1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

121109 EU Kyoto Fortschrittsbericht

13 November 2009

Waktu pelaksanaan konferensi puncak iklim di Kopenhagen, Denmark, sudah dekat. Awal Desember negara-negara di dunia akan memutuskan perjanjian iklim yang akan menggantikan Protokol Kyoto.

https://p.dw.com/p/KW7U
Logo konferensi puncak iklim dan putri duyung di Kopenhagen, DenmarkFoto: picture alliance / dpa /COP 15

Jika sasaran iklim yang mengikat gagal dicapai, menurut para pelindung lingkungan perubahan iklim yang terjadi hampir tidak tertanggulangi. Tapi beberapa hari lalu, seusai pertemuan persiapan untuk itu di Barcelona, Artur Runge-Metzger, pimpinan juru runding Komisi Eropa harus mengumumkan kabar buruk, "Tampaknya saat ini tidak ada jaminan sukses bagi pertemuan Kopenhagen. Saya pikir sangat mustahil di Kopenhagen terwujud apa yang kita inginkan, paling tidak dari pihak Uni Eropa, yakni perjanjian yang sempurna."

Komisaris Lingkungan Uni Eropa Stavros Dimas berpendapat Eropa bukan penyebabnya. Eropa sudah memenuhi sasaran perlindungan iklimnya. Dibanding tahun 1990, Eropa berada sedang melakukan pengurangan emisi karbondioksida sampai 8 persen sampai tahun 2012, bahkan mungkin lebih. Dan tahun 2020 Eropa ingin mengurangi pelepasan emisi gas rumah kaca tersebut sampai 20 persen. Jika negara-negara penting lainnya ikut berpartisipasi, Eropa bahkan akan menurunkannya sampai 30 persen. Tapi negara-negara lain yang menjadi masalah saat ini.

"Eropa bersedia melakukannya dengan sekuat tenaga. Tapi konferensi Kopenhagen dan perang mengatasi perubahan iklim secara menyeluruh hanya dapat sukses jika mitra-mitra negara industri kami dan negara-negara besar ambang industri juga turut memikul tanggung jawab," tandas Stavros Dimas.

Baik Amerika Serikat, Cina ataupun India sampai sejauh ini belum menetapkan sasaran penurunan emisi. Jika Eropa sendiri yang menurunkan emisinya meskipun dalam tingkat radikal, hal itu tidak begitu bermanfaat, karena andil Eropa terhadap perubahan iklim relatif kecil.

Tapi juga di dalam Eropa sendiri terjadi perbedaan pendapat. Memang pada dasarnya mereka bersedia membantu negara-negara berkembang mengubah ekonomi pembangunannya menjadi lebih ramah lingkungan, tapi siapa yang paling banyak menanggung biaya tersebut di Eropa? Terutama menurut tingkat kesejahteraan, haruslah negara kaya, negara-negara anggota lama Uni Eropa yang harus menanggung beban utama. Seballiknya jika menurut polusi lingkungan, maka negara-negara seperti Polandia yang memiliki tambang batu bara dan sistim industri lamanya yang harus menanggungnya.

Menteri Keuangan Swedia Anders Borg baru-baru ini mengakui adanya kegagalan di sini, "Satu hal yang jelas: Sungguh mengecewakan, jika kita dalam masalah pembiayaan perlindungan iklim selama ini tidak dapat mencapai kesepakatan. Jika berpikir bahwa Eropa dalam hal perlindungan iklim mengambil posisi pionir, suatu hal yang penting, sangat penting bahwa kita dalam beberapa hari dan pekan ke depang mencapai kemajuan dalam hal ini."

Tapi hari-hari berlalu tanpa kemajuan yang tampak. Sejumlah kepala pemerintahan Uni Eropa seperti Kanselir Jerman Angela Merkel sudah membiasakan diri dengan pikiran, konferensi Kopenhagen paling tinggi akan menghasilkan pernyatakan politik. Namun itu setidaknya mengikat secara hukum, demikian permintaan Merkel dalam pertemuan puncak Uni Eropa baru-baru ini.

Christoph Hasselbach/Dyan Kostermans

Editor: Yuniman Farid