1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

270110 Jemen Internationale Konferenz

27 Januari 2010

Yaman menjadi tempat persembunyian pemberontak Al Qaida. Negara ini juga mempunyai masalah besar lainnya yang dirundingkan dalam konferensi internasional di London Rabu (27/01).

https://p.dw.com/p/Lhrs
Masih ada perspektif untuk Yaman?Foto: AP

Bulan Desember 2009, pemerintah Yaman menyatakan perang terhadap Al Qaida di semenanjung Arab yang merupakan gabungan cabang Al Qaida dari Arab Saudi dan Yaman. Sejak itu secara beruntun muncul berita keberhasilan Yaman dalam upayanya memberantas Al Qaida. Sejumlah tokoh penting Al Qaida dilaporkan berhasil dibunuh. Tetapi berita itu tidak meyakinkan. Karena beberapa hari kemudian, orang-orang itu ternyata masih hidup.

Meskipun demikian, pemerintah Yaman menolak bantuan militer asing. Seperti yang diungkapkan Menteri Luar Negeri Yaman Abu Bakr al-Kirbi, "Prioritas kami adalah bantuan pembangunan. Selain itu, kami membutuhkan bantuan untuk memperluas satuan anti teror kami, seperti pelatihan, peralatan, bantuan logistik untuk transportasi, komunkasi dan lain-lain."

Nampaknya Presiden Yaman Ali Abdullah Saleh tidak dapat mengatasi masalah-masalah besar dalam negeri. Seperti pemberontakan al-Houti di kawasan utara Yaman, gerakan seperatis militan di selatan, Al Qaida, kemiskinan dan pengangguran akibat laju pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali, terbatasnya air bersih dan pemerintahan yang sangat korup.

Ramon Scoble, pakar masalah air dari Badan Kerjasama Teknik Jerman (GTZ) di Yaman menjelaskan, "Saya kira, tidak ada negara lain di dunia ini yang mengalami bencana kependudukan dan sumber daya alam separah Yaman."

Kini Presiden Ali Abdullah Saleh, yang menurut sejumlah pengamat selalu mengambil keputusan sendiri, akan menggunakan kepentingan dunia internasional untuk upayanya memberantas gerakan oposisi di utara dan selatan. Selain itu, kucuran dana dari luar negeri akan dipakai untuk mengimbangi anggaran belanja Yaman yang semakin berkurang akibat menyusutnya penghasilan minyak bumi.

Tetapi, pakar Yaman dari Yayasan Carniege untuk Perdamaian Internasional di Beirut, Amr Hamzawy, mengharapkan adanya perubahan sikap pemerintah Yaman, "Pemerintah Yaman tahu, bahwa negaranya di ambang kehancuran. Yaman juga tahu, tidak dapat mengatasi masalahnya sendirian. Jadi, dengan adanya kesadaran seperti itu diharapkan tokoh penting pemerintahan Yaman lainnya dapat menyadarkan Presiden Saleh agar bertindak lebih bijaksana."

Sebetulnya dalam Konferensi Yaman tahun 2006 sudah disepakati bantuan dana yang terikat dengan reformasi senilai 5 milyar Dolar AS. Namun sebagian bantuan itu dibatalkan, karena pemerintah Yaman tidak menyodorkan konsep proyek yang meyakinkan. Sasaran konferensi di London nanti termasuk melancarkan kucuran dana bantuan.

Namun, menurut pakar Yaman Abdul-Ghani al-Iriyani, semua upaya itu tidak akan membantu selama akar masalah korupsi pemerintah Yaman yang terletak pada Presiden Saleh, belum diselesaikan. Presiden Saleh sendiri juga merupakan bagian dari masalah yang dihadapi Yaman, tutur pakar Yaman Amr Hamzawy. "Sejak hampir 32 tahun Saleh menjabat sebagai presiden, akan tetapi tidak ada alternatif lain selain dia dan dalam keadaan seperti sekarang ini tidak mungkin untuk mencari alternatif lain."

Masalah yang dihadapi Yaman begitu besar dan tidak mungkin diatasi dengan hanya memberikan bantuan segera. Yang dibutuhkan Yaman adalah kerja sama dengan negara tetangga, untuk memperhambat laju pertumbuhan penduduk Yaman. Kini jumlahnya sudah mencapai 23 juta orang dan dalam 20 tahun ke depan jumlahnya diprediksi akan meningkat hingga dua kali lipat.

Kerja sama itu dapat berupa misalnya, dengan dibukanya kembali perbatasan oleh negara-negara Teluk lainnya, agar warga Yaman dapat bekerja di luar Yaman. Perbatasan ditutup saat Perang Teluk tahun 1991, karena Presiden Saleh bekerja sama dengan pemimpin Irak kala itu, Saddam Hussein. Jika masalah penganggurannya tidak diselesaikan, maka Al Qaida akan terus merekrut pemuda Yaman yang tidak mempunyai pekerjaan dan perspektif.

Birgit Kaspar/Andriani Nangoy

Editor: Asril Ridwan