1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Tajuk: Israel Harus Terima Prakarsa Liga Arab

Peter Philipp26 Juli 2007

Menlu Mesir dan Yordania datang ke Israel untuk berunding dengan PM Ehud Olmert mengenai rancangan perdamaian Liga Arab.

https://p.dw.com/p/CP4X
Menlu Israel Tzipi Livni (tengah) dengan menlu Mesir dan Yordania
Menlu Israel Tzipi Livni (tengah) dengan menlu Mesir dan YordaniaFoto: AP

Sekretaris Jendral Liga Arab Amre Moussa menolak jika dikatakan bahwa organisasinya belakangan mengubah kebijakan terhadap Israel. Tapi yang jelas, posisi Liga Arab sudah bergeser jauh dari saat organsasi itu didirikan 40 tahun lalu. Pada pertemuan puncak pertama di Khartoum tahun 1967, dua bulan setelah perang enam hari, negara-negara Arab memutuskan tidak akan mengakui Israel, tidak akan berunding dan tidak akan membuat perjanjian perdamaian dengan negara itu. Sekarang, 40 tahun kemudian, Liga Arab mengajukan rancangan agenda perdamaian yang dibawa menteri luar negeri Mesir dan Yordania ke Israel.

Mesir tahun 1979 sudah membuat perjanjian perdamaian dengan Israel dan oleh karena itu dikeluarkan dari Liga Arab. Sekarang, Liga Arab meminta penengahan Mesir dan Yordania – yang juga punya perjanjian perdamaian dengan Israel – untuk membujuk Yerusalem agar mau menerima tawaran agenda perdamaian. Ini adalah satu-satunya agenda perdamaian yang bisa diterima oleh Liga Arab dan kelihatannya juga oleh mayoritas negara-negara dunia. Adalah putra mahkota Saudi Arabia, Abdullah, yang tahun 2002 di Beirut sudah menyatakan: negara-negara Arab bersedia berdamai dengan Israel, jika Israel mundur dari daerah yang direbutnya dalam perang enam hari, mengakui Negara Palestina yang berdaulat dan menyelesaikan masalah pengungsi.

Israel masih sulit menerima usulan ini. Bukan karena tidak mau damai, tapi karena Israel tidak percaya, bahwa memulangkan daerah yang diduduki bisa membuat negara itu lebih aman. Selain itu: kebanyakan rakyat Israel secara keliru percaya, daerah yang diduduki sebenarnya adalah milik Israel dan karena itu tidak bisa dijadikan obyek tawar-menawar. Juga tidak untuk sebuah perdamaian.

Tapi sebenarnya orang Israel juga tahu, memang tidak ada jalan lain. Sebuah negara Palestina perlu daerah teritorial yang tidak terpecah-pecah. Bahwa Negara Palestina itu suatu saat akan berdiri, sudah merupakan hal yang diterima kebanyakan orang. Bahkan Ariel Sharon dan penerusnya sekarang, Ehud Olmert mulai berbicara tentang pengembalian kawasan yang diduduki.

Para menteri luar negeri negara-negara Arab meminta Israel bertindak cepat. Tawaran dari Liga Arab tidak akan berlaku selamanya. Tapi Israel sampai sekarang tetap ragu-ragu. Ada isu mereka melakukan kontak terpisah dengan Suriah atau dengan Saudi Arabia. Padahal Israel seharusnya tahu, tidak mungkin tawaran Liga Arab dilakukan tanpa kesepakatan seluruh dunia Arab. Tentu akan ditemui banyak hambatan dalam penerapan agenda perdamaian itu. Tapi langkah pertama dan terpenting adalah, jika Israel sekarang menyatakan setuju.