1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Ulama Aceh Dukung Fatwa Haram Nonmuhrim Ngopi Semeja

6 September 2018

Setelah mendulang kritik dari berbagai kalangan setelah melarang perempuan berbagi meja dengan pria yang bukan muhrimnya, kini Bupati Bireuen mendapat dukungan dari pemuka agama lokal terhadap kebijakannya itu,

https://p.dw.com/p/34Pjl
Frauen Gesichtsschleier Verschleierung Tudung Indonesien
Foto: Getty Images/AFP/S.Khan

Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Bireuen menilai standardisasi warung kopi, kafe, dan restoran hanya imbauan. Edaran tersebut dibikin untuk mencegah pasangan nonmuhrim melakukan perbuatan melanggar syariat.

"Jadi imbauan tersebut bersifat imbauan dan melekat nilai dakwah di dalamnya. Karena di tempat-tempat nongkrong biasanya kan ada hal-hal syar'i yang dilanggar. Kita ingatkan dengan imbauan ini," kata Wakil Ketua MPU Bireuen Teungku Jamaluddin Idris, Kamis (6/9/2018).

Baca Juga:Kabupaten Aceh ini Haramkan Pasangan Belum Menikah Duduk Semeja di Kafe 

Menurutnya, hal-hal yang dinilai melanggar syariat seperti adanya pasangan nonmuhrim berduaan nongkrong di warung kopi atau kafe. Secara syariat Islam, perbuatan mereka dianggap salah.

"Alangkah baiknya jika mereka yang salah itu diingatkan. Jadi ini semua untuk kemaslahatan umat," ungkap Jamaluddin.
Sebelum edaran itu dikeluarkan, Pemkab Bireuen sempat menggelar pertemuan dengan Dinas Syariat Islam dan MPU setempat. Dalam pertemuan itulah kemudian dibuat aturan standardisasi untuk warung kopi, kafe, dan restoran.

Pembatasan Hak Perempuan

Aturan standardisasi warung kopi yang diteken Bupati Bireuen Saifannur pada 30 Agustus lalu itu memuat 14 poin. Namun ada dua poin yang menarik perhatian dan bikin heboh, yaitu poin nomor 7 dan 13.

Baca Juga:Tiru Arab Saudi, Aceh Ingin Berlakukan Hukum Pancung 

Pada poin ke-7 berisi larangan melayani pelanggan wanita di atas pukul 21.00 WIB kecuali bersama mahramnya. Sedangkan poin ke-13 tentang haram laki-laki dan perempuan makan dan minum satu meja kecuali dengan mahramnya.

"Kalau sama mahramnya kan tidak ada masalah, tapi kalau bukan mahram itu haram, karena di dalam hukum syariat itu haram hukumnya," kata Kadis Syariat Islam Kabupaten Bireuen Jufliwan.

"Itu untuk mencegah terjadinya perselingkuhan. Tujuan kita mencegah agar tidak terjadi pelanggaran syariat, tidak lain," jelas Jufliwan.

Sumber: Detik News