1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Yy Adalah Kita

Ayu Purwaningsih3 Mei 2016

Gadis cilik itu baru 13 tahun usianya, saat kebiadaban belasan pria mengoyak tubuh dan merenggut nyawanya. Gerakan solidaritas di dunia maya mengingatkan betapa rapuhnya perlindungan terhadap perempuan.

https://p.dw.com/p/1Ih7O
Indonesien Kindesmissbrauch Banda Aceh
Foto: Getty Images/AFP/C. Mahyuddin

Kaki dan tangannya terikat, tubuhnya penuh bekas luka, saat jasad pelajar SMP itu ditemukan di dasar jurang di Rejang Lebong, Bengkulu tanggal 4 April 2016. Kejadian sadis itu bermula, saat Yy pulang sekolah, tanggal 2 April 2016. Dikutip dari Kompas, Gadis cilik berusia 13 tahun itu dicegat, dianiaya dan diperkosa bergiliran 14 remaja pria, yang berasal dari lingkungannya sendiri. Dua di antaranya bahkan kakak kelasnya sendiri. Yy tak berdaya. Nyawanya melayang dalam senyap jurang kebiadaban.

Sebulan setelah kematiannya, gerakan di media sosial menyuarakan perlawanan terhadap aksi keji tersebut dengan berbagai tagar, di antaranya #YYadalahKita.

Yuyun-yuyun lainnya

Tingkat kekerasan terhadap perempuan di Indonesia realitanya sangatlah mengerikan. Masih di bulan yang sama, seorang siswi SMP di Gowa, Sulawesi Selatan diperkosa 10 temannya. Seperti Yy, ia juga disergap saat dalam perjalanan pulang dari sekolah.

Di Curup, lagi-lagi di Bengkulu, Februari lalu, seorang anak perempuan juga diperkosa massal oleh enam kawannya yang juga masih di bawah umur, hingga membekaskan trauma mendalam yang berkepanjangan.

Data Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menunjukkan, sepanjang tahun 2015, tercatat 16.217 kasus kekerasan terhadap perempuan. Dari tahun 2001-2012, data Komnas Perempuan menunjukkan, setiap dua jam, tiga perempuan termasuk anak perempuan di bawah umur menjadi korban kekerasan seksual.

Pemerintah harus bertanggung jawab

Kekerasan terhadap perempuan adalah bagian dari keseharian banyak perempuan dalam masyarakat Indonesia yang patriarkal. Budaya patriarkis telah mengungkungi cara berpikir dan bertindak, dengan tidak mengakomodasi keseteraaan jenis kelamin. Hubungan laki-laki dan perempuan menjadi hubungan sub koordinasi, dalam wujud dominasi laki-laki terhadap perempuan di berbagai sektor..

Di Indonesia, dalam kasus kekerasan terhadap perempuan, korban kerap malah dipersalahkan. Bahkan pernyataan itu keluar dari mulut pejabat pemerintahan, yang seharusnya bertanggung jawab dalam memberikan perlindungan.

Pernyataan bahwa cara berbusanalah yang mengundang aksi kekerasan, ditelan mentah-mentah sebagai pembenaran bagi pria untuk melakukan pelecehan bahkan kekerasan seksual. Padahal jelas-jelas, anak-anak yang menjadi korban seperti Yy, memakai seragam sekolah pada umumnya.

Padahal persoalannya, adalah bukan bagaimana cara perempuan berpakaian, melainkan bagaimana cara pandang yang salah dari kaum lelaki, ditambah ketidakmampuan mengendalikan diri dalam menahan hasrat atau bahkan memaksa orang lain untuk bersetubuh. Padahal, sebagaimana pria, perempuanpun, berhak memakai apa yang mereka inginkan untuk tubuhnya sendiri.

Hukum tak berpihak pada perempuan

Mungkin karena malu atau kurang percaya, tidak banyak yang melaporkan kasus kekerasan seksual kepada polisi. Proses hukum biasanya berjalan lamban dan bahkan berhenti di tengah jalan. Yang mengerikan, bahkan korban yang melaporkan perkosaan malah dinikahkan paksa dengan pelaku kekerasan dan pelaku bisa lolos dari jerat hukum.

Bahkan dalam kampanye-kampanye pemilu, tak satupun partai politik yang memiliki program konkrit dalam membela perempuan. Peran perempuan di Indonesia yang dianggap sebagai warga kelas dua harus diubah. Perempuan Indonesia membutuhkan dukungan dan kesetaraan hak, mulai dari pemerintahan, parlemen, hingga di tatanan desa dan keluarga.

Pendidikan kesetaraan jender

Di sekolah-sekolah, wajib diberikan materi pendidikan pentingnya keadilan berbasis jender, dimana siswa dilatih untuk berdiskusi tentang isu tersebut. Di antaranya dengan dengan mengundang para pegiat LSM perempuan.

Pemerintah juga harus segera mengesahkan pemberlakukan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual yang lebih berpihak pada korban. Pelaku di bawah umur, selain perlu menerima hukuman sesuai dengan ketentuan berlaku, juga perlu mendapat rehabilitasi. Sementara pelaku perkosaan yang sudah mencapai usia dewasa harus diganjar hukuman seumur hidup, mengingat derita yang dialami korban juga merupakan trauma berat seumur hidup.

#YyAdalahKita. Kekejian yang menimpa Yy bisa terjadi pada kita, pada anak kita, pada adik kita. Kebiadaban terhadap Yy dan perempuan-perempuan korban kekerasan seksual lainnya bukan semata tanggung jawab pelaku, namun juga tanggung jawab kita bersama, yang tak peduli pelecehan berlangsung di sekitar kita, yang tak peduli akan pentingannya mengubah persepsi akan kesetaraan jender. Kekerasan seksual harus kita lawan bersama, sebelum kita semakin terjerumus menjadi bangsa yang biadab.