1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Tidak Ada Kerja Sama Resmi NATO dan UE di Kosovo

21 Februari 2008

Setelah penugasan NATO di Kosovo, kini Uni Eropa juga mulai mengambil peranan. Tapi tanpa koordinasi resmi, terdapat bahaya, kedua institusi melakukan tugas yang tumpang tindih.

https://p.dw.com/p/DBGK
Warga Serbia bakar pos perbatasan yang dijaga pasukan KFOR.Foto: AP

Pembagian tugas antara NATO dan Uni Eropa di Kosovo secara sekilas kelihatannya sudah cukup jelas. Di satu sisi ada pasukan KFOR, termasuk diantaranya kontingen pasukan Jerman, Bundeswehr sebanyak 2.500 personal. Mereka ini bertugas menciptakan ketenangan dan ketertiban di negara baru di kawasan Balkan itu. Penugasan pasukan NATO diatur dengan mandat PBB yakni berdasarkan resolusi nomor 1244. Serdadu NATO dihormati semua pihak, juga oleh kelompok minoritas Serbia di Kosovo yang merasa terlindungi oleh pasukan KFOR.

Di sisi lainnya ada Uni Eropa yang baru saja memulai misi sipil terbesar dalam sejarahnya. Namun misi Uni Eropa ini ditolak oleh Serbia, karena tidak memiliki mandat eksplisit dari PBB. Baik Beograd maupun Moskow memandang misi Uni Eropa ini sebagai tidak sah.

Anggota parlemen Eropa dari Partai Uni Demokrat Kristen Jerman (CDU) Karl von Wogau, menjelaskan: "Ini sebetulnya perkembangan baru dalam politik pertahanan dan keamanan Uni Eropa, dimana Uni Eropa memberikan kontribusinya untuk terciptanya persyaratan negara hukum di sebuah negara baru."

Lebih dari 200 polisi, hakim, jaksa dan pakar administrasi pemerintahan akan membantu pembangunan institusi negara. Selain itu mereka akan bertugas memerangi kejahatan terorganisir dan memburu para penjahat perang. Artinya di dalam batasan yang amat sempit, juga bertugas menciptakan keamanan dan mengambil alih sebagian tugas pasukan NATO.

Seharusnya terdapat persyaratan kerja sama erat untuk operasi bersama. Namun secara formal hal itu tidak ada. Inilah yang dikritik oleh Menteri Pertahanan Jerman Franz Josef Jung. Sejak lama Jung menuntut dibukanya fase baru. Jung menuntut kerja sama konkret antara Eropa dan NATO. Misalnya jika tema Kosovo yang ada di depan mata, kita dapat melihat KFOR, yaitu operasi yang dipimpin NATO, tapi bisa juga operasi Eropa yang harus dilaksanakan sekarang. Dalam hal ini kerja sama sudah amat mendesak dan penting.

Memang amat mengherankan jika kerja samanya tidak berjalan lancar. Karena negara-negara yang mengirimkan misinya baik dalam NATO maupun misi Uni Eropa sebagian besar identik. Hanya Turki, anggota NATO yang bukan anggota Uni Eropa, yang sejauh ini memblokir kerja sama formal antara NATO dan Uni Eropa.

Ankara meyakini, jika terjadi kerja sama formal mereka akan kehilangan pengaruhnya, demikian isu di Uni Eropa. Karena itulah Uni Eropa menjalin kerja sama informal. Indikasinya terlihat dari misi pembangunan Negara Hukum yang dijalankan Uni Eropa, yang dipimpin oleh pensiunan jenderal NATO dari Prancis, yang mantan komandan KFOR. Ia mengenal dengan baik struktur di kedua sisi.

Taktik semacam ini memang tidak dapat menjadi landasan kerja sama jangka panjang. Hal ini juga sudah diketahui semua pihak. Tapi para menteri pertahanan Uni Eropa juga menyadari, kali ini mereka tidak mampu menemukan jalan keluarnya. (as)