1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Sosial

WHO: Virus Corona Mungkin Tidak Akan Pernah Hilang

14 Mei 2020

WHO memperingatkan COVID-19 mungkin tidak akan pernah hilang dan manusia harus mulai belajar untuk menerima dan menghadapinya. Selain itu pelonggaran lockdown di beberapa negara berisiko meningkatkan jumlah kasus.

https://p.dw.com/p/3cBpC
Michael Ryan WHO
Foto: picture-alliance/Keystone/S. Di Nolfi

Badan Kesehatan Dunia (WHO), pada Rabu (14/05), memperingatkan bahwa virus corona jenis baru SARS-CoV-2 mungkin tidak akan pernah hilang dan seluruh populasi di dunia harus belajar untuk hidup bersama virus tersebut.

Meski kini beberapa negara di dunia mulai secara bertahap melonggarkan lockdown yang diberlakukan dalam upaya untuk menghentikan penyebaran virus corona, WHO mengatakan virus tersebut tidak akan pernah hilang sepenuhnya.

Virus corona SARS-CoV-2 pertama kali muncul di kota Wuhan, Cina, akhir tahun lalu dan sedikitnya telah menginfeksi 4,3 juta orang dan merenggut hampir 300.000 jiwa di seluruh dunia.

"Kita punya virus jenis baru yang memasuki populasi manusia untuk pertama kalinya dan oleh karena itu sangat sulit untuk diprediksi kapan kita akan mengatasinya," ujar Michael Ryan, Direktur Kedaruratan  WHO.

"Virus ini mungkin menjadi virus endemik di sekitar kita dan virus ini mungkin tidak akan pernah hilang," jelasnya dalam konferensi pers virtual di Jenewa, Swiss.

"HIV belum hilang, tetapi kita telah menerima dan menghadapai virus itu."

Lebih dari setengah populasi manusia di seluruh dunia tengah berada dalam karantina wilayah sejak krisis virus corona dimulai. Tetapi WHO memperingatkan tidak ada jaminan bahwa pelonggaran lockdown tidak akan memicu gelombang kedua infeksi.

"Banyak negara ingin keluar dari krisis dengan langkah-langkah yang berbeda," ujar Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus.

"Tapi kami merekomendasikan tingkat kewaspadaan di negara mana pun harus pada tingkat setinggi mungkin."

"Jalan masih jauh"

Cluster (kelompok) baru virus corona dilaporkan kembali mucul di tengah upaya berbagai negara berjuang untuk membuka kembali kegiatan perekonomian dan mencegah gelombang kedua infeksi.

Meskipun ada risiko bahwa pelonggaran lockdown dapat menyebabkan lonjakan infeksi, negara-negara Eropa telah berupaya untuk membuka kembali perjalanan lintas-perbatasan, terutama saat musim liburan musim panas. Ini untuk membantu negara-negara yang ekonominya bergantung pada sektor pariwisata di mana para wisatawan berbondong-bondong mengunjungi pantai, museum, dan situs bersejarah.

Di Belgia, salon diizinkan kembali beroperasi mulai pekan depan. Sekolah-sekolah di Portugal juga diizinkan untuk kembali memulai kegiatan belajar mengajar dengan menjalankan protokol kesehatan yang ketat.

Sementara di Amerika Serikat, pakar imunologi Anthony Fauci mengeluarkan peringatan bahwa kota dan negara bagian di AS dapat menjumpai lebih banyak kasus kematian COVID-19 dan pelemahan ekonomi jika negara segera melonggarkan kebijakan pembatasan sosial.

Namun sekali lagi, Ryan menekankan bahwa "jalan masih sangat jauh" untuk kembali ke keadaan sedia kala.

"Ada beberapa pemikiran ajaib yang terjadi bahwa lockdown bekerja dengan sempurna dan melonggarkan lockdown akan sangat baik. Keduanya penuh dengan bahaya," kata ahli epidemiologi asal Irlandia tersebut.

Ryan menekankan bahwa dalam menemukan cara untuk mengalahkan virus adalah kesempatan bagi umat manusia untuk mengambil langkah besar ke depan dengan menemukan vaksin dan membuatnya dapat diakses secara luas.

"Ini peluang besar bagi dunia," kata Ryan.

rap/pkp (AFP, AP)