1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Taiwan dan Cina: Perjumpaan Resmi di APEC?

Bihui Chiu31 Desember 2013

Presiden Taiwan Ma Ying Jeou ingin bertemu dengan Presiden Cina Xi Jinping di pertemuan puncak APEC 2014. Perkaranya niatan tersebut mendapat penolakan dari Beijing dan kelompok oposisi di Taipeh.

https://p.dw.com/p/1AjSG
Foto: Reuters

Sejatinya Presiden Taiwan, Ma Ying Jeou, ingin bertemu Presiden Cina Xi Jinping. Niat tersebut diungkapkanya dalam sebuah wawancara dengan mingguan Hongkong, Yazhou Zhoukan, baru-baru ini. Ma mengusulkan pertemuan tersebut digelar di sela-sela Forum Ekonomi Asia Pasifik (APEC) 2014 di Beijing.

Kendati ucapannya itu terkesan biasa, tindakan Ma memiliki nilai historis. Karena untuk pertama kalinya seorang presiden Taiwan secara terbuka meminta pertemuan dengan kepala pemerintahan Cina. Meskipun begitu sebagian besar pakar meyakini, Beijing belum akan bersedia mengabulkan permintaan Ma.

Cina melihat Taiwan sebagai salah satu provinsinya yang membangkang. Selain itu Beijing juga tidak mengakui Taiwan yang bernama resmi "Republic of China" itu sebagai negara berdaulat. Sebab itu pula Cina tidak menganggap Ma Ying Jeaou sebagai seorang kepala negara.

Ma bukan tidak mengerti duduk perkaranya. Maka dari itu ia berhati-hari menyusun kalimat dan menyebut rencananya itu tidak sebagai pertemuan "dua presiden", melainkan pertemuan "dua pemimpin di kedua sisi selat Taiwan."

Sejarah Pelik Taiwan

Taiwan hingga kini masih berkutat mecari pengakuan internasional. Status politik negara kecil di Laut Cina Timur itu masih simpang siur. 1949 pemerintahan Partai Rakyat Kuomintang kalah dalam perang saudara melawan Partai Komunis di Cina daratan. Setelah itu mereka melarikan diri ke pulau Taiwan dan mendirikan negara.

Sejak saat itu hubungan antara Taiwan dengan pemerintahan di Cina daratan membeku. Kedua negara juga menolak memberikan pengakuan resmi terhadap satu sama lain. Sebaliknya, dengan Undang-undang Anti Separasi yang disahkan 2005 lalu, Beijing mengancam akan menyerang Taiwan jika negara itu mendeklarasikan kemerdekaan secara resmi.

1971 Taiwan kehilangan keanggotaan di Perserikatan Bangsa-bangsa menyusul keberatan Cina. Saat ini tercatat cuma 22 negara saja yang mengakui kedaulatan Taiwan. Sebagian besar adalah negara-negara kecil di Amerika Selatan, Afrika dan Oseania yang dibantu dengan kucuran dana hibah dan pinjaman.

Mimpi Siang Bolong soal Pertemuan Resmi

Kendati begitu Cina dan Taiwan sejak beberapa dekade saling terhubung di sektor perdagangan dan budaya. Perusahaan-perusahaan dari Cina membangun pabrik di Taiwan, begitu juga sebaliknya. Cuma pertemuan resmi antara kedua pemerintah hingga kini masih seperti mimpi di siang bolong. Pada pertemuan puncak APEC Oktober lalu di Bali, Presiden Cina Xi Jinping masih mendesak pembukaan kembali dialog politik antara kedua negara. Masalah politik tidak boleh diwariskan dari generasi ke generasi, kata Xi saat itu.

Namun demikian Beijing kini justru menolak tawaran dialog pertama yang datang dari negeri jiran tersebut. Seorang jurubicara pemerintah mengulangi sikap Beijing, bahwa pertemuan semacam itu tidak harus dilakukan dalam konteks bilateral.

APEC Bali Chinas Präsident Xi Jinping und Vincent Siew Common Market Foundation
Presiden Cina, Xi Jinping bertemu perwakilan Taiwan, Vincent Shaw pada pertemuan puncak APEC di Bali, Oktober 2013Foto: picture alliance/ZUMA Press

Juga pertemuan non formal antara kedua negarwan, misalnya Xi Jinping sebagai Sekjen Partai Komunis dan Ma Ying-Jeou sebagai Ketua Partai Kuomintang, saat ini mustahil dilakukan. Terlebih selama ini Beijing menolak kehadiran seorang kepala pemerintahan Taiwan dalam pertemuan puncak APEC. Ma sejauh ini cuma boleh mengirimkan perwakilan saja.

Kritik Oposisi di Taiwan

Oposisi di Taiwan menilai kritis tindakan Ma mencari dialog dengan Cina. Pemimpin Oposisi, Su Tseng-Chang dari Partai Kemajuan Demokratis, DPP yang membidik kemerdekaan resmi, menuding Ma "lebih suka bertemu dengan Xi di tempat jauh," ketimbang berbaur dengan penduduk sendiri.

Hong Cailong, Ketua Komisi urusan Cina di DPP melihat insiatif Presiden Ma sebagai manuver politik untuk mengalihkan perhatian penduduk Taiwan dari laju ekonomi yang melambat. Hong khawatir, Taipeh bakal membuat kompromi dengan Cina yang mengorbankan kepentingan Taiwan. "Kami khawatir pertemuan antara Ma dan Xi akan mencederai kedaulatan Taiwan," kata Hong.

Walaupun Beijing dan oposisi Taiwan menolak, Pang Jianguo justru mendukung pertemuan antara kedua kepala negara. Pang adalah konsultan di Yayasan untuk Pertukaran Dua Negara di Selat Taiwan (SEF). SEF selama ini berfungsi menjalin kontak dengan cina daratan. Jika Beijing setuju, SEF lah yang ditugaskan buat menegosiasikan kerangka pertemuan. Itu pun jika ada niatan serupa dari negeri jiran.

LINK: http://www.dw.de/dw/article/0,,17331213,00.html