1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
KesehatanGlobal

Vaksin COVID-19 Berbasis Protein untuk Vaksinasi Global

21 Desember 2021

Regulator obat-obatan Eropa (EMA) telah menyetujui vaksin virus corona Novavax. Vaksin berbasis protein ini dapat menjadi alternatif nyata, baik untuk memajukan kampanye vaksinasi global maupun untuk skeptis vaksinasi.

https://p.dw.com/p/44btK
Novavax telah mengajukan permohonan persetujuan di Uni Eropa, dan vaksin berbasis protein lainnya diharapkan menyusul
Novavax telah mengajukan permohonan persetujuan di Uni Eropa, dan vaksin berbasis protein lainnya diharapkan menyusulFoto: Justin Tallis/AFP/ Getty Images

Banyak orang yang menolak untuk disuntik vaksin COVID-19 mengatakan bahwa mereka tidak mempercayai teknologi di balik vaksin berbasis mRNA, seperti yang ada pada vaksin produksi BioNTech-Pfizer dan Moderna. Mereka juga mengatakan tidak mempercayai vaksin berbasis vektor, seperti vaksin Oxford-AstraZeneca dan Johnson & Johnson.

Banyak yang mengatakan bahwa mereka malah menunggu vaksin berbasis protein, yang telah terbukti selama bertahun-tahun memberikan perlindungan yang aman, misalnya terhadap influenza, tetanus, dan batuk rejan.

Sekarang, regulator obat-obatan Eropa (EMA) telah menyetujui vaksin berbasis protein pertama, yang diproduksi oleh perusahaan Amerika Serikat (AS), Novavax, untuk melawan virus SARS-CoV-2.

Vaksin berbasis protein tampaknya menawarkan tingkat perlindungan yang baik terhadap COVID-19 dan menghasilkan lebih sedikit efek samping daripada vaksin berbasis vektor dan mRNA yang sudah ada dan disetujui.

Sangat dibutuhkan untuk kampanye vaksin global

Para ahli mengatakan vaksin berbasis protein sangat dibutuhkan untuk program vaksinasi global melawan pandemi COVID-19. Mereka menyoroti banyaknya negara kaya yang semakin sibuk memberikan vaksin booster kepada populasinya, sementara banyak orang di negara miskin masih belum menerima dosis pertama.

Sementara negara-negara kaya melakukan kampanye vaksinasi booster, negara-negara miskin belum menerima dosis pertama
Sementara negara-negara kaya melakukan kampanye vaksinasi booster, negara-negara miskin belum menerima dosis pertamaFoto: Weber/Eibner-Pressefoto/picture alliance

Para peneliti mengatakan vaksin berbasis protein dapat membantu orang-orang di negara-negara miskin mendapatkan vaksinasi. Vaksin berbasis protein lebih murah untuk diproduksi daripada vaksin mRNA dan dapat disimpan pada suhu 2 hingga 8 derajat Celsius, yang membuatnya lebih mudah untuk didistribusikan.

Perusahaan mana saja yang mengembangkan vaksin berbasis protein?

Butuh waktu lebih lama untuk mengembangkan vaksin virus corona berbasis protein. Baru pada bulan November 2021 Novavax mengajukan permohonan persetujuannya ke EMA. Diharapkan juga bahwa AS akan menyetujui vaksin Novavax untuk digunakan di sana pada akhir tahun.

Indonesia menjadi negara pertama yang memberikan persetujuan darurat penggunaan vaksin Novavax pada awal bulan November lalu. Pengajuan untuk persetujuan juga sedang berlangsung di Inggris Raya, Kanada, dan Australia.

Selain Novavax, ada produsen vaksin berbasis protein lainnya seperti Biological E dari India dan Clover Biopharmaceuticals dari Cina yag juga akan mengajukan kandidat vaksin mereka untuk disetujui.

Lalu ada juga perusahaan Inggris-Prancis, Sanofi-GlaxoSmithKline, perusahaan Kanada bernama Medicago, dan perusahaan Korea Selatan bernama sk bioscience. Masing-masing tengah terus mengembangkan vaksin berbasis protein mereka.

Salah satu poin kunci saat ini adalah bagaimana vaksin berbasis protein diproduksi di lebih banyak negara. Di beberapa negara, seperti Kuba, Rusia, dan Taiwan, vaksin berbasis protein menjadi standar dalam kampanye vaksin nasional.

Apa yang membedakan vaksin berbasis protein?

Vaksin berbasis protein berisi protein yang sangat kecil dan mirip spike protein COVID-19. Sistem kekebalan tubuh bereaksi terhadap protein dalam vaksin, dan reaksinya jauh lebih cepat karena — bertentangan dengan vaksin lain — ia tidak harus memproduksi protein itu sendiri. Protein diantarkan dalam vaksin.

