1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PolitikTimur Tengah

AS Melobi Negara Muslim Asia Buat Berdamai Dengan Israel

25 Desember 2020

Di tengah normalisasi dengan Maroko, AS diklaim melobi negara muslim lain untuk berdamai dengan Israel. Negara itu diisukan berada di Asia. Kesepakatan diharapkan tercapai sebelum berakhirnya masa jabatan Donald Trump

https://p.dw.com/p/3nDUr
Ilustrasi normalisasi hubungan diplomasi antara Israel dan negara-negara Arab yang dimediasi Amerika Serikat.
Ilustrasi normalisasi hubungan diplomasi antara Israel dan negara-negara Arab yang dimediasi Amerika Serikat.Foto: Ronen Zvulu/Reuters

Kabar AS melobi negara muslim untuk berdamai dengan Israel itu diutarakan seorang anggota kabinet pemerintah Israel, Kamis (24/12). Diplomasi damai diupayakan bisa membuahkan hasil sebelum berakhirnya masa jabatan Presiden AS, Donald Trump, pada 20 Januari mendatang.

"Kami sedang bekerja ke arah sana,” kata Menteri Kerjasama Regional Israel, Ofir Akunis, kepada stasiun televisi Ynet TV.

"Saya kira, nanti akan ada pengumuman dari Amerika soal sebuah negara lain yang akan mengumumkan normalisasi hubungan dengan Israel dan, pada intinya, dilengkapi infrastruktur yangkomplit untuk sebuah kesepakatan – sebuah kesepakatan damai,” kata dia.

Akunis menolak menyebutkan nama negara yang dimaksud. Salah satunya berada di Teluk, namun bukan Arab Saudi. Negara lain berada di timur Jazirah Arab, "sebuah negara muslim yang tidak kecil,” tapi bukan Pakistan, katanya.

Indonesia sejauh ini menegaskan hanya akan berdamai jika Palestina merdeka. Malaysia juga mengambil sikap serupa. Adapun di Dhaka, seorang juru bicara Kementerian Luar Negeri memastikan Bangladesh tidak tertarik pada normalisasi hubungan dengan Israel. "Posisi kami masih sama,” kata dia.

Normalisasi hubungan dengan negara muslim non-Arab diyakini akan semakin memperkuat posisi PM Benjamin Netanyahu jelang Pemilu pada Januari mendatang, dan memoles rapor pemerintahan Donald Trump yang ingin mencalonkan diri kembali.

Normalisasi Maroko bertukar pendudukan di Sahara Barat

Sementara itu pada Kamis (24/12), Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat memastikan bakal membuka kantor konsulat di Sahara Barat. Keputusan tersebut sekaligus menandakan pengakuan resmi terhadap klaim kedaulatan Maroko.

Menteri Luar Negeri Mike Pompeo mengatakan, proyek pembukaan fasilitas baru itu sudah dimulai. Prosesnya mencakup pembelian properti di El-Aaiún, ibu kota Sahara Barat yang diakui Maroko, serta perekrutan tenaga kerja.

Lini massa sejarah pergeseran tapal batas teritorial menyusul konflik antara Palestina dan Israel
Lini massa sejarah pergeseran tapal batas teritorial menyusul konflik antara Palestina dan Israel

Pompeo enggan merinci kapan kantor konsulat di Sahara Barat akan dibuka. Sampai saat itu, layanan konsuler di Sahara Barat akan diambilalih oleh Kedutaan Besar di Rabat secara virtual, kata dia.

Pengakuan AS terhadap klaim Maroko diumumkan Presiden Donald Trump pada 10 Desember silam, sebagai bagian dari kesepakatan normalisasi hubungan diplomasi dengan Israel. Trump dikabarkan mempercepat proses normalisasi diplomasi di Timur Tengah sebelum masa jabatannya sebagai presiden AS berakhir  20 Januari mendatang.

Sejauh ini Washington berhasil melobi empat negara muslim agar membuka kanal diplomasi dengan Israel, yakni Uni Emirat Arab, Bahrain, Sudan dan Maroko. Belum lama ini PM Benjamin Netanyahu ditemani Mike Pompeo berkunjung ke Arab Saudi dalam sebuah lawatan bersejarah.

Namun pengakuan terhadap Sahara Barat bertolakbelakang dengan sikap pemerintahan AS selama beberapa dekade terakhir. Sebabnya langkah Trump ini mengundang kritik dari negara sekutu dan PBB, terutama dari etnis Sahrawi yang sedang memperjuangkan referendum kemerdekaan.

Bekas wilayah jajahan Spanyol itu berpenduduk antara 350.000 hingga 500.000 jiwa, dan tergolong gersang. Namun diyakini, Sahara Barat menyimpan cadangan minyak dan mineral lepas pantai yang besar.

Bekas Menlu AS, James Baker, yang pernah menjabat utusan khusus untuk Afrika mengkhawatirkan, langkah Trump akan memperparah destabilisasi di kawasan, yang menghadapi pemberontakan kaum Islamis dan penyelundupan manusia itu.

Menurut Baker pengakuan AS adalah "langkah mundur yang mengejutkan dari prinsip-prinsip hukum dan diplomasi internasional.”

rzn/as (rtr/ap)