1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

200511 Afghanistan Truppenpräsenz

Vidi Athena Legowo1 Juni 2011

Sampai tahun 2014, pasukan asing yang kini ditempatkan di Afghanistan akan ditarik seluruhnya dari negeri ini. Warga Afghanistan mengetahui, perang di negara mereka baru berakhir bila aksi teror tidak terjadi lagi.

https://p.dw.com/p/11SZ5
Bundeswehr Jerman yang tergabung dalam pasukan ISAF di AfghanistanFoto: AP

Pasukan asing di negaranya? Sebagian besar kaum laki-laki di selatan Afghanistan tidak menginginkannya. Menurut hasil penelitian dewan internasional keamanan dan pembangunan atau ICOS, 90 persen warga Afghanistan yang laki-laki memandang kritis kehadiran militer pasukan asing di provinsi selatan yang bergolak. Namun, pemerintah Afghanistan terus menyetujui kelanjutan kerjasama dengan NATO. Bahkan, hingga setelah penarikan mundur pasukan di tahun 2014.

Penasihat masalah keamanan Republik Afghanistan, mantan Menteri Luar Negeri Rangin Dadfar Spanta menjelaskan alasannya, "Kerjasama dengan Amerika Serikat menguntungkan bagi Afghanistan, karena mereka sesuai dengan kebutuhan warga Afghanistan. Kami mengharapkan kedaulatan nasional di semua di bidang: politik, ekonomi, sosial, keamanan politik dan masalah hukum."

Kementrian Pertahanan Afghanistan juga menginginkan keberadaan tentara Amerika Serikat dalam jangka panjang di negaranya. Juru bicara kementrian, Zaher Azimi, mengkaitkannya dengan kematian Osama bin Laden. "Kematian satu orang tidak bisa menghancurkan seluruh organisasi. Masih dibutuhkan waktu. Kementrian Pertahanan Afghanistan tetap menganggap perang melawan terorisme belum berakhir."

Sebagian warga, walau pun melancarkan kritik bagi pasukan asing, juga khawatir bahwa penarikan mundur pasukan asing adalah hal yang terburu-buru. Warga yang masih belum bisa melupakan perang saudara, takut militer Afghanistan tidak bisa mengatasi kekacauan baru. Termasuk diantaranya Siawash dari Kunduz. "Seperti yang kita semua tahu, perang saudara di Afghanistan terjadi saat pasukan Soviet mundur dari Afghanistan. Karena ada pasukan asing, warga saling menghormati. Jika pasukan asing terlalu cepat ditarik keluar, maka perang lama akan kembali terjadi."

Siawash yakin, banyak warga Afghanistan di wilayah utara khususnya di Kunduz menyambut kehadiran pasukan Jerman. Ia berpendapat sama dengan pemerintah Afghanistan, terlalu sedikit yang dilakukan untuk memerangi teror.

Sakia Sahar dari Kabul misalnya tidak percaya bahwa jaringan teror Al Qaida telah dikalahkan. "Al Qaida adalah kelompok teroris yang masih memiliki ribuan anggota selain bin Laden. Jika Amerika Serikat percaya bahwa masalah telah selesai dengan kematian bin Laden dan mereka memutuskan untuk segera keluar dari Afghanistan, maka mereka melakukan kesalahan. Kejadian seperti 11 September juga bisa terus direncanakan dan dijalankan oleh Al Qaida."

Karena itu Noorullah Mohseni, profesor hukum dan politik di Universitas Balkh yang terletak di kawasan utara negara itu, juga berharap agar pasukan menetap di Afghanistan. Mohseni tahu, bahwa warga Afghanistan khususnya di wilayah selatan tidak begitu senang dengan kehadiran pasukan asing. Namun di sana pun tidak ada yang mau jika kelompok Taliban dan al Qaida kembali menguasai daerah mereka.

Rakyat lelah dengan perang terus-menerus dan setelah lebih dari 30 tahun perang, ingin kembali hidup dalam suasan damai yang bermartabat. Tetapi ini hanya bisa dicapai dengan bantuan dunia internasional. Dan di balik semua kritik yang dilancarkan, Profesor Mohseni yakin, semua rakyat Afghanistan sadar akan hal tersebut.

Vidi Legowo-Zipperer/Nazimi Waslat-Hasrat

Editor: Yuniman Farid