1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Sosial

TKI di Hong Kong Terjerat Propaganda ISIS

26 Juli 2017

Puluhan tenaga kerja Indonesia di Hong Kong dikabarkan menjadi korban radikalisasi simpatisan Islamic State. Kini kepolisian setempat mulai aktif mengawasi kegiatan keagamaan TKI lantaran mengkhawatirkan gerakan militan

https://p.dw.com/p/2h9FM
Indonesien Arbeiter Vorbereitung für Saudi-Arabien
Foto: picture-alliance/dpa/M. Irham

Tenaga Kerja Indonesia di Hong Kong turut menjadi korban radikalisasi oleh kelompok teror Islamic State. Kesimpulan tersebut dipublikasikan Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC) di Jakarta, Rabu (26/7). Saat ini sekitar 150.000 TKI bekerja di bekas koloni Inggris itu.

Menurut laporan IPAC, sekelompok kecil tenaga kerja perempuan yang terdiri atas 45 orang telah terjerat radikalisasi "dalam upaya mereka mencari rasa kebersamaan di lingkungan yang asing." Perempuan-perempuan itu terutama "dibujuk oleh pacarnya lewat internet," kata analis IPAC Nava Nuraniyah. "Tapi sebagian bergabung dengan ISIS demi pemberdayaan."

Perang di Suriah dijadikan alat propaganda untuk membangun simpati terhadap gerakan Islamis, tulis IPAC. Sebagai akibatnya sejumlah tenaga kerja Indonesia kedapatan pergi ke Suriah untuk berjihad.

Sebelumnya media-media Hong Kong melaporkan bagaimana simpatisan ISIS membagi-bagikan selebaran berisi propaganda kepada TKI ketika mereka berkumpul di pusat kota setiap hari Sabtu, ketika mereka libur. Salah seorang TKW yang menghilang tahun 2015 silam dilaporkan memberitahu seorang temannya bahwa ia mengikuti ajakan suami ke Suriah, tulis South China Morning Post.

Namun aktivis buruh migran, Eni Lestari, mengatakan pihaknya tidak menyadari adanya gerakan radikalisasi di antara TKI di Hong Kong. "Kami memang banyak mengorganisir aktivitas untuk umat Muslim karena kami beragama Islam. Tapi kami tidak melakukan radikalisasi," katanya kepada kantor berita AFP.

"Saya kira sangat tidak adil jika tenaga kerja domestik Indonesia mendapat cap (radikal)," ujarnya.

Jumlah TKI yang bekerja di Hong Kong berlipatganda dalam 17 tahun terakhir. Sebagai akibatnya kebutuhan terhadap pengajar agama dan imam masjid juga meningkat. Hampir semua tenaga pengajar didatangkan dari Indonesia.

Kini aktivis buruh migran khawatir penyelenggaran acara relijius akan mengundang pertanyaan polisi. Saat ini pun polisi Hong Kong telah memantau aktivitas keagamaan TKI seperti saat pendidikan tata cara sholat atau cara membaca Al-Quran.      

rzn/hp (afp,rtr)