Tentara Anak-Anak dan Trauma Perang
Perang memicu munculnya tentara anak-anak. Setelah perang usai, yang tersisa adalah anak dengan trauma perang, fisik maupun psikologis serta tidak punya hak dasar dan terlupakan dalam reintegrasi sosial kemasyarakatan.
Terseret Pusaran Konflik
Rumah yang hancur dibom, anggota keluarga tewas atau cedera. Anak-anak merasakan langsung dampak perang seperti di kota kedua terbesar Suriah, Aleppo. Banyak anak-anak terseret konflik, baik untuk membela dirinya sendiri agar tetap hidup atau untuk membela kota kelahirannya.
Atas Nama Teror
Milisi Teror "Islamic State" tidak ragu lakukan kekerasan brutal pada anak-anak. PBB melaporkan ISIS menyalahgunakan anak-anak sebagai pelaku bom bunuh diri, pasukan pembunuh atau perisai hidup. Walau diketahui amat brutal, banyak anak-anak dan remaja tetap tertarik bergabung dengan ISIS.
Dikirim ke Front Terdepan
UNICEF melaporkan, banyak anak-anak dibawah umur, lelaki maupun perempuan, direkrut oleh pemberontak atau juga milisi pro-pemerintah untuk dijadikan tentara anak-anak. Mereka bukan hanya dipaksa bertempur di front terdepan, tapi juga dijadikan kurir, pengangkut logistik atau pemuas nafsu seksual tentara dewasa.
Diloloh Narkoba dan Dicuci Otak
Anak-anak mudah dimanipulasi untuk jadi serdadu. Seringnya mereka diloloh narkotika dan obat terlarang serta dicuci otak dengan film dan propaganda agar siap melakukan tugasnya. Tentara anak-anak juga terus diintimidasi dan hidup dalam ketakutan suatu saat dapat dibunuh oleh komandan pasukan akibat dituduh membangkang.
Siapa Termasuk Tentara Anak-anak?
Lebih 150 negara telah meratifikasi protokol tambahan konvensi larangan dilibatkannya anak-anak dalam konflik bersenjata yang mulai berlaku 12 Februari 2002. PBB menaksir jumlah tentara anak-anak 250.000 orang di 23 negara yang dilanda perang. Menurut konvensi 2002, yang digolongkan anak-anak adalah mereka yang umurnya di bawah 18 tahun.
Dibantu Pasukan Perdamaian PBB
Kadang anak-anak bisa melarikan diri atau dibebaskan tentara pemerintah. Perempuan ex tentara anak-anak ini menyerahkan senjatanya kepada pasukan perdamaian PBB. Sebagai imbalannya ia mendapat bantuan pangan dan pelayanan medis. Bekas tentara anak-anak kebanyakan menderita kurang gizi, luka terbuka, penyakit menular seksual serta penyakit psikologis dan kecanduan narkoba.
Kembali Hidup Normal
Anak bekas tentara dalam perang di timur Kongo ini mengikuti program reintegrasi dan kembali bersekolah. Tapi jumlah ex-serdadu anak-anak yang kembali ke kehidupan notmal amat kecil, dibanding mereka yang terus mengalami trauma perang dan tidak terjangkau program resosialisasi. Terutama di kawasan bekas perang di benua Afrika, banyak bekas tentara anak-anak yang tidak diperhatikan nasibnya.
Mengolah Trauma
Salah seorang bekas tentara anak-anak yang sukses keluar dari derita adalah China Keitetsi. Ia mengolah pengalaman mengerikan dan brutal saat jadi tentara anak-anak di Uganda menjadi sebuah buku berjudul "Air Mata di Antara Langit dan Bumi". Dalam bukunza, China menceritakan usahanya melupakan kekejaman perang setelah berhasil melarikan diri ke Denmark.
Kembali Hidup Ceria
Emmanuel Jal juga bekas tentara anak-anak, dan kini sukses jadi bintang hip-hop internasional. Tampilannya di panggung selalu ceria dan penuh semangat hidup. Tapi pengalaman mengerikan saat perang tidak bisa terhapus dari ingatannya. Lagunya banyak mengiisahkan tentang perang saudara di Sudan yang ia alami sendiri, Jal kini juga menjadi aktivis perdamaian.