1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Ziarah ke Betlehem di tengah Konflik Timur Tengah

Iris Völlnagel/Dyan Kostermans24 Desember 2009

Ketegangan situasi politik di kawasan Timur Tengah juga dirasakan oleh para wisatawan yang berkunjung ke Betlehem. Tembok pembatas yang memisahkan kawasan Palestina dengan Israel juga mengurangi jumlah turis ke sana.

https://p.dw.com/p/LCR7
Paus Benediktus ke-16 saat berkunjung ke Gereja Kelahiran Yesus di BetlehemFoto: AP

Kunjungan ke Betlehem sebetulnya jangan sampai terlewatkan jika pergi ke tanah terjanji. Terutama bagi peziarah umat Kristiani. Tapi sejak tembok pembatas memisahkan kawasan Palestina dengan Israel, jumlah turis yang datang ke kota yang terletak di kawasan Palestina itu, juga semakin berkurang. Para turis yang datang pun, seringkali hanya berada selama beberapa jam di Betlehem. Hal ini juga disebabkan oleh para pemandu wisata, yang atas alasan keamanan tidak boleh berkunjung ke sana. Untuk dapat mengunjungi Betlehem, para wisatawan harus pergi sendiri atau dengan pemandu wisata warga Palestina.

Willi Beck: „Silakan maju satu langkah lagi ke dalam gua. Kita sekarang berada di bawah presbiterium, di bawah ruang altar Gereja. Pada masa Perang Salib abad ke 11 - 13 dibangun jalan masuk ke gua bawah tanah ini, yang kini tidak lagi begitu alami seperti 2000 tahun lalu. Kita lihat patung Maria dan Yusuf, di sebelah kirinya para gembala dan raja-raja dari Timur, yang datang membawa hadiah."

Siang itu Willi Beck beruntung. Hanya sedikit wisatawan yang saat itu mengunjungi Betlehem. Jadi pakar teologi Jerman yang juga pemandu wisata itu, dapat menghabiskan waktu selama beberapa menit di dalam gua tempat kelahiran Yesus, tanpa harus berdesakan dengan rombongan wisatawan lainnya. Diperkirakan 800 ribu orang, yang tahun ini berkunjung ke Betlehem untuk melihat gereja tertua di negara itu dan gua tempat kelahiran Yesus. Terutama peziarah Kristiani yang datang ke Betlehem. Karena sejak pagar pembatas memisahkan kawasan Palestina dengan kawasan Israel, jalan menuju ke sana menjadi lebih sulit. Jackie Feldman mengetahui hal itu dari pengalamannya sendiri. Bertahun-tahun ia bekerja sebagai pemandu wisata untuk penyelenggara perjalanan bagi kelompok peziarah ke tanah terjanji. Sejak berdirinya tembok perbatasan, warga Israel dilarang berkunjung ke Betlehem. Atas alasan keamanan. Hal ini juga memiliki dampak bagi para peziarah, demikian menurut Jackie Feldman

„Orang yang menginap di Betlehem menjadi lebih sedikit. Kebanyakan yang datang ke sana, hanya tinggal tiga sampai empat jam. Mengunjungi gereja kelahiran, dan mungkin ke melihat ladang gembala dan kemudian ke toko suvenir. Para pemandu wisata di Betlehem sering kali dibayar oleh toko suvenir. Bagi pemilik toko suvenir sangatlah penting bahwa para pengunjung menghabiskan waktu lama untuk berbelanja."

Setelah Jackie Feldman berhenti bekerja sebagai pemandu wisata, ia menjadi ilmuwan. Kini sebagai profesor antropologi, ia meneliti tentang para peziarah di Israel. Feldman berasumsi, sesuai dengan dasar religius dan tergantung dengan siapa para peziarah melakukan perjalanan, mereka juga memperoleh gambaran religius yang berbeda. Yakni Yesus sebagai orang Yahudi atau Yesus sebagai orang Palestina.

„Ini berarti, orang dapat menggambarkan Yesus sebagai pengungsi yang miskin untuk mengatakan, demikianlah kehidupan para pengungsi Palestina di kamp pengungsi. Tepat seperti Tuhan kita. Atau orang dapat menggambarkan Yesus sebagai warga Yahudi ortodoks, dan mengatakan, sekarang para pemukim Yahudi adalah keturunan Yesus."

Jalan dari Yerusalem menuju Betlehem adalah tempat paling jelas yang dapat dilihat wisatawan, jika melewati tembok pembatas yang memisahkan kawasan Israel dengan Palestina

Feldman: "Kementrian Pariwisata menulis "Selamat datang di Israel" dan mengatakan "Anda adalah duta kami di Palestina!" Misalnya bagi para teolog Kristen konservatif. Bagi mereka Israel adalah tanah yang diberikan Tuhan kepada rakyat Yahudi. Dari sisi lain tembok pembatas orang dapat memiliki pandangan seolah-olah seluruh tembok itu hanya dibangun untuk memberatkan kehidupan para pengungsi yang miskin."

Oleh sebab itu pemandu wisata seperti Willi Beck memiliki tanggung jawab besar, bagaimana menampikan kota-kota di tanah terjanji kepada para turis. Kelompok wisatawan ini biasanya hanya mengunjungi kawasan itu selama beberapa hari dan sering kali pemandu wisata adalah satu-satunya orang yang dapat dihubungi. Dijelaskan Feldman

"Seringkali para peziarah datang dengan gambaran yang sudah paten dalam pikirannya dan hanya ingin melihat apa yang cocok dengan gambaran tersebut. Kebanyakan datang tidak untuk melontarkan pertanyaan baru."

Mengakhiri panduan perjalanannya mengunjungi gereja kelahiran di Betlehem, Willi Beck dan kelompok wisatawan asal Jerman menyanyikan beberapa lagu Natal. Di tempat itu suatu pengalaman yang luar biasa. Tapi itu juga berarti waktu untuk berpisah. Di luar Gereja Kelahiran, hari perlahan-lahan menjadi gelap. Tidak tersisa lagi waktu untuk melihat tempat lainnya di Betlehem, seperti ladang gembala di Beit Sahur yang terletak tidak jauh dari situ. Kelompok wisatawan itu harus langsung menuju ke tempat penginapan Abraham, sebuah penginapan yang dibangun dengan dana Jerman.di dekat Betlehem. Di sana setidaknya, para peziarah asal Jerman dapat menginap satu malam di kawasan Palestina. Suatu kesempatan yang sangat jarang diperoleh wisatawan lainnya.