1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
KesehatanIndonesia

Waspada Stroke atau Serangan Otak Mendadak di Usia Muda

29 Oktober 2021

Segera cari pertolongan ke rumah sakit jika mendadak sulit tersenyum, bergerak, berbicara, kebas rabun dan sakit kepala hebat. Tiap menit berharga untuk menyelamatkan satu kehidupan.

https://p.dw.com/p/42JsC
Ilustrasi penanganan stroke iskemik di rumah sakit
Ilustrasi penanganan stroke iskemik di rumah sakitFoto: BSIP/picture alliance

Asep Aji Fatahillah menceritakan pengalamannya terkena stroke saat berusia 19 tahun, waktu ia masih kuliah. Sayangnya ia mendapatkan penanganan terlambat sehingga harus dirawat selama 2 hari di ICU, 8 hari di ruang rawat inap.

"Selama beberapa tahun juga saya sempat 5 kali kejang epilepsi," cerita Asep yang kini aktif sebagai sebagai Sekertaris Komunitas Penyintas Stroke kepada DW Indonesia.

Saat itu ia tidak tahu bahwa selepas dari rumah sakit, pasien stroke seharusnya menjalani beberapa terapi lanjutan. Tapi ia memilih terapi alternatif yang malah membuatnya tidak fokus dan sulit berpikir sehingga ia akhirnya drop out (DO) kuliah.

"Saya baru tahu ternyata stroke perlu penanganan khusus di RS sehingga beberapa tahun lalu saya mulai terapi berobat. Kalau saja tahu lebih awal mungkin saya tidak akan merasa terpuruk seperti sebelumnya," kata Asep.

Ia mengeluhkan minimnya informasi dan edukasi untuk penyintas dan keluarga, serta masih banyaknya disinformasi seputar stroke di masyarakat.

Penyebab kematian kedua tertinggi di Indonesia

Serangan otak mendadak atau yang lebih dikenal dengan istilah stroke merupakan penyakit penyebab kematian tertinggi di Indonesia setelah penyakit jantung. Setidaknya 21% dari total angka kematian dari seluruh kematian diakibatkan karena stroke, demikian disampaikan dokter spesialis saraf RS Pusat Otak Nasional (PON) di Jakarta, dr. Mursyid Bustami.

Dr. Mursyid Bustami, dokter spesialis saraf RS Pusat Otak Nasional, Jakarta
Dr. Mursyid Bustami, dokter spesialis saraf RS Pusat Otak Nasional, JakartaFoto: Privat

Stroke adalah suatu gangguan pembuluh darah di otak yang terjadi secara tiba-tiba baik kecil atau besar karena sumbatan atau perdarahan.

Data Riset Kesehatan Dasar oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tahun 2018 melaporkan prevalensi stroke pada populasi di atas 15 tahun adalah 10,9 per 100 meningkat signifikan dibanding 5 tahun sebelumnya yakni 7 per 100 populasi.

Kaum muda, waspadai gaya hidup!

"Stroke dapat menyerang semua level usia, termasuk usia muda. Namun semakin lanjut usia, semakin besar kemungkinan terserang stroke," ujar dokter Mursyid. 

Faktor risiko stroke utamanya yakni hipertensi, diabetes, kolesterol tinggi, merokok, gangguan irama jantung, penyakit jantung, pengentalan darah, kurang gerak, dan obesitas. Sebagian faktor risiko tersebut dapat terjadi di usia muda. 

"Akhir-akhir ini banyak kebiasaan hidup pada usia muda yang menyebabkan terjadinya kondisi atau penyakit tertentu yang akan berakibat stroke seperti minum alkohol, penggunaan obat terlarang seperti kokain, dan gaya hidup tidak sehat," ujarnya. 

Bisa juga karena faktor bawaan

Ada dua jenis stroke yaitu stroke penyumbatan (iskemik) dan stroke perdarahan (hemoragik). Stroke iskemik terjadi karena penyempitan pembuluh yang akhirnya menyumbat darah dan tidak bisa lancar mengalir ke otak. Sementara stroke hemoragik terjadi karena ada pembuluh darah otak yang pecah sehingga terganggu fungsi otak akibat penekanan dari bekuan darah itu.

Sebanyak 85% pasien stroke terserang stroke iskemik sementara 15% menderita stroke hemoragik. Yang perlu diingat adalah kedua jenis stroke tersebut sama-sama membuat sel otak perlahan mati karena tidak mendapat suplai darah.

"Selain itu sebagian kecil stroke pada usia muda bisa akibat kelainan bawaan pembuluh darah. Anak muda ini sering kena aneurisma, pembesaran atau penonjolan pembuluh darah karena dinding pembuluh darah lemah dari lahir dan berpotensi pecah," kata dokter yang juga menjabat sebagai direktur RS PON ini.

Dokter Mursyid mengatakan laki-laki lebih berpotensi terserang stroke karena memiliki faktor risiko lebih besar ketimbang perempuan. Meskipun demikian presentasenya tidak begitu jauh, yakni 55% laki-laki dan 45% perempuan. "Pada perempuan terdapat hormon yang cenderung melindungi pembuluh darah sehingga tidak rentan terkena penyumbatan," kata dr. Mursyid Bustami.

