1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
KesehatanGlobal

Studi: Tidur Kurang dari 8 Jam Ideal bagi Lansia

5 Mei 2022

Waktu tidur delapan jam diyakini sebagai durasi yang baik untuk memenuhi kebutuhan tidur. Namun, peneliti di Cina dan Inggris kini menemukan tidur kurang dari delapan jam justru baik bagi kelompok umur tertentu.

https://p.dw.com/p/4Ap1t
Foto ilustrasi perempuan sedang tidur
Tidur selama tujuh jam diyakini baik untuk kelompok umur tertentuFoto: Daniel Dash/Zoonar/picture alliance

Tim peneliti dari University of Cambridge di Inggris dan Fudan University di Cina telah menemukan bahwa tidur selama tujuh jam mungkin menjadi jumlah waktu tidur yang ideal untuk orang paruh baya dan lanjut usia. Penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Nature Aging, para ilmuwan mengatakan waktu tujuh jam untuk tidur adalah yang terbaik bagi kinerja kognitif dan kesehatan mental.

Para peneliti memeriksa data dari hampir 500.000 peserta berusia 38 hingga 73 tahun dan menemukan bahwa kurang tidur dan terlalu lama tidur dikaitkan dengan gangguan kinerja kognitif dan kesehatan mental yang lebih buruk.

Peserta studi melaporkan pola tidur mereka dan juga menjawab pertanyaan tentang kesejahteraan dan kesehatan mental mereka. Mereka menyelesaikan sejumlah tugas kognitif yang menguji kecepatan pemrosesan, perhatian visual, memori, dan keterampilan memecahkan masalah mereka. Dan mereka yang tidur tujuh jam tanpa gangguan memperoleh hasil yang lebih baik secara keseluruhan.

Namun, ada satu peringatan: 94% peserta berkulit putih, jadi tidak jelas apakah hasil studi juga berlaku untuk orang kulit berwarna, dan latar belakang etnis atau budaya lainnya.
Faktor penting lainnya adalah konsistensi. Hasil terbaik terlihat pada orang-orang yang menunjukkan sedikit fluktuasi dalam pola tidurmereka dalam jangka waktu yang lama dan yang bertahan selama tujuh jam. Dengan kata lain, tidur empat jam sebelum rapat besar tidak dapat "diganti" dengan tidur 10 jam pada malam berikutnya.

Tidur terganggu: Risiko demensia

"Mendapatkan tidur malam yang baik adalah penting di semua tahap kehidupan, tetapi terutama seiring bertambahnya usia," kata Barbara Sahakian, seorang profesor di Universitas Cambridge dan rekan penulis studi tersebut.

Para peneliti mengatakan kurang tidur kemungkinan akan menghambat proses otak untuk membersihkan dirinya dari racun. Mereka juga mengatakan bahwa gangguan pada saat slow wave atau fase tidur nyenyak mungkin bertanggung jawab atas penurunan kognitif.

Ketika tidur nyenyak terganggu, konsolidasi memori terpengaruh dan dapat menyebabkan penumpukan amiloid, protein yang jika gagal berfungsi sebagaimana mestinya dapat menyebabkan "kusut" di otak yang merupakan karakteristik dari beberapa bentuk demensia.

Tidur yang tidak cukup atau berlebihan bisa menjadi faktor risiko penurunan kognitif pada penuaan.

"Meskipun kami tidak dapat mengatakan secara pasti bahwa terlalu sedikit atau terlalu banyak tidur menyebabkan masalah kognitif, analisis kami tampaknya mendukung gagasan ini," kata Jianfeng Feng, seorang ilmuwan otak dan profesor di Universitas Fudan. "Namun, alasan mengapa orang yang lebih tua tidurnya lebih buruk lebih kompleks karena dipengaruhi oleh kombinasi susunan genetik dan struktur otak kita."

Lama tidur mempengaruhi struktur otak

Para peneliti juga melihat pencitraan otak dan data genetik, tetapi data tersebut hanya tersedia bagi kurang dari 40.000 peserta.

Data itu menunjukkan bahwa jumlah tidur dapat dikaitkan dengan perbedaan struktur daerah otak seperti hipokampus, yang dianggap sebagai pusat memori dan pembelajaran otak, dan korteks precentral, yang bertanggung jawab untuk melakukan gerakan sukarela. Karena risiko Alzheimer dan demensia - penyakit penuaan yang datang dengan gangguan kognitif - telah dikaitkan dengan durasi tidur, para ilmuwan mengatakan bahwa penelitian lebih lanjut di bidang ilmu tidur sangat penting.

"Menemukan cara untuk meningkatkan kualitas tidur bagi orang tua bisa menjadi sangat penting dalam membantu mereka menjaga kesehatan mental dan kesejahteraan, serta menghindari penurunan kognitif, terutama untuk pasien dengan gangguan kejiwaan dan demensia," kata Sahakian.

(vlz/ha)

 

Carla Bleiker
Carla Bleiker Editor, channel manager, dan reporter yang berfokus pada politik AS dan sains@cbleiker