1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Zardari Dengan Cerdik Capai Puncak Kekuasaan di Pakistan

8 September 2008

Presiden baru Pakistan Asif Ali Zardari reputasinya kurang bagus, tapi kekayaannya berlimpah. Tokoh di belakang layar tersebut kini berhasil naik menjadi penguasa Pakistan.

https://p.dw.com/p/FDW2
Asif Ali Zardari dengan foto istrinya almarhumah Benazir BhuttoFoto: AP

Hingga tewasnya istrinya, Benazir Bhutto dalam sebuah serangan pembunuhan delapan bulan lalu, Zardari jarang tampil secara politis. Segera setelah serangan pembunuhan terhadap istrinya, Asif Ali Zardari mengambil alih jabatan ketua Partai Rakyat Pakistan (PPP). Selama ini Zardari selalu membantah tudingan ia berambisi menduduki jabatan tertinggi di Pakistan tersebut. Pengumuman pencalonannya untuk menjadi presiden Pakistan yang amat mengejutkan, menyebabkan pecahnya koalisi pemerintahan dengan mantan PM Nawaz Sharif dari Liga Muslim.

Juga para pengkritiknya, seperti pimpinan redaksi harian terkemuka Pakistan, Daily Times, Najam Sethi mengakui, selama ini Zardari memainkan strategi politiknya dengan amat cerdik. Menyingkirkan Presiden Pervez Musharraf adalah salah satu bagian dari strateginya. Dan dengan sekali pukul, Zardari kini memegang kekuasaan amat besar. Hal ini berbeda dengan posisinya di zaman Benazir masih hidup. Sethi menjelaskan : “Perubahan terbesar adalah, Zardari di zaman Benazir hanyalah tokoh sampingan. Ia tidak pernah dilibatkan dalam pengambilan keputusan penting. Di saat terakhir, Zardari tinggal di New York dan Benazir di Dubai serta London.“

Partai Rakyat Pakistan (PPP) tergolong berhaluan liberal dan merupakan tumpuan harapan rakyat kecil di Pakistan. Tapi, selama ini banyak orang mengecam masa lalu Zardari yang terkenal dengan julukan “Mister 10 persen“. Inilah citra yang terus melekat hingga kini, dari zaman ketika Benazir Bhutto menjadi PM Pakistan di tahun 90-an. Untuk setiap order dari pemerintah ketika itu, Zardari selalu menuntut komisi 10 persen untuk kantong pribadinya.

Menanggapi terpilihnya Asif Ali Zardari sebagai presiden baru Pakistan, pimpinan Yayasan Jerman Heinrich-Böll di Lahore, Gregor Enste mengkritik: "Ini merupakan kecelakaan dalam sejarah Pakistan saat ini, karena orang ini kembali ke puncak kekuasaan. Setahun lalu, ia masih menikmati kemakmuran yang dirampoknya lewat korupsi harta kekayaan negara.“

Zardari mengatakan, tuduhan itu tidak beralasan. Sebab hingga kini tidak ada satupun lembaga pengadilan yang menggugatnya. Dia memang pernah meringkuk di penjara selama delapan tahun, akan tetapi dengan status tahanan politik. Bahkan para fungsionaris partai PPP menganggap Zardari adalah tokoh yang tepat, untuk memajukan demokrasi di Pakistan. Seorang petinggi partai PPP mengatakan : “Ia orang yang cerdik, dengan intelegensi tinggi. Ia adalah tokoh yang mampu mendorong demokrasi yang sebenarnya.“

Kini Zardari menghadapi tugas yang tidak ringan. Ekonomi masih terpuruk. Sementara Taliban juga sedang naik daun. Pengumuman terpilihnya Zardari menjadi presiden baru, diwarnai serangan bom di Peshawar yang menewaskan lebih dari 30 orang. Tidak mengherankan, dalam pidato pertamanya ia berjanji akan melanjutkan perang melawan terorisme. Sebelumnya Zardari mengatakan, ia tidak malu jika mengatakan dunia akan kalah perang.

Dengan itu, presiden baru Pakistan tersebut sudah mengakui masalah paling mendesak dan sulitnya perang melawan teror. Tentu saja ditunggu bagaimana kiprahnya di masa mendatang. Apakah Zardari yang dahulu dijuluki mister 10 persen itu mampu mengatasai tantangan besar yang dihadapi Pakistan dewasa ini. Atau sama seperti para pendahulunya, gagal memecahkan berbagai masalah yang membelit negara tersbut (as)