1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Warga Yordania Ragukan Pemilu Parlemen

Doris Bulau22 Januari 2013

Seruan boykot, tuduhan korupsi dan demonstrasi menentang pemerintah membayangi kampanye pemilu di Yordania. Raja menjanjikan reformasi, tapi kepercayaan terhadapnya pudar.

https://p.dw.com/p/17OV6
image: 7 Main title: Election campaigns - Jordan Photo title: Electoral posters Place and date: Amman, 12 – 1 – 2013 Copy right/photographer: Mohamad AL Anasweh - DW
Kampanye pemilu di YordaniaFoto: DW/ Mohamad AL Anasweh

Ibukota Yordania Amman dipenuhi dengan plakat-plakat pemilu yang besar. Warga di negara itu akan melakukan pemilihan parlemen Rabu (23/1). Tapi banyak warga yang tidak lagi percaya terhadap janji-janji para politisi, seperti halnya Amal Kalaji. „Itu kembali hanya nama-nama dan wajah-wajah lama, selama mereka masih berkuasa, tidak ada yang berubah,“ kritik sekretaris tersebut. "Selalu dengan panji-panji yang sama. Mereka akan kembali terpilih dan kemudian janji sama sekali tidak dipenuhi.“ Konsekuensinya, perempuan itu tidak akan pergi memilih.

Juga insinyur yang kuliah di Jerman, Taufiq Abu Ishir tidak mengharap banyak. „Aktivis-aktivis yang berdemonstrasi untuk reformasi, kini memboikot pemilu. Tampaknya anggota parlemen akan memiliki kekuasaan lebih besar dan raja makin sedikit. Tapi akan selalu terjadi kembali seperti yang sudah-sudah.“

Wakil Rakyat Hampir Tanpa Kompetensi

Raja Yordania Abdullah baru-baru ini menjanjikan, akan menyerahkan sebagian kekuasaannya dan memberi hak lebih besar kepada parlemen. Bahwa banyak kandidat sangat dekat dengan raja, sudah lama bukan lagi rahasia. Juga tuntutan oposisi, bahwa perdana menteri diharapkan dipilih oleh rakyat, pernah dihalangi oleh raja. Setidaknya ia memberi persetujuan kepada parlemen untuk memilih perdana menteri, demikian juga menteri-menteri. Kedua hal itu selama ini hanya wewenang raja.

Partai terbesar di negara itu Front Aksi Islam (IAF) kini menyerukan untuk melakukan boikot pada hari Rabu. Tapi tidak hanya partai Islam yang mengritik pemilu tersebut. Kelompok nasionalistis Arab yang berasal dari Palestina dan sejumlah klan Yordania yang biasanya setia kepada keluarga kerajaan, menilai undang-undang pemilu itu „tidak adil.“. Karena dalam bentuk modifikasinya UU Pemilu itu merugikan kelompok-kelompok dan partai-partai tertentu serta mengutamakan pendukung raja, demikian kritik IAF. Orang-orang kaya dan pebisnis yang setia pada raja dengan uang dalam jumlah besar membeli posisi-posisi teratas pada daftar pemilu. Seandainya IAF ikut ambil bagian dalam pemilu, partai tersebut dapat meraih 30 persen suara.

Protesters from the Islamic Action Front and other opposition parties hold up Jordanian national flags during a protest in Amman January 18, 2013. Jordan's mainstream Islamists, who are boycotting next week's parliamentary elections, held a Friday prayers rally in the capital to protest election law and to press for demands for wider political reforms. REUTERS/Majed Jaber (JORDAN - Tags: POLITICS ELECTIONS CIVIL UNREST)
Aksi Protes Partai IAFFoto: Reuters

Manuver Kampanye Pemilu Yang Mudah Ditebak

Setiap Jumat seusai sholat selalu saja orang-orang berkumpul melakukan demonstrasi di jalan-jalan ibukota Amman. Mereka sebenarnya warga biasa yang menentang naiknya biaya energi. Harga-harga untuk gas dan minyak beberapa bulan terakhir naik dua kali lipat. Kini subsidi untuk air dan listrik juga akan dihapus. Semua jadi makin mahal dan untuk rata-rata pendapatan penduduk per bulan sekitar 5 juta rupiah.

Kini mendadak di tengah-tengah kampanye pemilu, harga bensin yang sebelumnya naik drastis, diturunkan sampai ke harga amat rendah menjadi sekitar 13 ribu rupiah per liter. Bagi semua sudah jelas bahwa setelah pemilu harga itu akan naik lagi. Oleh karena itu manuver raja tidak akan dapat menghindari rendahnya tingkat partisipasi pemilu. Para pakar memperkirakan sekitar 30 sampai 40 persen.

Parlamentswahl in Jordanien
Boykot pemilu para perempuan di YordaniaFoto: Doris Bulau

Juga meskipun insinyur Taufiq Abu Ishir tidak pergi memilih, ia tidak menyerahkan perjuangan politisnya begitu saja kepada lapisan masyarakat yang lebih beruntung. Ia memikirkan keempat anaknya dan mengharapkan masa depan yang lebih baik. „Sebuah sistem di mana tidak ada korupsi, di mana ada kebebasan berpendapat dan kebebasan pers, di mana ada lapangan kerja dan tempat kuliah bagi semua, yang selama ini semua itu tidak ada“