1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Terorisme

Sri Lanka Berkabung Nasional, Interpol Kirim Tenaga Ahli

23 April 2019

Otoritas Sri Lanka mengoreksi angka korban tewas rangkaian bom bunuh diri menjadi 310 orang. Interpol turut melakukan penyelidikan. Kritik dilancarkan atas kekacauan komunikasi aparat keamanan dan intelijen.

https://p.dw.com/p/3HG54
Friends and relatives pray as they mourn Shaini, 13, who died as bomb blasts ripped through churches and luxury hotels on Easter, in Negombo
Foto: Reuters/A. Perawongmetha

Pihak berwenang di Sri Lanka beberapa minggu sebelum serangan bom terkoordinasi pada perayaan Paskah telah menerima peringatan bahwa ada kemungkinan serangan teror ke gereja-gereja dan daerah tujuan wisata, kata para pejabat. Kritik makin lantang mengapa peringatan itu tidak ditindaklanjuti atau disampaikan kepada pejabat tinggi.

Sri Lanka hari Selasa (23/4) melangsungkan Hari Berkabung Nasional, memperingati korban serangan bom itu. Pemerintah mengoreksi angka korban tewas menjadi 310 orang, 500 orang lainnya luka-luka dan masih dirawat di rumah sakit.

Sri Lanka Anschlag Terror Ostern
Warga di Ahmedabad, India, memperingati korban serangan teror di Sri Lanka, 22 April 2019Foto: Reuters/A. Dave

Aparat keamanan diberitakan telah menangkap 40 orang, termasuk pengemudi sebuah van yang diduga digunakan oleh pelaku bom bunuh diri, kata pejabat pemerimtah  hari Selasa. Pemilik rumah tempat beberapa tersangka penyerang tinggal, juga sudah ditahan. Polisi juga menahan seorang warga Suriah untuk diinterogasi, kata sumber yang tidak ingin disebutkan namanya kepada kantor berita Reuters.

Enam ledakan yang terjadi secara serentak hari Minggu Paskah (21/4) menargetkan tiga hotel mewah dan satu gereja di ibu kota Kolombo, dan dua gereja lain di dua kota lainnya pada hari Minggu Paskah. Pihak berwenang meyakini kelompok Islam lokal, National Thowfeek Jamaath, berada di balik serangan itu, kemungkinan besar dengan dukungan jaringan teror internasional.

Interpol lakukan investigasi

Hari Selasa, Sri Lanka mengibarkan bendera setengah tiang dan pengheningan cipta selama tiga menit untuk memulai acara hari berkabung nasional bagi para korban.

Interpol mengatakan mereka sudah mengirim penyelidik dan spesialis ke Sri Lanka untuk membantu penyelidikan.

Intelijen militer dan polisi Sri Lanka sebelumnya telah memperingatkan ada ancaman serangan teror, tetapi informasi itu tidak pernah sampai kepada pejabat tinggi, kata Menteri Kesehatan Rejitha Seneratne. Pihak kepolisian juga tidak bereaksi meningkatkan pengamanan untuk mengantisipasi ancaman serangan teror.

Peringatan dari luar negeri

Kementerian pertahanan Sri Lanka awal April sudah memperingatkan kepala polisi tentang ancaman serangan teror ke gereja-gereja, hotel dan kawasan wisata. Peringatan tersebut berasal dari sebuah "badan intelijen asing", yang mengatakan bahwa kelompok National Jamaat Thowfeek sedang mempersiapkan pemboman bunuh diri. Namun peringatan itu tidak diteruskan kepada Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe maupun anggota kabinetnya, kata Menteri Pertahanan Seneratne.

Pengamat menduga, kekacauan komunikasi itu terkait konflik politik antara Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe dan Presiden Maithripala Sirisena. November tahun lalu, Presiden Sirisena berusaha memecat PM Wickremesinghe dan membubarkan parlemen. Namun langkah itu dihentikan Mahkamah Agung Sri Lanka. Tetapi PM Sri Lanka itu tetap belum  diizinkan menghadiri pertemuan rutin dewan keamanan nasional.

Kardinal Kolombo Malcolm Ranjith mengatakan, serangan itu sebenarnya bisa dihindari. "Kami meletakkan tangan di kepala ketika mengetahui bahwa kematian ini bisa dihindari," katanya. "Kenapa ini tidak dicegah?"

Hari Selasa ini diadakan misa dan pemakaman pertama untuk para korban.

hp/ap (afp, ap, dpa)