Kemenkes mencatat, terdapat tiga provinsi dengan prevalensi stroke tertinggi yakni Kalimantan Timur, Yogyakarta, dan Sulawesi Utara.

Golden period serangan stroke

Dalam memperingati Hari Stroke Sedunia yang jatuh pada 29 Oktober 2021, dr. Mursyid mengingatkan agar masyarakat waspada terhadap stroke. Segera pergi ke rumah sakit jika mengalami serangan otak mendadak, ujarnya.

"Jika sudah wajah miring, mulut menyon, lemah anggota gerak, bicara cadel, atau tidak bisa bicara secara mendadak, maka segera ke rumah sakit, waktunya untuk panggil ambulans," katanya. 

Menurutnya, kesadaran masyarakat Indonesia masih sangat lemah. Selain tingkat kematian tertinggi, tingkat kecacatan setelah serangan stroke di Indonesia juga tinggi. Sebanyak 65% pasien stroke mengalami gangguan seperti lupa, pikun, terganggu memori, tidak bisa fokus, dengan berbagai tingkatan dari yang parah hingga tak terlihat.

Sementara dokter spesialis saraf dari RS Kariadi Semarang, dr. Dodik Tugasworo, mengatakan golden time atau waktu kritis saat orang terkena serangan stroke adalah 4,5 jam. Sementara rata-rata orang yang datang ke rumah sakit sudah lewat golden period-nya sehingga tidak tertolong.

"Keberhasilan penanganan stroke sangat tergantung pada kecepatan pasien mendapat penanganan di RS yang tepat."

"SeGeRa Ke RS (Senyum, Gerak, Bicara, Kebas Rabun dan Sakit Kepala Hebat) tiba-tiba. Tiap menit berharga untuk satu kehidupan. Semoga angka kematian stroke bisa berkurang," harap Dodik.

Sekitar 30% pasien stroke dapat sembuh kembali tanpa gejala sisa, sekitar 40% akan sembuh dengan meninggalkan gejala sisa dalam berbagai tingkatan, dan sisanya meninggal.

Ketimpangan rasio dokter spesialis

Dokter Dodik Tugasworo mengatakan bahwa pada daerah tertentu memang terdapat kendala bagi penderita untuk mendapatkan penanganan segera. Kendala tersebut antara lain kondisi geografis, keterbatasan fasilitas RS, tidak adanya tenaga kesehatan yang kompeten seperti dokter spesialis saraf.

Menurut catatannya, jumlah total dokter spesialis neurologi di Indonesia mencapai 2.500 orang dengan rasio 1 dokter untuk 108 pasien, 60 orang dokter neurointervensi yang rasionya 1:4500 pasien, dan 200 orang dokter ahli spesialis bedah saraf dengan rasio 1:1.350 pasien.

Ia juga menyarankan pemerintah untuk lebih menyediakan RS khusus penanganan stroke dan menyediakan fasilitas untuk memudahkan pasien untuk mencapai RS. 

Sistem Sensor Cerdas Pembantu Pasien Stroke

Menurut data Badan Kesehatan Dunia atau WHO, terdapat lebih dari 13,7 juta kasus stroke baru per tahun. Secara global, 1 dari 4 penduduk usia di atas 25 tahun akan mengalami stroke. Setiap tahun 60% seluruh kasus stroke menyerang mereka yang berusia di bawah 70 tahun.

Pentingnya latihan fisik setelah serangan

Koodinator Litbang Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Rehabilitasi Indonesia (PERDOSRI), dr. Vitriana, menilai latihan fisik setelah serangan stroke penting agar penderita dapat beradaptasi dan kembali berfungsi secara mandiri. Orang yang sudah pernah stroke harus rehabilitasi secara komprehensif seperti fisioterapi, terapi okupasi, terapi wicara, ortotis prostestis juga psikologi.

"Latihan fisik dilakukan secara bertahap dari 2 minggu-6 minggu karena jika dalam waktu lama tidak di rehabilitasi, maka akan mengalami kesulitan untuk mengembalikan fungsi awalnya, latihannya pun harus terus menerus, tidak bisa berhenti di tengah jalan," kata dia.

Stroke dapat menyebabkan gangguan kognisi, jantung, paru, keseimbangan, komunikasi dan penglihatan. Hal tersebut, jika digabungkan akan menyebabkan keterbatasan aktivitas baik dalam peran sehari-hari maupun lingkungan masyarakat.

"Latihan yang bisa diberikan untuk pasien stroke antara lain latihan fleksibilitas, latihan penguatan seperti angkat beban, senam aerobik, latihan keseimbangan, dan latihan koordinasi seperti menangkap bola." (ae)

Kontributor DW, Tria Dianti
Tria Dianti Kontributor DW. Fokusnya pada hubungan internasional, human interest, dan berita headline Indonesia.