Vaksin Novavax tidak berisikan virus corona yang telah mati. Sebagai gantinya, para pengembang menggunakan nanoteknologi rekombinan untuk menghasilkan partikel terkecil yang menyerupai spike protein SARS-CoV-2.

Menggunakan sel serangga, para pengembang menciptakan nanopartikel yang dikenali oleh sistem kekebalan tubuh sebagai virus — partikel mirip virus meskipun itu bukan virus — dan kemudian bereaksi sesuai dengan itu.

Nanopartikel tersebut tidak membawa DNA virus dan karenanya menghasilkan lebih sedikit efek samping pada tubuh manusia. Namun, respons imun manusia lebih lemah.

Efek yang lebih kuat dengan adjuvant

Untuk memperkuat respons imun, para pengembang menambahkan apa yang disebut adjuvant pada vaksin-vaksin ini. Dalam kasus vaksin Novavax, bahan pembantunya adalah saponin (diekstrak dari Quillaja saponaria atau pohon kulit sabun), bersama dengan kolesterol dan fosfolipid.

Beberapa kritikus vaksin mengatakan beberapa adjuvant, seperti garam aluminium, berbahaya. Namun, meta-studi sejauh ini gagal menemukan hubungan antara adjuvant tersebut dan efek samping atau alergi yang serius.

Pengembangan panjang

Carlos Guzman, Direktur Departemen Vaksinologi dan Mikrobiologi Terapan di Pusat Penelitian Infeksi Helmholtz dan seorang profesor di Sekolah Kedokteran Hannover berpendapat bahwa sebelum vaksin mRNA mendapatkan persetujuan yang telah lama dinanti untuk digunakan dalam pandemi COVID-19, vaksin berbasis protein dianggap sebagai teknologi yang berorientasi masa depan, telah dicoba dan diuji.

"Vaksin berbasis protein sangat terkenal, tubuh orang cenderung mentolerirnya lebih baik (daripada vaksin lain), dan tidak ada pertanyaan besar yang harus dijawab," kata Guzman.

"Tetapi satu kelemahannya adalah dibutuhkan waktu lebih lama untuk mengembangkan vaksin berbasis protein daripada mRNA atau vaksin berbasis vektor," sambungnya.

Seberapa efektif vaksin berbasis protein?

Novavax mengklaim vaksinnya 90,4% efektif. Angka tersebut menempatkan vaksin Novavax setara dengan vaksin mRNA dari BioNTech-Pfizer dan Moderna. Tingkat kemanjuran itu diambil dari studi pada pertengahan tahun 2021 di AS dan Meksiko.

Sementara itu, sebuah penelitian di Inggris yang dilakukan ketika varian Alfa dari virus corona yang dominan di Inggris, menunjukkan vaksin Novavax memiliki kemanjuran 83%.

Namun, dalam sebuah penelitian yang dilakukan sekitar waktu yang sama di Afrika Selatan, di mana varian Beta mendominasi, tingkat kemanjuran vaksin Novavax hanya mencapai tingkat 50%.

Jika varian yang lebih baru, seperti Delta dan Omicron, terus menunjukkan bahwa mereka semakin menular, maka mungkin semua vaksin akan melihat penurunan kemanjurannya.

Inilah sebabnya mengapa kita semua membutuhkan vaksin booster. Namun pada saat yang sama, negara-negara miskin tidak boleh dilupakan, karena risiko varian virus baru berkembang dan pandemi yang berlanjut tanpa batas hanya dapat dibendung ketika orang-orang di seluruh dunia dapat divaksinasi.

Tingkat vaksinasi di Afrika
Tingkat vaksinasi di Afrika

Membawa vaksinasi global ke depan

Di samping vaksin COVID-19 yang ada, jutaan dosis yang telah dijanjikan kepada negara-negara miskin melalui program COVAX, vaksin berbasis protein tidak diragukan lagi akan digunakan di negara-negara tersebut.

Novavax telah menjanjikan satu miliar dosis melalui COVAX. Perusahaan mengatakan dapat menghasilkan 100 juta dosis – bahkan mungkin 150 juta dosis – per bulan.

Kepala Eksekutif Novavax, Stanley Erck, mengatakan bahwa banyak dosis pertama yang diproduksi perusahaan akan diberikan ke negara-negara miskin.

Visualisasi data perbandingan kasus baru COVID-19 dalam 14 hari terakhir di seluruh dunia
Visualisasi data perbandingan kasus baru COVID-19 dalam 14 hari terakhir di seluruh dunia

Ed: rap/ha