1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Sudan dan Sudan Selatan Diancam Sanksi PBB

3 Mei 2012

DK PBB memberi Sudan dan Sudan Selatan 48 jam untuk menghentikan kekerasan, atau mereka menghadapi sanksi. Dikhawatirkan konflik bisa mengarah jadi perang.

https://p.dw.com/p/14oXU
Foto: Reuters

Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) meluluskan resolusi ancaman sanksi terhadap Sudan dan Sudan Selatan. Sanksi akan diterapkan jika kedua negara itu tidak menghentikan bentrokan senjata dalam waktu 48 jam.

Selain itu, dalam resolusi itu juga tercantum perintah agar Sudan dan Sudan Selatan memulai perundingan damai dalam waktu dua pekan mendatang dengan juru penengah Uni Afrika. Resolusi DK PBB itu juga mencantumkan ancaman „tindakan tambahan“ berdasarkan Piagam PBB Pasal 41 jika satu dari dua negara tidak melaksanakan perintah tersebut.

Resolusi yang digolkan Rabu (02/05) itu juga mengecam kekerasan lintas perbatasan yang berulang kali, termasuk ketika pasukan Sudan Selatan menguasai sementara kota Heglig dan Sudan melancarkan serangan udara ke selatan.

Rusia dan Cina, yang selama negosiasi menentang penerapan sanksi, kini memberikan dukungan sepenuhnya terhadap resolusi itu.

Tindakan DK PBB itu menyusul bentrokan senjata antara Sudan dan Sudan Selatan di perbatasan dan juga pertarungan politik antara Khartoum (Sudan –red.) dan Juba (. Kekerasan di perbatasan dikhawatirkan berkembang menjadi peperangan.

Sudan Selatan berpisah dari Sudan dan membentuk negara mandiri Juli tahun lalu setelah perang saudara puluhan tahun. Namun ketegangan terus berlanjut, antara lain dengan tidak adanya perjanjian tegas mengenai demarkasi perbatasan atau membagi pemasukan dari produksi minyak yang lokasinya lintas negara.

Produksi Minyak Kembali Beroperasi

Sementara itu Sudan menyatakan bahwa fasilitas ladang minyak Heglig sudah diperbaiki dan kembali beroperasi.

Penambangan minyak dekat perbatasan kedua negara merupakan salah satu obyek yang diperebutkan Sudan dan Sudan Selatan. Bulan lalu terjadi pertempuran hebat antara Sudan dan Sudan Selatan, setelah Sudan Selatan menduduki kawasan itu. Pemerintah Sudan Selatan di Juba menarik mundur pasukannya dari Heglig setelah mendapatkan kecaman internasional.

Ladang minyak Heglig merupakan yang terpenting bagi ekonomi Sudan. Setiap harinya Heglig memasok hampir separuh dari total produksi 115.000 barel. Sudan sudah kehilangan 75 persen produksi minyaknya ketika Sudan Selatan memisahkan diri dari pemerintah di Khartoum.

Meski demikian, Sudan tetap memiliki infrastruktur pengiriman minyak dari Sudan Selatan yang berada di tengah daratan, menuju ke laut. Sudan dan Sudan Selatan juga sedang mempertengkarkan berapa banyak Sudan Selatan harus membayar ongkos pengiriman minyak mentahnya melalui Sudan.

Januari lalu Juba menghentikan sementara pengiriman minyaknya 350.000 barel per hari yang melewati Sudan. Pemerintah Sudan Selatan khawatir Sudan mengambil sebagian kecil minyak ketika melalui pipa Sudan sebagai apa yang disebut “bea transit yang belum dibayar”. Dalam kekerasan yang berlangsung, Sudan Selatan mengaku membunuh 27 serdadu Sudan dan bentrokan di negara bagian Wahdah, Selasa (01/05).

Luky Setyarini(rtr/afp)

Editor: Agus Setiawan