1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Tajuk: 20 Tahun Gerakan Demokrasi Myanmar. Jalan Masih Panjang

Tobias Grote-Beverborg8 Agustus 2008

Dua pekan lalu junta militer menyatakan akan memperbaiki situasi hak asasi di negara itu. Yaitu saat menandatangani piagam demokrasi dan hak asasi ASEAN. Tetapi apa pengertian hak asasi bagi junta militer Myanmar?

https://p.dw.com/p/EsnD
Pemimpin oposisi Myanmar, Aung San Suu KyiFoto: AP

20 tahun lalu terjadi demonstrasi terbesar di Myanmar, yang menuntut demokrasi di negara itu. Saat itu 100.000 orang, sebagian besar mahasiswa, turun ke jalan di ibukota Yangun, yang dulu bernama Rangun. Di kota-kota lain juga terjadi protes massal, yang berlangsung beberapa pekan, hingga tentara akhirnya memukul mundur demonstrasi dengan kekerasan. Akibatnya, diperkirakan 3.000 orang tewas.

Kejadian itu dikecam seluruh dunia. Oleh sebab itu pemerintah militer terpaksa memberikan reaksi atas protes itu dengan kompromi berupa lebih luasnya demokrasi di negara itu. Pemerintah kemudian mengumumkan pemilu yang bebas, yang benar-benar diadakan awal tahun 1990. Dalam pemilu partai oposisi Liga Nasional untuk Demokrasi - NLD di bawah pimpinan Aung San Suu Kyi mendapat suara terbanyak. Hasil pemilu ini tidak pernah diakui militer, dan sampai kini Aung San Suu Kyi terpenjara dalam tahanan rumah.

Hari Yang Bersejarah

Tetapi bagi rakyat Myanmar 8 Agustut 1988 adalah hari lahirnya gerakan demokratis. Itu bisa dilihat dari kenyataan bahwa mantan organisator aksi protes itu, yang dikenal sebagai genarasi 88, tetap memegang peranan penting. Walaupun didesak, hingga hanya dapat bergerak secara tersembunyi, mereka tetap bisa mempengaruhi keadaan di Myanmar.

Misalnya Agustus tahun lalu, saat ribuan orang kembali berdemonstrasi di Myanmar menuntut demokrasi. Di belakang layar, generasi 88 menjadi dalangnya. Mereka mengorganisir aksi protes lewat internet dan juga SMS. Mereka mengirimkan berita dan informasi tentang Myanmar ke seluruh dunia. Protes menyebar dengan cepat dan didukung para biksu. Tetapi kali ini aksi tersebut hanya berlangsung beberapa hari, sampai pemerintah militer membubarkan demonstrasi dengan kekerasan. Kembali sejumlah besar orang tewas dan luka-luka.

Kompromi dari Junta Militer

Kembali pemerintah militer terpaksa mengumumkan reformasi demokratis. Janji yang diberikan 1990 lalu, yaitu konstitusi baru akan dirumuskan terlebih dahulu sebelum kekuasaan diserahkan kepada NLD, tiba pada fase terpenting awal tahun ini. Tanpa memperdulikan dampak bencana angin topan, yang mengakibatkan hingga 140.000 orang tewas, referendum tentang konsitusi baru tetap diadakan. Menurut keterangan resmi, 90% suara yang terkumpul menyetujui undang-undang dasar baru tersebut.

Menurut konstitusi baru, militer tetap memegang kekuasaan. Tetapi militer menjanjikan pendirian institusi demokratis, dan tahun 2010 mendatang akan ada pemilu bebas. Para pembela hak rakyat, di antaranya juga aktivis generasi 88 melihat keberhasilan gerakan demokratis. Transisi menuju demokrasi, walaupun berlangsung lama, memungkinkan pendirian struktur yang diperlukan, misalnya pengadilan konstitusi, yang juga bisa bertindak, jika oposisi menang pemilu.

Dunia Internasional Juga Berperan

Saat ini proses reformasi masih di tahap awal, tetapi jelas, bahwa gerakan protes di Myanmar mampu mendorong, agar proses terus berjalan, walaupun harus membayar sangat mahal. Oleh sebab itu, mata dunia harus tetap terarah ke negara itu, agar pelanggaran hak asasi manusia dapat dihukum, dan bahkan mungkin dicegah. Untuk itu terutama media internasional memegang peran khusus.

Untuk memajukan demokratisasi di Myanmar dari luar negeri, organisasi internasional juga harus memberikan dukungan aktif bagi proses transformasi. Terutama PBB, Asosiasi Negara-Negara Asia Tenggara-ASEAN dan negara tetangga Myanmar yang berpengaruh besar, India harus berperan. Di samping itu Cina diharapkan untuk mengurangi dukungannya bagi junta militer. Hanya dengan cara itu demokratisasi di Myanmar, yang dimulai 8 Agustus dua puluh tahun lalu dapat berhasil dengan baik. (ml)