Unjuk Rasa Berlanjut Sampai PM Thailand Mundur
13 April 2010Para pengunjuk rasa, kelompok „Baju Merah“ mengancam untuk merangsek ke markas militer dimana Perdana Menteri Thailand Abhisit Vejjajiva bermarkas setelah Komisi Pemilu secara mengejutkan merekomendasikan pembubaran Partai Demokrat.
Menanti Putusan Mahkamah Konstitusi
Abhisit Vejjajiva, yang menjabat sebagai Perdana Menteri Thailand sejak tahun 2008, terpaksa harus turun dari jabatannya, apabila Mahkamah Konstitusi memutuskan Partai Demokrat menyalahi aturan pendanaan pemilu. Sebelumnya Komisi Pemilu merekomendasikan pembubaran partai PM Thailand tersebut, setelah memutuskan bahwa Partai Demokrat bersalah, dengan menerima sejumlah dana besar yang bertentangan dengan aturan sumbangan pemilu. Juru bicara pemerintah Panitan Wattanayagorn mengaku terkejut mendengar keputusan itu: „Terlalu dini, untuk memberikan pernyataan, karena berita ini baru saja datang. Kita sebaiknya menunggu, hingga juru bicara partai secara resmi menyampaikan penjelasan. Ada berbagai langkah hukum bisa yang dilakukan. Pertama-tama mengajukan pembelaan di Mahkamah Konstitusi. Ini merupakan tindakan awal dari proses hukum yang panjang. Kita tidak dapat berspekulasi mengenai ini.“
Aksi Akan Berlanjut Sampai Abhisit Mundur
Kelompok „Baju Merah“ yang menginginkan Abhisit untuk mundur, mengungkapkan, bahwa mereka akan meningkatkan aksi protesnya, dengan merencanakan pembagian selebaran dan gambar-gambar tentang bentrokan berdarah, Sabtu lalu. Pengunjuk rasa menyatakan tentara menembaki para demonstran, namun di pihak lain pemerintah menuding tragedi itu ditunggangi mantan perdana menteri Thaksin Shinawatra.
Pejabat berwenang Thailand mempersilakan pengunjuk rasa menggelar pawai di Bangkok, asalkan tidak menggunakan aksi kekerasan. Deputi PM Thailand, Suthep Thaugguban menjanjikan pemerintah tidak akan menggunakan kekerasan untuk menghalau aksi damai demonstran. Ditambahkannya, pemilu mungkin bisa saja dilakukan dalam tujuh atau delapan bulan mendatang, namun sembilan bulan merupakan waktu yang paling tepat, sebab pemerintah perlu memberi waktu bagi rakyat untuk menenangkan diri. Sebelumnya Abhisit menawarkan pemilu digelar akhir 2010, yang artinya setahun lebih awal dari jadwal semestinya. Namun kelompok „Baju Merah“ menolak tawaran itu.
Sementara itu Panglima Militer Thailand Anupong Paochinda, Senin kemarin mengungkapkan pemilu awal dapat menghentikan kebuntuan di negeri Gajah Putih tersebut. Pernyataan itu merupakan yang pertamakalinya disampaikan Panglima sejak pasukannya gagal menghalau pengunjuk rasa dari pusat kota Bangkok.
Desakan Mundur Semakin Berat
Dengan adanya rekomendasi Komisi Pemilu serta pernyataan Panglima Militer tersebut, menurut pengamat politik Likhit Dhiravegin, Abhisit tak punya pilihan lain, kecuali mundur: „sudah tidak ada jalan lain yang bisa menjadi pemecahan, selain pembubaran Partai Demokrat. Tak ada pengecualian di sini. Bukti-bukti pelanggaran sudah jelas. Oleh karenanya dalam kasus ini tidak ada yang dapat diperbuat. Artinya, Partai Demokrat dibubarkan dan dalam lima tahun kedepan para pemimpinnya tidak boleh berpolitik, sebagaimana kasus yang menimpa partai lainnya. Berdasarkan etiket politik, perdana menteri seharusnya mengundurkan diri.“
HRW Desak Investigasi
Setelah terjadinya bentrokan berdarah Sabtu lalu, organisasi pemantau HAM Human Rights Watch mengecam pemerintah Thailand dan pemimpin oposisi. HRW menekankan seharusnya pemerintah secara terbuka mengakhiri kekerasan dan pemimpin oposisi dapat mengendalikan massa. HRW mendesak penyelidikan atas insiden yang menewaskan 21 orang dan mencederai lebih dari 800 orang tersebut.
Festival Songkran Dimulai
Selasa ini Thailand memasuki pekan panjang festival air Songkran, yang ternodai oleh darah dan perpecahan bangsa. Songkran merupakan perayaan Tahun Baru Thailand yang menandai puncak musim panas di negara Gajah Putih itu. Rakyat dapat bersuka cita dengan saling menyemprotkan air dalam perayaan, namun di tahun ini Songkran diperkirakan tidak akan mendinginkan suasana hati bangsa Thailand.
(AP/AS/rtr/ap/dpa/afp)