1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

WFP Hentikan Bantuan Kemanusiaan ke Somalia

5 Januari 2010

Organisasi Pangan Perserikatan Bangsa-bangsa WFP menghentikan bantuannya bagi kawasan selatan Somalia, menyusul ancaman dari organisasi Islam radikal Al Shabab. Sebelumnya petugas organisasi bantuan itu kerap diserang.

https://p.dw.com/p/LLZv
Kesulitan hidup di SomaliaFoto: AP

Setelah berbulan-bulan mengalami serangan dan pemerasan yang dilakukan kaki tangan jaringan Al Qaida, Al Shabab, badan pangan Perserikatan Bangsa-bangsa WFP terpaksa menghentikan bantuan pangan bagi sejuta rakyat Somalia yang kelaparan di selatan Somalia. Dalam pernyataan yang dikeluarkan WFP, meningkatnya ancaman dan serangan terhadap operasi kemanusiaan, menyulitkan WFP dalam menyalurkan bantuan mereka.

Kelompok pemberontak radikal Al Shabab, yang pemimpinnya tahun lalu mengumumkan kesetiaannya pada pemimpin Al Qaida Osama bin Laden, telah menyerang dan memeras markas WFP dalam pekan-pekan terakhir. Serangan terakhir dilancarkan ke kota Buale, yang memaksa kantor WFP tutup sementara, bersama kantor-kantor WFP lainnya di Wajid, Beledweyn dan lain-lain.

Dijelaskan WFP lebih lanjut, keamanan petugas merupakan kunci penting bagi operasi bantuan WFP. Serangan-serangan yang terjadi belakangan ini, ancaman, pelecehan dan pemerasan yang dilakukan kelompok bersenjata telah menghalangi jalur bantuan. Juru bicara WFP Peter Smerdon mengungkapkan: “Ancaman-ancaman dan serangan terhadap operasi kemanusiaan kami, pelecehan yang dilakukan pada staf kami, akhirnya memaksa kami sementara waktu menghentikan penyaluran bantuan. Kami berharap untuk dapat melanjutkan operasi kami sepenuhnya, namun sangat tergantung pada keamanan staf kami. Kami terus terang sangat prihatin dengan nasib rakyat Somalia, namun keamanan staf kami sangat kritis dan itu sebabnya kami harus mengmabil langkah yang tidak enak ini.”

Kelompok Al Shabab sebelumnya menerapkan persyaratan ketat bagi organisasi bantuan asing di wilayah yang mereka kuasai, yang akhirnya mendorong penghentian operasi bantuan. Para pejuang Shabab yang terdoktrin ideologi Al Qaida berangsur-angsur memaksa pergi organisasi-organisasi asing yang masih beroperasi di pusat dan selatan kawasan itu.

Tahun lalu saja, pemerintahan Shabab di wilayah Bay dan Bakool menerapkan 11 aturan termasuk menyetor biaya perlindungan sebesar 20 ribu dollar AS, yang dibayarkan dua kali setahun. November lalu organisasi Shabab mengultimatum agar bantuan kemanusian disalurkan hingga batas waktu 1 Januari 2010: “Sebenarnya ancaman ini sudah disampaikan mereka sejak November lalu berlaku 1 Januari 2010. Namun semakin mendekati tenggat waktu itu ancaman semakin meningkat, pelecehan dan tuntutan yang tidak dapat diterima terus dilakukan kelompok bersenjata Shabab. Itu yang menyebabkan kami harus mundur.”

Mirip dengan aturan yang dikenakan Taliban di Afghanistan, Shabab juga mewajibkan organisasi bantuan menjaga jarak dari apapun yang mempengaruhi kebudayaan Islam, seperti contohnya membangun kelompok perempuan. Peringatan hari perempuan, sebagaimana hari keagamaan kristiani dan hari AIDS sedunia dilarang.

WFP menyesalkan dan menaruh perhatian atas gangguan penyaluran bantuan tersebut. Padahal ada sekitar 10 juta orang di Somalia membutuhkan bantuan kemanusiaan, terutama bantuan pangan darurat. Bahkan di tahun yang dianggap relatif baik, hanya terdapat 40 persen makanan untuk mencukupi kebutuhan seluruh populasi. Dalam lima tahun terakhir produk lokal hanya mampu mencukupi 30 persen kebutuhan pangan warga.

Terperosok dalam perang sipil sejak tahun 1991 dan tempaan bencana alam berulang kali menjadikan Somalia sebagai negara yang mengalami krisis kemanusiaan terparah di dunia.

(AP/HP/rtr/afp)