1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Turki Kandidat Anggota "Abadi" Uni Eropa?

5 April 2010

10 Desember 1999, pada KTT Uni Eropa di Helsinki, Finlandia secara resmi Turki diterima sebagai kandidat anggota Uni Eropa. Namun sejauh ini, harapan Turki untuk menjadi anggota penuh Uni Eropa masih belum terwujud.

https://p.dw.com/p/Mne0
Simbol Bendera Turki - Uni EropaFoto: DW

Sejak dimulainya proses penerimaan Turki ke dalam Uni Eropa lebih dari 10 tahun lalu, banyak perubahan yang terjadi di Turki. Penghapusan hukuman mati, reformasi hukum pidana dan pemberantasan korupsi. Iklim politik di Turki juga mengalami perubahan, demikian dikatakan pakar politik Dogan Tilic. Misalnya dilakukan diskusi intensif mengenai peran militer dalam politik. Tokoh-tokoh yang berusaha melakukan kudeta harus mempertanggungjawabkan tindakannya di muka pengadilan. Para jenderal didengarkan keterangannya. Republik Turki melakukan berbagai langkah dalam proses demokratisasi. Berkaitan dengan itu Dewan Keamanan Nasional yang selama beberapa dekade menentukan haluan politik Turki juga direformasi.

Perubahan tidak hanya di bidang politik dalam negeri tapi juga hubungan Turki dengan negara lain, misalnya dengan Armenia. Sejak tahun 1993, setelah terjadinya perang antara Armenia dengan Azerbaijan yang merupakan mitra Turki, hubungan diplomatik antara Turki dan Armenia terputus dan perbatasan antara kedua negara ditutup. Sementara ini telah dilakukan langkah normalisasi hubungan dan diharapkan perbatasan kedua negara akan kembali dibuka.

Meskipun demikian dalam sidang parlemen Februari lalu Parlemen Eropa menyimpulkan, tahun 2009 Turki hanya mencapai sedikit kemajuan dalam memenuhi kriteria persyaratan untuk masuk ke dalam Uni Eropa. Para anggota parlemen menyambut gembira perdebatan luas di Turki tentang berbagai tema yang secara tradisi dipandang tabu, tapi antara lain meminta reformasi undang-undang secara mendalam di Turki. Ria Oomen-Ruijten, anggota parlemen dari Belanda menyimpulkan pendapat kebanyakan anggota parlemen Eropa

„Apa yang ingin kami tekankan terhadap pemerintah dan parlemen Turki adalah bahwa undang-undang baru merupakan hal penting yang mutlak. Sebab hanya sebuah undang-undang baru dapat menjamin berbagai reformasi, tapi juga menjamin semua hak bagi setiap warga Turki untuk menjadikan Turki sebuah negara yang modern, juga negara yang sejahtera.“

Negara yang ingin diterima menjadi anggota Uni Eropa harus memenuhi Kriteria Kopenhagen. Yakni persyaratan yang ditetapkan para kepala negara dan pemerintahan Uni Eropa tahun 1993 dalam pertemuan puncak di Kopenhagen Denmark. Menurut kriteria tersebut syarat utama untuk menjadi anggota adalah stabilitas institusional sebagai jaminan untuk demokrasi dan ketertiban negara hukum, untuk menjaga hak asasi manusia serta memperhatikan dan melindungi kelompok minoritas.

Selain itu negara-negara kandidat harus memiliki sistim ekonomi pasar yang berfungsi dan dapat bertahan dalam persaingan pasar di dalam Uni Eropa. Para calon anggota juga harus bersedia memenuhi kewajiban Uni Eropa dan menjadikan sasaran Uni Eropa juga sebagai sasaran negara yang bersangkutan. Apakah negara-negara juga memenuhi persyaratan itu, menjadi tanggung jawab Komisi Perluasan Eropa.

