1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Tokoh Populis Kanan Eropa Bentuk Aliansi

Sabrina Pabst13 November 2013

Politisi ekstrim kanan Belanda Geert Wilders bertemu dengan tokoh populis Perancis Marine Le Pen di Den Haag. Keduanya akan membentuk aliansi mengadapi pemilu Eropa 2014.

https://p.dw.com/p/1AGXL
Geert Wilders (kiri) dan Marine Le Pen (kanan)
Geert Wilders (kiri) dan Marine Le Pen (kanan)Foto: AP/AFP/Getty Images

Geert Wilders dan Marine Le Pen merupakan politisi populis kanan yang terkenal di negaranya masing-masing. Sekarang mereka ingin bekerjasama membentuk kubu populis kanan dalam pemilihan Eropa Mei 2014.

Mereka punya potensi cukup besar dengan mengusung isu-isu anti Eropa, kata anggota parlemen Eropa Sylvie Goulard. Mereka sering mengusung isu anti orang asing, menentang integrasi Eropa dan mengumbar slogan-slogan nasionalisme. "Dengan basis ini, mereka mungkin bisa merebut banyak suara. Tapi kalau semua negara Eropa bersikeras mempertahankan nasionalisme, Eropa akan runtuh", kata Goulard.

Tapi pengamat politik Kai Arzheimer dari Universitas Mainz kurang yakin, partai-partai populis kanan Eropa bisa bersatu. "Sebelumnya sudah pernah ada usaha membentuk fraksi populis kanan di parlemen Eropa. Tapi biasanya dua atau tiga tahun bubar lagi. Rivalitas diantara mereka terlalu besar. Dan mereka kurang profesional." Menurut Arzheimer, proyek populis kanan sering gagal, karena tokoh-tokohnya tidak bisa menjelaskan kepada pemilih, mengapa sebuah partai nasionalis perlu membentuk kerjasama se-Eropa.

Tokoh populer

Di Perancis, Marine Le Pen yang memimpin partai Front Nationale merupakan tokoh paling populer menjelang pemilu Eropa 2014. Sementara posisi Geert Wilders dan Partai Kebebasan PVV di Belanda juga semakin kuat. Wilders pernah menyulut kontroversi dengan slogan-slogan anti Islam sehingga ia dikenal luas di luar Belanda.

Marine Le Pen adalah putri dari tokoh nasionalis Perancis Jean-Marie Le Pen, pendiri Front Nationale. Namun belakangan, Marine tampil jauh lebih moderat dari ayahnya yang terkenal sebagai tokoh kontroversial. Anggota parlemen Eropa Sylvie Goulard mengingatkan, banyak anggota Front Nationale yang rasistis. Sebagian program politik Front Nationale jelas-jelas memuat diskriminasi terhadap warga asing, yang melanggar prinsip dasar Uni Eropa, tandasnya.

Pengamat politik Kai Arzheimer menjelaskan, partai populis kanan di Eropa sekarang memang makin cerdik menyelubungi sentimen rasisme. Mereka sering membawa isu kebebasan dan demokrasi sehingga menjadi makin populer.

Aliansi populis kanan

Aliansi populis kanan di Eropa sekarang mencoba strategi baru, kata Arzheimer. Mereka tetap anti orang asing, tapi membungkusnya dengan slogan "anti kebudayaan asing". Arzheimer menjelaskan: "Mereka menyatakan akan mempertahankan nilai-nilai liberalisme melawan pengaruh budaya asing".

Kubu populis kanan juga memanfaatkan sentimen anti Uni Eropa. Sejak krisis ekonomi dan keuangan mengguncang negara-negara di Eropa Selatan terutama Yunani, Uni Eropa harus mengeluarkan banyak dana untuk membantu anggotanya yang dilanda krisis. Kebijakan itu membuat sentimen anti Eropa makin kuat di beberapa negara seperti Jerman, Belanda, Perancis dan Inggris.