1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Strategi Obama untuk Perangi ISIS Sudah Gagal

Grahame Lucas7 Oktober 2014

Strategi anti ISIS yang digagas presiden AS, Barack Obama nampaknya sudah gagal. Indikasinya: sukses gempuran milisi ISIS ke kota Kobani di Suriah. Komentar Grahame Lucas.

https://p.dw.com/p/1DRUO
Zypern RAF Tornado GR4 Luftschläge gegen IS in Irak 26.09.2014
Foto: Reuters/Cpl Neil Bryden/Ministry of Defence

Sukses ofensif yang diraih milisi Islamic State merangsak ke kota Kobani di perbatasan Suriah ke Turki jadi indikasi, tragedi baru semakin dekat. Itu juga menambah kredibilitas pandangan para pakar militer tentang strategi yang digagas presiden Amerika Serikat, Barack Obama untuk menanggapi krisis di Suriah dan Irak.

Para pakar militer sebelumnya melontarkan argumentasi: strategi barat untuk membendung laju ofensif milisi ISIS akan gagal, jika hanya mengandalkan serangan udara dan pelatihan sisa tentara Irak serta kelompok bersenjata Kurdi, Peshmerga untuk memerangi militan.

Serangan udara telah memperlambat laju ofensif Islamic State tetapi tidak menghentikan mereka, baik di Suriah maupun Irak. Namun laporan terbaru menyebutkan, milisi ISIS kini sudah merangsak hingga ke kawasan seputar ibukota Irak, Bagdad. Disebut-sebut, bandara Bagdad kini berada dalam jarak tembak artileri milisi.

Di Washington kritik terhadap strategi serangan udara Obama juga makin meningkat. Kini dipertimbangkan pengiriman pasukan khusus menarget pimpinan milisi. Tapi itu tidak akan menenangkan kelompok ultra konservatif Partai Republik, yang mendesak pengiriman segera pasukan darat. Tapi untuk sementara itu, publik Amerika masih mendukung pendekatan hati-hati dari Obama.

DW 60 Jahre Grahame Lucas
Grahame Lucas, pimpinan redaksi South-East Asia DW.Foto: DW/M. Müller

Sikap hati-hati Obama bisa dimengerti. Ia dipilih untuk menghentikan keterlibatan Washington dalam perang di luar negeri. Biar bagaimanapun, serbuan Amerika ke Iraq tahun 2003 dan kekacauan berdarah setelahnya, diyakini banyak pakar sebagai penyebab utama runtuhnya struktur kenegaraan Irak. Konflik sektarian dan etnis yang muncul kemudian, menyebar hingga ke perang saudara di Suriah.

Politik Amerika di Irak, diyakini sebagai pemicu signifikan bangkitnya Islamic State. Tidak mengherankan, jika muncul pertanyaan: apakah pengiriman pasukan darat AS akan ada maknanya secara politis? Kemungkinan besar tidak!

Pengerahan pasukan darat dari barat, adalah hal yang paling diinginkan Islamic State. Karena dengan itu ISIS bisa semakin memobilisasi massa, dengan seruan perang jihad besar-besaran melawan para kafir. Dari sudut pandang Islamic State inilah alasan paling sempurna untuk menggelar perang antar budaya.

Menimbang latar belakang tersebut, anggota utama NATO lainnya seperti Inggris dan Perancis, kemungkinan besar juga akan menolak gagasan pengerahan pasukan darat. Secara umum publik tidak menyukai intervensi militer di Timur Tengah, walaupun IS melancarkan ancaman terhadap negara-negara Barat.

Turki, anggota NATO yang langsung berada di perbatasan konflik, diduga keras juga tidak akan melancarkan tindakan. Ankara terlalu takut, pemberontakan separatis Kurdi bisa timbul lagi. Itu sebabnya, pemerintah Turki terus menolak permintaan AS untuk menggunakan pangkalan militernya sebagai basis serangan udara terhadap ISIS.

Tapi orang juga harus mempertimbangkan aspek lain dalam debat ini. Intervensi militer Barat yang berupa pengiriman angkatan darat tampaknya suatu hal yang benar-benar diinginkan Islamic State. Ini akan jadi kesempatan bagi IS untuk menggerakkan pendukungnya lebih jauh lagi, dengan menyatakan mulainya perang menentukan terhadap orang-orang yang tidak percaya. Dari sudut pandang IS ini akan jadi bentrokan kebudayaan yang sempurna. Kita tidak boleh jatuh dalam perangkap ini.

Satu-satunya yang bisa mengambil tindakan adalah negara-negara Arab, padahal warganya telah memberi sokongan finansial bagi mulusnya jalan Islamic State. Kini mereka punya banyak alasan untuk takut.

Tapi selain serangan udara oleh negara-negara Arab, tindakan lainnya kemungkinan tidak akan ada. Artinya, sementara dunia hanya melongok, nasib warga Kobani sepenuhnya diserahkan kepada milisi Islamic State. Ini sebuah tragedi. Tapi akan makin banyak tragedi menyusul, sebelum Islamic State dikalahkan.