1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Tragedi Pembunuhan Politik Tunisia

7 Februari 2013

Tragedi belum beranjak dari Tunisia. Dua tahun lalu seorang diktator terguling lewat revolusi. Kini ribuan orang turun ke jalan mengecam kelompok Islamis yang berkuasa, setelah tokoh oposisi Chokri Belaid dibunuh.

https://p.dw.com/p/17a9B
Foto: picture-alliance/dpa

Para demosntran yang marah membangun barikade di pusat ibukota Tunis pada hari Rabu (06/03) dan bentrok dengan polisi, sementara empat kelompok oposisi termasuk blok Belaid yakni Front Populer mengatakan bakal menarik diri dari majelis nasional.

Satu polisi terbunuh setelah dadanya dipukul dengan batu di Tunis, demikian keterangan Kementerian Dalam Negeri, sementara sebuah ambulan yang membawa jenazah Belaid ke pusat kota diiringi oleh kerumunan orang mengeliling untuk melindungi kendaraan tersebut.

Perdana Menteri Hamadi Jebali yang berasal dari kelompok Islamis, menyampaikan pidato di TV setelah Belaid ditembak mati di luar rumahnya di Tunis pada hari Rabu, bahwa dia akan membangun sebuah pemerintahan baru yang terdiri dari orang-orang yang bukan berasal dari kalangan politik.

Janji Bentuk Pemerintahan Teknokrat

“Saya telah memutuskan untuk membentuk sebuah pemerintahan yang terdiri dari orang-orang yang kompeten tanpa afiliasi politik, yang akan memiliki mandat terbatas untuk mengatur urusan negara, hingga pemilihan umum digelar dalam waktu secepat mungkin,” kata dia.

Jebali tidak secara jelas mengatakan apakah bakal membubarkan kabinet yang sudah ada atau membuat sebuah perombakan yang harus mendapat persetujuan majelis nasional.

President Moncef Marzouki mengutuk pembunuhan atas Belaid, seorang yang dikenal kritis terhadap pemerintah, sebagai “pembunuhan najis”.

Partai Islam yang berkuasa Ennahda, yang dituduh oleh keluarga Belaid berada di belakang pembunuhan, telah membantah keterlibatan dalam pembunuhan tersebut.

Pimpinan Ennahda, Rached Ghannouchi mengatakan bahwa pembunuhan “pengecut” itu adalah hasil dari pengaturan politik. Pembunuh itu “menginginkan sebuah pertumpahan darah namun mereka tidak akan berhasil,” kata dia.

Empat kelompok oposisi menyalahkan Menteri Dalam Negeri Ali Laraydeh yang berasal dari Partai Ennahda atas pembunuhan Belaid dan menuntut agar dia dipecat ”karena dia tahu bahwa Belaid terancam tapi tidak berbuat apa-apa,” menurut Nejib Chebbi, salah seorang pemimpin oposisi.

Front Populer yang dipimpin Belaid dan partai-partai oposisi lain telah menyerukan sebuah pemogokan umum untuk memprotes pembunuhan tersebut.


Kecaman Internasional

Amerika Serikat mengatakan cemas dengan pembunuhan itu, sementara kelompok HAM  Human Rights Watch mengatakan bahwa pemerintah harus memastikan bahwa mereka yang bertanggungjawab akan diadili.

“Tidak ada pembenaran atas tindakan keterlaluan dan pengecut lewat aksi kekerasan seperti ini. Tidak ada tempat di Tunisia baru bagi kekerasan,” kata juru bicara Departemen Luar Negeri Amerika, Victoria Nuland.

Menteri Luar Negeri Jerman, Guido Westerwelle mengungkapkan “kengeriannya” atas serangan tersebut sementara Presiden Prancis, Francois Hollande mengutuk pembunuhan yang telah “merampas Tunisia dari kebebasan bersuara dan sikapnya yang paling berani.”


Membunuh Demokrasi

Adegan kekerasan yang dipicu oleh pembunuhan Belaid mengingatkan pada pemberontakan yang akhirnya menggulingkan diktator Zine El Abidine Ben Ali dua tahun lalu, saat ribuan orang menggelar protes di luar kantor Kementerian Dalam Negeri.

Saudara laki-laki Belaid yakni Abdelmajid, blak-blakan menuduh pimpinan Ennahda sebagai pembunuh pimpinan kiri berusia 48 tahun, yang memimpin Partai Patriot Demokratik yang merupakan bagian dari Front Populer. 

“Saya menuduh Rached Ghannouchi sebagai pembunuh saudara saya,” kata Abdelmajid.

“Saya melihat darah mengalir, saya melihatnya tersenyum kecil. Saya melihat mereka ingin membunuh demokrasi,” kata Basma Belaid.

ab/ csf (AFP/ AP/ DPA)