1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

090811 Saudi-Arabien Syrien Kurswechsel

Deutsch-red10 Agustus 2011

Aksi protes di Surian sudah belangsung lima bulan. Liga Arab dan Dewan Kerjasama Kawasan Teluk mengecam kebrutalan rejim Suriah dalam menindas gerakan protes. Arab Saudi juga melontarkan kritik keras.

https://p.dw.com/p/12Dvr
Raja Arab Saudi AbdullahFoto: picture alliance/dpa

Suriah makin terisolasi. Bahkan negara-negara tetangganya mulai berpaling. Arab Saudi, Kuwait dan Bahrain sudah menarik duta besarnya dari Damaskus. Raja Arab Saudi, Abdullah menerangkan, penindasan berdarah yang dilakukan rejim Assad bertentangan dengan nilai-nilai agama dan moral. Bahkan Abdullah menuntut agar Suriah segera melakukan reformasi.Kata-kata keras ini adalah reaksi yang sangat jarang terdengar.

Ahli politik dari Uni Emirat Arab, Professor Abdel Khaleg Abdallah menerangkan, "Langkah Arab Saudi menunjukkan, bahwa rejim di Suriah mulai kehilangan sahabat-sahabat pentingnya, baik di kawasan Arab, di tingkat regional maupun internasional. Sekarang Arab Saudi pun ikut melontarklan kritik. Penggunaan kekerasan terhadap rakyat sendiri, apalagi di bulan Ramadahn, sangat menguatirkan. Jadi, orang tidak bisa diam lebih lama lagi."

Revolusi di kawasan Arab memang mengubah konstelasi politik. Sebelumnya, pihak kerajaan Arab Saudi tidak mengambil posisi jelas. Negara itu bahkan membantu Bahrain menindas aksi protes yang muncul. Arab Saudi juga tidak mau terlibat dalam konflik di Libya, Tunisia dan Mesir. Tapi menghadapi Suriah, terlihat ada perubahan sikap.

Ahli Jerman untuk Timur Tengah, Michael Lüders menjelaskan, "Pimpinan Arab Saudi ingin memberi sinyal, agar tidak terisolasi. Mereka ingin punya citra positif dan mengeritik Basar al Assad, terutama demi kepentingan sendiri. Pertama, mereka ingin punya citra lebih baik di dunia Arab. Kedua, Suriah adalah mitra Iran. Seperti diketahui, Iran adalah musuh politik Arab Saudi."

Pertarungan antara Arab Saudi dan Iran di kawasan Arab bukan hal baru. Raja Abdullah sekarang melihat ada peluang di Suriah. Bashar al Assad berasal dari kelompok Alawiyah, yang dekat dengan kelompok Syiah di Iran. Sedangkan mayoritas di Suriah adalah kelompok Suni. Jika Assad jatuh, rejim penggantinya mungkin berasal dari kelompok Suni. Bagi Raja Abdullah dan kelompok Suni di Arab Saudi, ini tentu akan menjadi perkembangan yang baik.

Namun tuntutan Arab Saudi agar Suriah melakukan reformasi, sulit terwujud. Sebab di negaranya sendiri, Raja Abdullah masih menolak langkah pembaruan. Ahli politik Michael Lüders memaparkan, "Di Arab Saudi sampai sekarang tidak ada langkah berarti menuju demokratisasi. Bulan April lalu, pimpinan Arab Saudi malah memperketat undang-undang. Kritik terhadap pemerintah, terhadap hukum Sharia dan terhadap sistem pemerintahan Islam, bisa dikenai hukuman. Jadi Raja Abdullah justru harus hati-hati, jangan sampai tuntutan reformasi yang diarahkan ke Suriah terdengar oleh rakyat Arab Saudi."

Amerika Serikat dan negara-negara Barat menyambut langkah Arab Saudi. Bagaimanapun, sebagai kekuatan politik dan ekonomi, Arab Saudi tetap punya peran penting di dunia Arab. Rejim di Suriah masih butuh bantuan dana dari negara-negara lain, termasuk dari Arab Saudi, karena Suriah sekarang mengalami kesulitan ekonomi. Michael Lüders menilai, lewat jalur bantuan ekonomi, Arab Saudi memang bisa menekan Suriah.

Petra Nicklis/Hendra Pasuhuk

Editor: Yuniman Farid