1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Xi Jinping dan Korps Para Jendral

2 Februari 2012

Siapakah Xi Jinping? Wakil Presiden Cina ini dipersiapkan sebagai ketua partai dan kepala negara yang akan dimahkotai pada Kongres bulan Oktober .

https://p.dw.com/p/13vZK
Xi JinpingFoto: picture alliance/landov

Sangat sedikit yang diketahui negara-negara barat tentang Wakil Presiden Cina Xi Jinping. Satu hal yang pasti, ia akan mengambil alih jabatan Sekjen Partai Komunis Cina dari Hu Jintao Oktober mendatang, dan kursi presiden pada Maret 2013. Rencana kunjungannya ke Amerika pertengahan Februari, termasuk pertemuan dengan Barack Obama, menggarisbawahi status politisi 58 tahun itu sebagai 'pangeran mahkota'. 

Pandangannya soal politik luar negeri, tak ada yang tahu. Dalam dewan tetap beranggota 9 orang di Politbiro, pusat kekuasaan Cina, Xi bertanggungjawab di bagian ideologi dan organisasi. Tetapi, walaupun ia secara teratur bertemu para pejabat tinggi yang menjadi tamu negara, pernyataan-pernyataan Xi kebanyakan sudah disiapkan secara tertulis oleh Kementrian Luar Negeri.

"Kandidat kompromi ideal"

Gary Locke, Dubes Amerika Serikat di Beijing belum lama ini mengatakan bahwa Xi adalah "orang yang simpatik". Tetapi Locke juga mengakui, Amerika tak punya bayangan apakah ia akan berbeda dari Presiden Hu Jintao, dan jika ya dalam hal apa.

Gary Locke US Botschafter in China neu
Dubes Locke juga tak tahu apa yang menanti Amerika di bawah pimpinan baru CinaFoto: AP

Menurut Wikileaks, sejumlah akademisi yang kenal baik dengan Xi, mengatakan kepada mantan Konsul Jendral Amerika untuk Shanghai Beatrice Camp tahun 2009 bahwa pemimpin masa depan Cina itu paling jago dalam hal 'tidak melakukan apa-apa'. Seorang akademisi senior mengindikasikan bahwa Xi dipilih sebagai pengganti Hu tahun 2007 karena dianggap kandidat kompromi yang ideal. "Xi orang yang tepat karena ia sangat berhati-hati dan duduk di barisan belakang dengan tangan terlipat. Ia tidak membuat kesalahan."

Tetapi, dalam sejumlah penampilan di luar negeri, Xi menunjukkan tendensi nasionalisme. Pada lawatan ke Meksiko tahun 2009, ia secara terbuka menyerang Amerika dengan kata-kata, "Beberapa orang asing dengan perut penuh tidak punya pekerjaan selain menunjuk-nunjuk ke arah kita." Begitu pula dalam kunjungan ke Jepang akhir 2009, dimana Xi menuntut untuk bertemu Kaisar. Menurut protokol Jepang, permintaan untuk bertemu kaisar harus diajukan beberapa bulan sebelumnya. Xi memang mendapatkan yang ia mau, tetapi pers Jepang penuh dengan komentar negatif. 

Penampilan diplomatis

Sejak itu Xi belajar untuk memoles penampilan resminya di luar negeri. Pada pertemuan dengan rekan sejabatnya dari Amerika Joe Biden tahun lalu, Xi menyatakan yakin akan pemulihan ekonomi Amerika. Dan dalam pertemuan dengan mantan menlu Henry Kissinger awal Januari, Xi menekankan, "Terkait isu-isu penting dan peka bagi kedua pihak, kita harus menanganinya dengan semangat saling menghargai dan hati-hati."

Faktor kunci yang menentukan kebijakan Xi dalam isu-isu luar negeri dan keamanan adalah bahwa banyak dari penasehat terdekatnya adalah jendral dalam Tentara Pembebasan Rakyat. Dalam beberapa tahun terakhir, para pemimpin militer menyokong haluan politik luar negeri yang nyata lebih agresif daripada para diplomat. Mereka misalnya menyatakan sejumlah kawasan dimana Cina menghadapi sengketa wilayah dengan negara-negara tetangga, sebagai 'daerah kepentingan inti' Cina. Termasuk Laut Cina Selatan dan Pulau Diaoyu atau Senkaku.

Spratly-Inseln neu
Salah satu pulau di gugus kepulauan Spratly yang dipersengketakan negara-negara sekitarnyaFoto: picture-alliance/dpa

Di banyak artikel dan opini di media-media milik pemerintah, para pakar strategi militer mengulang-ulang bahwa Cina harus siap 'untuk memimpin dan memenangkan' perang regional dengan teknologi tinggi. Bahkan ada seruan bagi aksi militer terbatas untuk menghukum Vietnam dan Filipina, dua negara yang terlibat konflik perbatasan dengan Cina di Laut Cina Selatan.

Hubungan erat dengan militer

Xi tergantung pada kebaikan hati para pendukungnya di korps jendral untuk naik ke puncak kekuasaan tanpa kesulitan. Tetapi Hu Jintao yang berusia 69 tahun dapat menjadi penghalang baginya. Kalangan politik  di Beijing paham bahwa sementara Hu akan pensiun dari dewan tetap Politbiro di Kongres, tapi ia akan mempertahankan jabatan sebagai Ketua Komisi Militer Pusat setidaknya du atau tiga tahun. Hal itulah yang dilakukan pendahulunya Jiang Zemin.

Skenario semacam itu tak diminati Xi. Ia tak mau Hu berlambat-lambat. Jika ia mendapat dukungan dari para jendral, Xi dapat menekan Hu agar meninggalkan pos ketua pada kongres partai ke-18 bulan Oktober.

China Flugzeugträger Warjag neu
Kapal pengangkut pesawat milik CinaFoto: AP

Amerika sang pesaing

Sebagai imbalannya, Xi bisa memberi ruang lebih besar bagi militer untuk ikut menentukan politik luar negeri dan keamanan. Selain itu Xi juga tahu bahwa dengan bayang-bayang matinya ideologi komunisme, nasionalisme menjadi salah satu dari sedikit pilar yang tersisa dari legitimasi partai. Tantangan simbolis terhadap dominasi Amerika di Pasifik lewat kapal selam nuklir dan kapal pengangkut pesawat Cina, membangkitkan patriotisme juga di kalangan generasi muda di kota-kota besar.

Mengingat Xi masih menunggu penunjukkan sebagai pemimpin tertinggi Cina, ia tampaknya akan bertahan pada bahasa diplomasi yang sopan dalam kunjungannya ke Amerika mendatang. Tetapi mungkin tidak juga, bila kedua kompetitor strategis itu tetap bersitegang misalnya menyangkut politik mata uang Cina dan kecurigaan bahwa Cina berancang-ancang mengekspansi Laut Cina Selatan. Jika itu terjadi, bakal komandan tertinggi Xi Jinping dapat terlibat permainan adu otot yang akan menimbulkan ketidaknyamanan di barat.

Willy Lam/ Renata Permadi

Editor: Hendra Pasuhuk