1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Transformasi Hijau Thailand dengan PLTH Terapung

10 Maret 2022

Ratusan ribu panel surya berukuran besar mengapung di perairan timur laut Thailand, menandai upaya kerajaan menuju energi bersih dan netral karbon pada tahun 2050.

https://p.dw.com/p/48HSW
Panel surya raksasa di Bendungan Sirindhorn, Thailand
Rangkaian 144.000 panel surya di Bendungan Sirindhorn, ThailandFoto: JACK TAYLOR/AFP

Instalasi besar berukuran 720.000 meter persegi di Bendungan Sirindhorn adalah sistem hibrida yang mengubah sinar matahari menjadi listrik di siang hari dan menghasilkan tenaga air di malam hari.

Disebut pihak berwenang setempat sebagai "pembangkit hidro solar terapung terbesar di dunia" proyek Bendungan Sirindhorn di provinsi timur laut Ubon Ratchathani adalah yang pertama dari 15 pertanian sejenis yang direncanakan Thailand untuk dibangun pada tahun 2037.

Kerajaan Thailand meningkatkan upaya untuk menghentikan penggunaan bahan bakar fosil. Pada konferensi iklim COP26 di Glasgow tahun 2021, Perdana Menteri Prayut Chan-O-Cha menetapkan target netral karbon pada tahun 2050 diikuti dengan emisi rumah kaca nol pada tahun 2065.

Pembangkit listrik tenaga hibrida hidro surya (air dan matahari) Bendungan Sirindhorn yang mulai beroperasi Oktober 2021, memiliki lebih dari 144.000 panel surya atau setara dengan ukuran 70 lapangan sepak bola dan dapat menghasilkan listrik 45 MW.

"Kami dapat mengklaim 45 megawatt yang dikombinasikan dengan tenaga air dan sistem manajemen energi untuk tenaga surya dan tenaga air, ini adalah proyek pertama dan terbesar di dunia," kata Wakil Gubernur Otoritas Pembangkit Listrik Thailand (EGAT) Prasertsak Cherngchawano kepada AFP.

Proyek energi hibrida bertujuan untuk mengurangi emisi karbon dioksida sebesar 47.000 ton per tahun dan mendukung upaya Thailand menghasilkan 30 persen energinya dari energi terbarukan pada tahun 2037, menurut EGAT.

Transformasi hijau

Namun, untuk mencapai target ini akan membutuhkan perombakan besar-besaran pada pembangkit listrik.

Panel surya raksasa di Bendungan Sirindhorn, Thailand
Proyek Bendungan Sirindhorn senilai $35 juta (Rp500,2 miliar) membutuhkan waktu hampir dua tahun untuk dibangun, sempat tertunda karena pandemi COVID-19Foto: JACK TAYLOR/AFP

Thailand masih sangat bergantung pada bahan bakar fosil, dengan 55 persen listrik berasal dari gas alam pada Oktober tahun 2021, dibandingkan dengan 11 persen dari energi terbarukan dan tenaga air, menurut Kantor Kebijakan dan Perencanaan Energi, sebuah departemen di Kementerian Energi.

EGAT berencana secara bertahap memasang pembangkit listrik tenaga hibrida terapung di 15 bendungan lainnya di seluruh Thailand pada tahun 2037, dengan total kapasitas pembangkit listrik sebesar 2.725 MW.

Sebagian besar listrik yang dihasilkan oleh pembangkit listrik tenaga hibrida terapung disalurkan ke otoritas listrik provinsi, yang mendistribusikan listrik ke rumah-rumah dan bisnis di provinsi-provinsi di wilayah timur laut Thailand yang lebih rendah.

Potensi wisata

"Nature Walkway" sepanjang 415 meter berbentuk seperti sinar matahari telah dipasang untuk memberikan pemandangan waduk dan sel surya terapung yang indah.

 "Ketika saya mengetahui bahwa bendungan ini memiliki pembangkit hidro solar terbesar di dunia, saya tahu itu layak untuk dilihat dengan mata kepala sendiri," kata seorang turis, Duangrat Meesit (46), kepada AFP.

Panel surya raksasa di Bendungan Sirindhorn, Thailand
Selain menghasilkan listrik, para pejabat berharap pembangkit listrik tenaga hibrida hidro solar raksasa tersebut dapat menarik minat wisatawanFoto: JACK TAYLOR/AFP

Beberapa penduduk setempat ragu tentang pembangkit hidro solar terapung, para nelayan mengeluh bahwa mereka telah dipaksa untuk mengubah tempat mereka menebarkan jala.

"Jumlah ikan yang ditangkap berkurang, jadi pendapatan kami berkurang," kata Kepala Desa Thongphon Mobmai (64) kepada AFP.

"Penduduk setempat harus menerima proyek ini untuk pengembangan masyarakat yang dicita-citakan oleh negara."

Namun, otoritas pembangkit listrik menegaskan proyek tersebut tidak akan mempengaruhi pertanian, perikanan, atau kegiatan masyarakat lainnya.

"Kami hanya menggunakan 0,2 hingga 0,3 persen dari luas permukaan bendungan. Masyarakat dapat memanfaatkan lahan untuk pertanian, permukiman, dan keperluan lainnya,” kata Prasertsak dari EGAT.

bh/ha (AFP)