1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Uni Eropa: Otonomi Strategis Baru Sebatas Teori

Christoph Hasselbach
2 Januari 2023

Di tengah krisis geopolitik dan ekonomi, Uni Eropa justru berambisi menjadi lebih mandiri dengan membebaskan diri dari pengaruh Amerika Serikat. Niat tersebut nyatanya lebih mudah diucapkan ketimbang direalisasikan.

https://p.dw.com/p/4LdyO
Ilustrasi krisis geopolitik di dunia
Ilustrasi krisis geopolitik di duniaFoto: Ute Grabowsky/photothek/picture alliance

Kelegaan terdengar lantang di Brussels dan Berlin ketika menanggapi hasil pemilu sela di Amerika Serikat, November silam. Kegagalan Partai Republik dan bekas Presiden Donald Trump menguasai mayoritas di Senat dan Kongres dirasa hanya akan berdampak baik bagi Uni Eropa. Pasalnya di bawah Trump, relasi trans-Atlantik antara AS dan Uni Eropa mencapai titik nadir.

"Namun demikian UE tidak selayaknya berpuas diri," kata Thorsten Benner, Direktur Global Policy Institute di Berlin. Dalam sebuah editorial untuk DW, dia menulis betapa "Joe Biden mungkin akan menjadi presiden terakhir di AS yang masih menanggap penting hubungan transatlantik." Kemesraan politik dan jaminan keamanan yang selama ini ditawarkan Washington diyakini akan surut, seiring meningkatnya eskalasi konflik dengan Cina di Asia Pasifik.

Selambatnya sejak era Trump dan invasi Rusia di Ukraina, Uni Eropa mulai mendebatkan doktrin baru yang diberi nama "otonomi strategis," untuk bisa mandiri secara politik, keamanan dan ekonomi dari AS, Cina atau Rusia. 

Gas dari Groningen Gantikan Pasokan dari Rusia?

Josep Borell, petugas urusan luar negeri UE, mewanti-wanti betapa proyek Eropa terancam menjadi "tidak relevan" oleh perkembangan geopolitik dunia. "Tiga puluh tahun lalu seperempat kemakmuran di Bumi dimiliki oleh Eropa," tulisnya dalam sebuah artikel. "Dalam 20 tahun ke depan, porsi Eropa pada perekonomian global akan berkisar paling tinggi 11 persen."

Menurutnya "otonomi strategis" diperlukan untuk menjamin kelangsungan Uni Eropa. Hal ini juga diamini di Jerman. Dalam perjanjian koalisi pemerintahan, partai SPD, Partai Hijau dan FDP sepakat untuk "memperkuat kedaulatan strategis Uni Eropa. Sasaran kami adalah UE yang berdaulat sebagai aktor yang kuat di dunia yang dipenuhi  persaingan sistem dan ketidakpastian."

Otonomi strategis bagi UE

Dewan Eropa untuk Hubungan Luar Negeri (ECFR) sudah lebih dulu menerbitkan Indeks Kedaulatan Eropa. Indeks tersebut mengukur tingkat kemandirian  di bidang perlindungan iklim, pertahanan, ekonomi, kesehatan, migrasi dan teknologi. Saat ini, UE dianggap sangat bergantung dalam pengembangan teknologi kepada negara lain.

Jerman mendapat nilai terbaik dalam Indeks Kedaulatan Eropa, antara lain karena giat berinvestasi untuk memperkuat "daya tahan Uni Eropa." Sebaliknya untuk urusan ekonomi, "Jerman merasa terlalu percaya diri dalam kebergantungan dari Rusia dan Cina," tulis ECFR. Dalam hal ini, Berlin diimbau belajar dari masa lalu.

Bagi Henning Hoff, dari lembaga wadah pemikir Masyarakat Jerman untuk Kebijakan Luar Negeri, otonomi di Eropa jauh panggang dari api. "Dalam pertahanan dan keamanan, invasi Rusia terhadap Ukraina membuktikan betapa Eropa masih bergantung dari AS," kata dia. "Sudah jelas, jika saja Ukraina bergantung pada kiriman senjata hanya dari Eropa, maka negara itu sudah sirna."

Adalah Presiden Prancis, Emmanuel Macron, yang paling giat mengkampanyekan kedaulatan militer di Eropa. Sejak keluarnya Inggris, Prancis adalah satu-satunya kekuatan nuklir di Uni Eropa. Sektretaris Jendral Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), Jens Stoltenberg, sebaliknya mewanti-wanti terhadap kebijakan tersebut. "Saya tidak percaya pada Eropa sendirian, atau Amerika sendirian."

Menurutnya, hanya NATO yang bisa menjamin keamanan di kedua kawasan. Dia mengingatkan, bahwa saat ini cuma 20 persen anggaran NATO yang disumbangkan Uni Eropa, sementara 80 persen datang dari Amerika Serikat, Inggris, Kanada dan Turki.

Dalam isu keamanan, negara-negara Uni Eropa masih berselisih antara Polandia dan kawasan Baltik yang menginkan intervensi AS, dengan Prancis dkk. yang sebaliknya ingin membangun kekuatan tempur sendiri. (rzn/as)