1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Tajuk: Belajar Dari Sengketa Anggaran di AS

Hendra Pasuhuk4 Januari 2013

Sebagian besar politisi kubu Republik bersikeras menolak segala bentuk kompromi. Ini sikap fundamentalisme politik yang membabi buta.

https://p.dw.com/p/17EEg
Gedung parlemen AS di Wahington
Gedung parlemen AS di WahingtonFoto: AP

Selama pergantian tahun, Amerika Serikat menjadi pusat perhatian media. Bukan karena meriahnya pesta tahun baru. Melainkan karena sengketa anggaran antara kubu Demokrat dan Republik. Sengketa ini sebenarnya hanya urusan dalam negeri Amerika Serikat. Tapi karena menyangkut perkembangan ekonomi, pertentangan ini jadi penting untuk dunia. Amerika Serikat adalah negara yang paling berpengaruh dalam perkembangan dunia, baik secara politik maupun ekonomi.

Setelah perundingan dramatis selama malam tahun baru, akhirnya tercapai kesepakatan. Dunia bernapas lega. Obama dalam konferensi pers menerangkan, ia berharap di masa depan kesepakatan tidak perlu diiringi dengan situasi dramatis seperti itu.

Politik selalu perlu kompromi. Justru menjadi tugas para politisi untuk mencari kompromi yang bisa diterima sebagian besar masyarakat. Obama mengusulkan kenaikan pajak bagi orang kaya di Amerika Serikat. Tadinya ia menetapkan batas penghasilan 250.000 Dollar per tahun. Setelah debat panjang, Obama mengalah dan menaikkan batas itu menjadi 400.000 Dollar per tahun. Tetap saja, sebagian besar politisi dari kubu Republik menolak usulan itu.

Apa yang terjadi dengan kaum Republik? Mereka hanya berpegang membabi buta pada prinsipnya, yaitu menolak segala bentuk kenaikan pajak. Padahal, jumlah orang yang berpenghasilan besar di atas 400.000 dollar hanya 2 persen dari pembayar pajak. Para politisi Republik adalah fundamentalis penentang kenaikan pajak. Mereka bahkan siap mempertaruhkan perekonomian Amerika dan dunia demi menolak kenaikan pajak.

Di bulan-bulan depan, sikap ini tetap akan membayangi ekonomi Amerika Serikat. Politisi ultrakonservatif akan berusaha memblokade kebijakan Obama, hanya karena merasa kalah dalam drama tahun baru. Tahun 2013, Amerika Serikat masih menghadapi drama-drama besar. Indonesia bisa belajar dari perkembangan ini. Politik harus selalu terbuka mencari kompromi, tanpa melukai rasa keadilan masyarakat.