1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Tunisia Bentuk Pemerintahan Transisi

17 Januari 2011

Situasi di negara itu dilaporkan mulai tenang tapi tetap tegang. Hari Minggu malam (16/01), masih terjadi bentrokan bersenjata antara pasukan keamanan melawan milisi pendukung rezim lama.

https://p.dw.com/p/zyoF
Seorang demonstran menyerukan slogan anti mantan Presiden Ben Ali di Tunis, Senin (17/01)Foto: AP

Komposisi pemerintahan transisi di Tunisia akan terdiri dari sejumlah menteri dari pemerintahan lama, perwakilan tiga partai oposisi dan tokoh independen. Perdana menteri saat ini, Mohammad Ghannouci yang merupakan orang kepercayaan mantan presiden Ben Ali, akan tetap memegang jabatannya. Sementara jabatan presiden transisi akan diambil alih oleh ketua parlemen, Fouad Mebaaza, karena kaburnya presiden secara tiba-tiba. Pemilu parlemen dan pemilu presiden akan digelar dalam waktu dua bulan mendatang. Demikian antara lain kesepakatan dalam perundingan antara pemerintah dan semua partai politik yang sah di Tunisia yang digelar hari Minggu (16/01).

Situasi di pusat ibukota Tunis dilaporkan mulai relatif tenang tapi masih tetap tegang. Minggu malam (16/01) hingga Senin dinihari (17/01), masih terjadi baku tembak selama berjam-jam di sekitar istana presiden dan bandar udara, antara milisi pendukung rezim lama melawan polisi dan militer. Warga masih melakukan penjagaan di kawasan pemukimannya. Jalanan masuk ke sejumlah pemukiman di Tunis dibarikade dengan pagar besi, pot bunga, batu besar dan mobil rongsokan, untuk mencegah para penjarah dan pelaku kekerasan menyerbu kawasan pemukiman.

Di kalangan warga masih merebak kekhawatiran, bahwa kekuatan rezim lama setelah tumbangnya presiden Ben Ali akan tetap berusaha mengamankan kekuasaan serta hak istimewanya, dengan seolah-olah mengakui haluan demokrasi dan pluralisme. Selain itu muncul ketakutan akan bangkitnya kekuatan radikal Islam di Tunisia. Memang sejauh ini dukungan terhadap kelompok radikal Islam amat kecil. Namun tidak tertutup kemungkinan, kelompok radikal ini melakukan tekanan untuk diikutsertakan dalam perundingan berikutnya.

Pimpinan yayasan Jerman Hanns-Seidel di Tunis, Jürgen Theres, menyatakan, ia memuji rencana pembentukan pemerintahan transisi Tunisia yang sudah sesuai dengan konstitusi. Namun ia juga mengritik sikap Eropa dalam menghadapi reformasi di negara Afrika Utara itu. "Saya amat kecewa, bahwa Eropa sejauh ini tidak mengakui dan memuji revolusi demokratis yang sukses di Tunisia. Semua negara Eropa seharusnya segera dan dengan tegas menyatakan mendukung pihak pro-demokrasi. Dan Eropa mendukung negara ini."

Dukungan yang paling dibutuhkan Tunisia saat ini adalah di sektor ekonomi. Mengingat sejauh ini, ekonomi negara itu terkait amat erat dengan kepentingan rezim lama. Juga diketahui, keluarga presiden Zine el-Abidine Ben Ali sebelum kabur menjarah harta kekayaan negara itu untuk dibawa ke luar negeri.

Agus Setiawan/dpa/rtr/afp

Editor: Dyan Kostermans