1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Sepekan Operasi Mushtarak di Afghanistan

19 Februari 2010

Dengan serangan terbesar sejak jatuhnya Taliban, ISAF berusaha mengadakan perubahan. Sejak Sabtu (13/02) 15.000 tentara lancarkan aksi di Marjah dan Nad Ali, Afghanistan selatan. Kali ini warga sipil mendapat peringatan.

https://p.dw.com/p/M6Rf
Tentara AS yang ikut aksi militer di provinsi Helmand, Afghanistan selatan (17/02)Foto: AP

Operasi Mushtarak direncanakan untuk menjadi titik balik. Sekitar 15.000 tentara ikut dalam aksi militer ini. Sebagian besar berasal dari AS dan Inggris, tetapi juga melibatkan sejumlah besar tentara Afghanistan. Setelah operasi berjalan sepekan Richard Holbrooke, utusan khusus AS bagi Afghanistan dan Pakistan menyatakan puas, tetapi tanpa eforia.

Holbrooke mengatakan, "Untuk itu masih terlalu dini. Ini bukan serangan terakhir. Ini lebih merupakan awal dari gelombang baru perang modern dan politis untuk memerangi pemberontak. Ini belum pernah terjadi sebelumnya. Fokus utama adalah warga sipil dan sesedikit mungkin korban. Dilihat dari segi itu operasi selama ini sukses. Tetapi ini bukan hasil akhirnya.“

Untuk Kepentingan Warga Sipil

Karte Afghanistan mit Provinz Helmand UPDATE: mit der Stadt Mardscha Marjah Marjeh
Peta Afghanistan, yang menunjukkan kota Marjah di provinsi HelmandFoto: DW

Serangan terbesar terhadap Taliban setelah jatuhnya rejim lebih dari delapan tahun lalu, terutama dikonsentrasikan di distrik Nad Ali dan Marjah di provinsi Helmand. Di daerah itu jumlah warganya sekitar 120.000, dan sebagian besar dari suku Pashtun. Mereka adalah kelompok etnis terbesar di Afghanistan. Dari kelompok inilah lahir gerakan Taliban.

Nick Carter, komandan ISAF di Afghanistan Selatan yang berasal dari Inggris menyadari, banyak penduduk di daerah pertempuran menilai ISAF sebagai tentara pendudukan. Carter mengatakan, "Saya ingin menyebutnya akhir dari tahap awal. Kami mencapai kemauan di utara dan juga di Marjah. Tetapi pasti masih diperlukan beberapa hari, sampai kami dapat membangun struktur sipil dalam situasi yang aman. Dan tentu masih diperlukan berminggu-minggu lagi, sampai rakyat menyadari, bahwa kami melakukan ini semua untuk mereka.“

Lebih Baik daripada Taliban

Afghanistan / US-Soldaten / Helmand / NO-FLASH
Tentara Afghanistan dan NATO berpatroli di desa Qari Sahib, distrik Nad Ali, provinsi Helmand (15/02)Foto: AP

Strategi pemberantasan pemberontak di Afghanistan selatan yang ditetapkan AS sangat tergantung pada kepercayaan penduduk. Warga harus menyadari, bahwa ada alternatif yang lebih baik dan aman daripada Taliban. Jika roket-roket NATO dan peluru membunuh warga sipil, seluruh konsep itu akan goyah.

Carter mengatakan, pasukannya berusaha menghindari jatuhnya korban warga sipil. Mereka yakin bahwa warga Marjah ingin agar mereka membersihkan wilayah itu dari Taliban. ISAF juga kerap berunding dengan para kepala kelompok etnis, demikian dikatakan Carter.

Tentara NATO yang dipimpin ISAF menuduh Taliban dengan sengaja bersembunyi di belakang warga sipil. Wilayah Marjah dipenuhi ranjau dan jebakan. Penembak jitu dan kelompok-kelompok bersenjata sering menyerang secara tiba-tiba.

Rakyat Sudah Muak Perang

Wardak Sicherheit Kabul Afghanistan
Menteri Pertahanan Afghanistan Abdul Rahim Wardak (kiri)Foto: DW

Tetapi Menteri Pertahanan Abdul Rahim Wardak tetap yakin, operasi itu akan membebaskan warga sipil dari pengaruh Taliban. Apalagi Taliban telah kehilangan pemimpin militernya, Mullah Baradar. Baradar yang menjadi orang terpenting kedua berhasil ditangkap di Pakistan sebelum serangan ISAF dimulai. Wardak mengatakan,

Wardak mengatakan, "Saya yakin, rakyat sudah muak dengan perang. Rakyat mendukung pemerintahnya. Tetapi sampai sekarang mereka tidak dapat menunjukkannya, karena selama ini kami tidak mampu melindungi mereka.“

Sekarang tentara akan tetap menunjukkan kehadiran dan peranannya, sehingga negara Afghanistan dapat berkembang. Juga di daerah suku Pashtu di selatan yang sangat konservatif, dan di mana agama memegang peranan penting.

Sandra Petersmann / Marjory Linardy

Editor: Vidi Legowo