Sejak Februari lalu, Stefan Füle menjabat Komisi perluasan Eropa yang baru. Sebelumnya Füle merupakan menteri urusan Uni Eropa Ceko. Füle juga pernah menjabat Duta Besar Ceko untuk Inggris dan diplomat tetap Ceko untuk NATO. Tentang proses berkepanjangan keanggotaan Turki ke dalam Uni Eropa, Füle mengatakan

„Di satu sisi motor proses negosiasi adalah reformasi yang dilakukan oleh pemerintah Turki; parlemen Turki. Di sisi lain hal sebenarnya adalah masalah Siprus dan isu-isu lainnya yang belum dipenuhi sesuai Protokol Ankara. Peluang untuk melakukan sesuatu selama masih banyaknya pertanyaan yang belum terjawab dan didiskusikan berkaitan dengan hal ini, mungkin jauh lebih kecil dibanding peluang yang dimiliki kandidat negara lain.“

Pada bulan September 1963 antara Turki dengan Komunitas Ekonomi Eropa, ditandatangani sebuah perjanjian yang disebut Kesepakatan Ankara. Pada tahun 2005 ditandatangani Protokol Ankara. Sebuah protokol tambahan untuk Kesepakatan Ankara, dimana kesepakatan kawasan perdagangan bebas antara Turki dan Uni Eropa itu diperluas ke 9 negara anggota baru Uni Eropa termasuk Siprus Yunani. Tapi bertentangan dengan ketentuan Uni Eropa, Turki hingga kini tidak bersedia membuka pelabuhan udara dan lautnya bagi Siprus Yunani.

Pembicaraan tentang reformasi dan masalah Cyprus sudah dilakukan oleh Komisi Perluasan Eropa. Tapi apa yang harus dilakukan di Ankara untuk mempercepat proses ini? Bagi Stefan Füle, paket kesepakatan konstitusional yang meliputi elemen pro Eropa yang kuat, adalah langkah ke arah yang benar.

„Pihak otoritas Turki mengetahui benar persyaratan-persyaratan apa yang diperlukan, untuk masalah yang saat ini tengah didiskusikan. Bagi kami sejumlah parameter penting sudah dipenuhi tapi masih ada hal-hal yang harus dilakukan. Kini pihak pemerintah Turki juga mengetahui bahwa mendukun sepenuhnya pembicaraan untuk solusi komprehensif masalah Siprus adalah salah satu elemen penting untuk proses keseluruhan.“

Meskipun demikian masalah Siprus bukan hanya melibatkan pihak Turki tapi juga pihak Yunani dan Siprus Yunani. Dalam hal ini sulit untuk memprediksi kapan solusi proses tersebut dapat tercapai. Namun menurut Komisaris Perluasan UE Stefan Füle, yang penting adalah adanya keyakinan bahwa pembicaraan untuk itu mengalami kemajuan.

„Dan saat ini terdapat kemajuan. Jika melihat apa yang terjadi pada tahun 1974 dan perkembangannya sejak saat itu setiap orang yang dapat meneliti masalah itu, mengerti betapa rumitnya periode saat kedua pemimpin mencoba menyelesaikan masalah tersebut. Mereka tidak hanya mendapat dukungan dari PBB, tapi juga dari Uni Eropa. Ada utusan khusus yang membantu Presiden Barroso dengan aspek-aspek yang berhubungan Uni Eropa dalam negosiasi tersebut.“

Setelah harapan yang pasang surut dari berbagai pembicaraan tentang penyatuan Siprus, akhir Januari lalu Presiden Republik Siprus Dimitris Christofias dan pimpinan Siprus bagian Turki Mehmet Ali Talat mengakhiri perundingan dengan perasaan positif. Demikian keterangan penengah khusus PBB masalah Siprus Alexander Downer. Di bawah pimpinan Sekretaris Jendral Ban Ki Moon, Februari lalu Siprus Yunani dan Siprus Turki memulai putaran baru perundingan tentang penyatuan pulau yang terpecah itu.

Namun perundingan dapat mengalami kemunduran, karena tanggal 18 April mendatang di Siprus bagian Turki, akan digelar pemilihan umum. Selama kampanye pemilu Talat tidak akan melakukan perundingan lanjutan. Dan jika kandidat dari pihak oposisi, Dervis Eroglu berhasil mengalahkan Talat, perundingan penyatuan Siprus mengalami ancaman besar. Karena Eroglu dikenal sebagai tokoh nasionalis garis keras yang mendukung pemisahan kedua Siprus.

Kini tinggal ditunggu apakah kedua pemimpin dapat mengangkat masalah ini sebelum pemilihan umum dan bagaimana Uni Eropa akan memprosesnya setelah itu. Demikian Komisaris Perluasan Eropa Stefan Füle.


DK/VL/DW/dpa/AFP