kuat di akwasan itu.”

Para pengamat menilai, perubahan sikap Israel berkaitan juga dengan perkembangan di Suriah dan Iran. Perdana Menteri Israel Bejamin Netanyahu menulis di jejaring sosial Facebook, Israel dan Turki yang sama-sama berbatasan dengan Suriah, harus membahas krisis Suriah. Masalah keamanan ini adalah satu alasan kuat, untuk menjalin hubungan dengan Turki, demikian Netanyahu.