1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Tajuk: Teror di Pakistan Kini Merupakan Keseharian

13 Oktober 2009

Gelombang baru serangan teror di Pakistan cukup mengkhawatirkan. Yang lebih memprihatinkan adalah, bahwa pemerintah Pakistan sampai saat ini belum menemukan jawaban yang memuaskan untuk memerangi aksi teror ini.

https://p.dw.com/p/K5Jb
Thomas Bärthlein

Dalam delapan hari terakhir ini, milisi Taliban di Pakistan dan kelompok teror mitranya melancarkan rangkaian serangan berat untuk mendemostrasikan bahwa mereka masih harus tetap diperhitungkan. Kelompok militan itu melakukan serangan balasan setelah dilancarkannya serangan awal tahun oleh militer Pakistan di lembah Swat, serta terbunuhnya pimpinan mereka Baitullah Mehsud akibat serangan pesawat tidak berawak Amerika Serikat. Dengan itu Taliban memberikan sinyal tegas, menjelang serangan darat yang diperkirakan akan dilancarkan ke kubu kelompok radikal itu di Waziristan Selatan, bahwa tulang punggung Taliban samasekali tidak berhasil dipatahkan, seperti yang digembar-gemborkan Kementrian Dalam Negeri Pakistan belum lama ini.

Dipastikan pasukan darat Pakistan akan bereaksi dengan menyerang Waziristan Selatan. Betapa dekatnya ancaman bahaya terhadap pasukan Pakistan yang membanggakan diri itu, digaris bawahi dengan tegas lewat drama penyanderaan di markas besarnya. Penghinaan ini akan mendapatkan konsekuensinya. Tekad bulat tentara Pakistan dalam perang melawan Taliban pada dasarnya harus dipuji. Akan tetapi masih banyak alasan untuk mengikuti perkembangan ini dengan kecemasan besar.

Mula-mula risiko keamanan yang terus meningkat, terlihat semakin jelas lewat rangkaian serangan terbaru. Dinas rahasia yang biasanya amat yakin, kali ini samasekali tidak mengetahui rencana serangan kelompok militan. Serangan terror yang dilancarkan dari kawasan suku-suku dan kawasan perbatasan ke Afghanistan melanda kota-kota besar di provinsi terbesar Pakistan, Punjab.

Masih tetap dipertanyakan, sejauh mana keseriusan militer dalam memerangi kelompok ekstrimis? Di mana sebagian besarnya justru didukung militer dan dinas rahasia untuk berperang di Afghanistan dan untuk melawan India. Pasukan keamanan tetap tidak memandang pimpinan Taliban Afghanistan yang bermukim di Quetta sebagai ancaman dan tidak melakukan tindakan terhadap mereka. Dan juga di kawasan suku-suku, militer melakukan upaya untuk membuat berbagai kelompok ekstrimis itu saling bertikai diantara mereka. Mottonya, siapa yang berdiri di pihak kami, adalah Taliban yang baik. Sementara yang melawan kami, adalah Taliban yang jahat. Dengan cara ini, problemnya paling-paling hanya dapat diulur.

Dan terakhir, nyaris tidak terdapat pertanda bahwa struktur sipil yang lemah di Pakistan kini menjadi lebih kuat. Selama beberapa dasawarsa, kelompok sipil terlindas oleh bayangan adikuasa kelompok militer. Hal itu terlihat nyata, ketika militer secara spektakuler dapat membebaskan lembah Swat dan cengkraman kelompok militan, ternyata administrasi sipil kewalahan dalam menangani pembangunan kembali. Kepercayaan warga tidak bisa diraih dengan cara seperti itu.

Pakistan sejak lama sudah terbiasa menuduh kekuatan dari luar yang bertanggung jawab atas permasalahan di negaranya. Tapi disamping kesalahan pihak luar, juga para jenderal dan dinas rahasia Pakistan sendiri yang ikut menentukan, membuat Taliban semakin kuat atau paling tidak menjamin kekuatannya. Selama pengertian ini tidak diterapkan dan Pakistan secara konsekuen menarik pelajaran dari hal itu, hanya terdapat sedikit alasan untuk merasa optimis bagi masa depan negara itu serta kawasan sekitarnya.

Thomas Bärthlein/Agus Setiawan

Editor: Yuniman Farid